1. Papan Angka

279 19 11
                                    

Celine dan Melati tengah bersiap-siap untuk acara ospek kampus hari ini. Mereka sudah memakai kaos putih polos dan celana hitam panjang seperti yang diminta oleh para panitia. Tak lupa, mereka juga membawa beberapa kebutuhan lain yang diminta oleh para panitia.

Celine sudah selesai mempersiapkan semuanya. Kini yang dia lakukan hanya terdiam sambil memandangi tasnya. Memikirkan tentang sosok lelaki misterius yang entah bagaimana bisa hadir dalam mimpinya.

“Telin, kamu lihat note-ku, enggak?” tanya Melati membuat lamunan Celine buyar.

“Celine nggak tahu, tapi Celine akan bantu cari,” jawab Celine seraya berjalan ke sana-ke mari demi menemukan note Melati. Bahkan, sampai ke seluruh sudut kamar hingga bawah kolong tempat tidur. Namun, note milik Melati tidak dapat ditemukan.

“Udah ketemu, Telin!” seru Melati seraya menunjukkan notenya dan memasukkannya ke tas.

Celine menghela napas lega.

“Kalau begitu, turun yuk! Kita sarapan,” ajak Celine seraya mencangklong tasnya di bahu kanannya.

“Ayo!” sahut Melati yang kini menenteng tasnya.

Melati langsung berlari keluar dari kamar Celine dan menuju ke ruang makan. Sementara itu, Celine mengikuti. Ketika sudah sampai di ruang makan, mereka langsung duduk, menyusul Shani, Greg dan Vino yang hadir terlebih dahulu.

“Baiklah, sebelum memulai sarapan, marilah kita berdoa terlebih dahulu guna mensyukuri nikmat yang Tuhan berikan,” pimpin Greg seraya mengepalkan kedua tangan di depan wajah.

Kemudian, mulutnya menggumamkan doa sebelum makan, sementara itu yang lain mendengarkan sambil membacanya dalam hati. Begitu doa telah selesai, mereka serentak mengucap 'amin' lalu menyantap sarapan.

“Celine,” panggil Shani membuat Celine mendongakkan kepala, melirik ibunya sambil masih mengunyah makanan. “Nanti cobalah berbaur dengan peserta lain.”

Celine terdiam. Nafsu makannya tiba-tiba menghilang. Shani yang melihatnya tersenyum kecut. Merasa bersalah karena merasa perkataannya seolah menyakiti Celine.

“Kalau Celine nggak berani, nanti Meme bantuin Celine buat berbaur,” sahut Melati membuyarkan suasana hening.

Shani yang mendengar sahutan Melati tersenyum. Menandakan terima kasih. Sementara itu, Melati yang melihatnya ikut tersenyum kecil. Seolah mengatakan bahwa ini memang sudah tanggungjawabnya sebagai sahabat Celine yang juga satu-satunya temannya. Ditambah Shani juga memiliki misi sama sepertinya, mengembalikan kepercayaan diri Celine.

><

Di depan pintu masuk kampus, Celine memandang takut. Bibirnya tergigit, sementara itu tangannya menggenggam erat ujung kaos. Ia merasakan tangannya dingin. Membuatnya merasa ingin sekali berbalik untuk pulang. Namun, keinginan itu sirna begitu saja ketika Melati menggenggam tangannya, tersenyum hangat, lalu mengatakan, “Semua akan baik-baik saja.”

Celine tersenyum, lalu menatap ke depan dan menghela napas. Menandakan bahwa ia telah siap untuk kembali bersosialisasi. Melati yang melihatnya hanya tersenyum, lalu menuntun Celine masuk ke dalam lingkungan kampus. Berkumpul bersama kelompok mereka yang sudah ditentukan kira-kira hampir seminggu yang lalu, yaitu, kelompok empat.

Melati yang sampai di tempat perkumpulan anggota kelompoknya langsung menyapa, lalu memperkenalkan Celine kepada mereka. Tak heran, mengingat Celine yang sama sekali tidak berinteraksi—kecuali saat perkenalan—ketika berada di grup online yang membuat mereka mungkin saja nyaris tidak mengetahui jika ia merupakan bagian dari kelompok.

A Lovely Princess Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang