Boleh Saja

659 102 14
                                    

Kata Rani, perkelahian saat jam istirahat tadi, diketahui oleh guru kesiswaan. Mungkin karena itu juga, setelah bel pulang berbunyi, Arnav disuruh menemui Pak Indra, guru BK SMA Pradeta. Ola pikir, hanya Arnav dan Ivan saja yang dipanggil. Tetapi ternyata wali murid mereka juga. Oleh karena itu, saat ini Ola sedang menunggu di depan ruangan, bersama Leo dan dua teman Arnav yang tidak ia tahu namanya.

"Nggak biasanya si cupu kelepas emosi gini." Laki-laki yang menggunakan dasi untuk mengikat pergelangan tangan itu, menyeletuk. Diangguki laki-laki di sebelahnya.

"Bukannya itu malah buktiin kalau dia manusia, ya?"

Ola mengernyit. Memangnya selama ini Arnav bukan manusia?

"Oh iya, gue kan lupa kalau dia selama ini cuma manusia robot yang nggak bisa marah, senyum, apalagi jadi bucin." Teman Arnav yang sedang bermain ponsel, ikut menjawab.

"Terus yang belakangan ini suka antar cewek ke kelasnya, itu siapa? Kembaran Arnav?" Leo tertawa, kemudian menoleh pada Ola yang duduk cukup jauh dengan ketiga laki-laki itu. "Sini, La, ngapain mojok sendiri?"

Ola hanya tersenyum dan menggeleng. Ia belum pernah berkenalan dengan teman Arnav selain Leo. Dan penampilan dua laki-laki itu seperti pembuat onar di sekolah. Arnav pernah melarangnya untuk dekat dengan pembuat onar di sekolah, jadi ia tidak mau membuat sepupu Alin itu marah.

"Oh gue baru inget, cewek ini yang bisa bikin Arnav rela dihukum karena nggak bawa topi pas upacara, kan?" Laki-laki itu tergelak. Melambaikan tangan pada Ola dengan gerakan akrab. "Hai, Dedek. Gue Dani. Tapi biasanya cewek-cewek manggil Sayang."

Ola meringis. Arnav memang pernah memberikan topinya pada Ola, sedangkan punya gadis itu ketinggalan di rumah. Hal itu membuat Arnav dihukum di barisan khusus siswa dengan atribut tak lengkap.

"Permak dulu muka lo, Dan." Laki-laki satunya menyenggol bahu Dani kemudian menoleh pada Ola. "Gue tahu lo, tapi gue yakin lo nggak tahu gue. Jadi kenalin, gue Tio."

Aku mengangguk sopan. "Aku Ola, Kak."

"Napa jadi takut gitu deh, La. Sini kenalan."

"Di sini aja, Kak." Ola menyengir.

Leo mengerutkan kening, kemudian berjalan mendekati Ola. Meninggalkan Dani dan Tio yang menatap heran. "Kenapa? Biasanya gampang akrab sama orang."

Masih dengan cengiran, Ola menjawab, "Nggak boleh sama Arnav."

Leo memelotot. "Lo nggak dibolehin kenalan sama temen Arnav sendiri? Wah gila cowok lo!"

"Arnav kan bukan cowok Ola, Kak Leo!" Kedua alis Ola berkerut lucu, membuat Leo tertawa. "Bukan larang kenalan sama temennya, tapi larang dekat sama ... pembuat onar?"

Mendengar itu, Leo makin tertawa. Makin terbahak saat menoleh pada Dani dan Tio. "Ola takut nih sama lo berdua!"

"Enggak kok!" Ola menggelengkan kepala pada dua laki-laki itu sebelum menatap protes ke arah Leo. "Kak Leo, ih!"

"Makanya nggak usah takut. Mereka bukan pembuat onar kok. Tenang aja, gue bakal belain kalau Arnav marahin lo." Leo menarik Ola bergabung bersama dua temannya. 

"Nggak usah takut. Gue nggak gigit, kok."

"Gue juga lagi puasa buat ngunyah dedek gemes. Sini deh, Dek."

Leo menggeplak kepala dua temannya itu. "Tingkah kalian yang kayak om-om pedofil gitu malah bikin Ola takut, bego!"

"Habisnya cewek Arnav ini ngegemesin, sih. Gue pengen nikung jadinya." Dani mengedip-ngedipkan mata ke arah Ola.

Incredible Smile (Hiatus)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang