Sejak keluar dari gerbang sekolah, hanya helaan napas yang keluar dari mulutnya. Fifi bete, jengkel, geram dan ya entah apapun itu. Hatinya kini sedang gundah gulanda. Dia sendiri sebenarnya tidak tahu pasti apa penyebabnya. Tapi, semejak dia melihat video dari Reza. Entah kenapa cuplikan itu terus terputar di kepalanya.
Ah! Terutama kata-kata itu. Ya! Itu! Yang sedikit mengetuk hatinya itu.
Fifi gadis seperti biasanya. Dia tidak begitu pintar, wajahnya juga tidak begitu mendukungnya, bakatnya yang terlihat hanyalah mengkhayal yang di bungkus dengan tulisan dan cerita sehingga menjadi novel yang dia publis di aplikasi. Kalau saja dia sedikit lebih tertutup dengan orang-orang di pastikan dia sangat cocok jadi anak-anak cupu di film-film.
Selama hidupnya yang dia lakukan hanyalah mengkhayal dan mengkhayal. Terus semakin jatuh ke dalam lubang fantasi yang dia sendiri tahu itu semua tidak nyata. Semua kekasih yang dia miliki ada di dalam pikirannya. Dia tidak pernah kekurangan apapun karena khayalannya itu. Tapi hari ini, kenapa dia begitu dongkol karena video itu? Apa itu, ya? Iri?
"Aaiish! Bukan!" katanya tiba-tiba. "Denger, ya! Kalau emang benar tuh dua orang si Dewa sama Wahyu. Nggak ada urusannya gue harus iri sama cewek yang di rebutin sama tuh dua cowok. Harusnya gue---"
Tangan Fifi mengusap wajahnya kasar. Dia tumbang di pikirannya. Khayalannya sudah entah kemana. "Mereka bukan anak balap! Nggak ada bukti mereka balapan. Siapa tahu aja si Reza iseng videoin dua orang lagi berantem."
"Ahh! Tapi kalau emang mereka beneran anak balap, masa gue----"
Tin tin
Fifi berhenti mendadak. Kedua tanganya masih berada di atas kepalanya setelah dia mengacak-acak rambutnya. Sebuah motor berhenti tepat di sampingnya. Dia melirik, itu Dewa.
"Huft! Ngapain lo?" tanyanya. Fifi melanjutkan perjalanan pulangnya.
Dewa mengikuti dirinya, membawa motornya sembari menyamai jalannya. "Nggak papa! Tadi mau pulang. Eh malah ketemu orang gila yang lagi jambak-jambak rambut,"
"Hahaha! Lucu sekali Anda," ucap Fifi renyah. Dewa masih mengikutinya, dia risih. "Mau apa lo? Ngajakin gue naik ke motor lo?"
"Jiah! Hah! Kegeeran lo! Siapa juga yang mau boncengin cewek jelek plus ngeselin kek lo! Suka melorotin cowok lagi. Ihhh! Gue tuh merinding tahu,"
Fifi menghentakan kakinya sebal. Dia memukul tubuh Dewa. "Dasar lo nyebelin banget sih,"
Dewa tertawa geli. "Sakit banget lo mukul. Tukang kuli, ya lo?"
"Terus aja terus," jawabnya mengakhiri. Dia sudah sebal sampai ke ubun-ubun.
"Fi!" panggil Dewa.
"Mm?"
"Lo---" Fifi melirik, bingung kenapa Dewa jadi bicara mengantung seperti itu. Laki-laki itu melihat lurus ke depan sana. Wajahnya terlihat gugup. "Lo---ada h-hubungan sa-ma Wahyu?"
Fifi menoleh, masih berjalan santai. Dia menaikan bahunya. "Cuman temen sekelas."
"Kayanya lo deket sama dia,"
"Ya, nggak bisa di bilang deket juga sih. Cuman, dia udah nolongin gue dua kali. Terus dia juga nggak ingkar janji, baik juga. Nggak banyak tingkah," jelasnya. "Cewek mana yang nggak mau berteman sama dia?"
Dewa melihat ke arah lain. Tangannya mencengram stang motor kencang. Dia merasa tersaingi secara tidak langsung. 'Bertemen? Itu konteks yang tuh cowok jalin sama Fifi? Tapi kenapa dia begitu?'
"Kenapa?" tanya Fifi tiba-tiba.
Dewa mengerling, telinganya panas. Dia gerah. "Kenapa apa?"
"Lo pikir gue bakalan suka sama Wahyu gitu?" katanya.
KAMU SEDANG MEMBACA
How To Meet You [ TAMAT ]
Novela Juvenil-¦- -¦- -¦- VERSI SATU -¦- -¦- -¦- Kurasakan hati ini berdebar. Kau berdiri di sana. Aku memandang mu serius. Sampai semuanya tiba-tiba menjadi hilang. Hanya aku dan kau yang tersisa. Suaramu terdengar jelas di telingaku. Ku pikir aku gila. Tapi...