Mobil New Camry 2.5 G/T warna black yang di naiki Lira baru saja keluar dari gerbang Universitas ketika dari kaca mobil nya, Lira melihat Andreas yang sudah duduk di kap mobil sport Ferrari
488 Pista warna rosso scuderia.Dadanya langsung berdebar dan tanpa sadar ia tersenyum dari balik kaca mobil nya yang terlihat gelap dari luar, ia masih memandang tak berkedip ke arah Lelaki itu sampai mobil nya melewati nya dan ia langsung tersadar.
"Pak !" Lira langsung menepuk bahu Sopirnya.
"Ada Apa Nona...??" Sopir tua nya terkejut dan langsung menginjak rem, yang untung nya jalanan di depan Kampus itu sepi dan Mobil tersebut berjalan pelan di pinggir.
"Putar balik ke Kampus !" ia memerintahkan. "Cepat ya !" ia berkata lagi sambil menoleh ke arah belakang, ia takut Seniornya tersebut keburu pergi.
"Baik." Dengan senang hati Si Sopir menuruti keinginan Majikannya.
Lira tersenyum lebar saat ia turun dari Mobil nya yang terparkir di belakamg Mobil Ferrari milik Andreas dan mendapati pemiliknya masih duduk santai di kap depan.
Pelan-pelan ia melangkah ke arah nya, sambil berusaha menenagkan jantungnya yang seakan mau meledak tiap kali ia berjalan mendekati Lelaki itu.
"Kak..." panggil nya begitu ia sampai di belakang Lelaki berkaos hitam dan celana jeans pendek dengan sneaker putih.
Andreas sedikit terkejut, namun kemudian ia tersenyum. "Hai Adik nya Johan." ia berkata sambil menghisap rokoknya dan menghembuskannya.
"Kenapa panggilnya gitu Kak...?" ia mengkerutkan kening pura-pura marah.
Lelaki bermata sipit itu terkekeh.
"Panggil nama saja Kak.." ia kembali berkata, mencoba memamdang Lelaki itu meskipun ia malu melakukannya.
"Iya, bercanda tadi." Andreas menjawab. "Siapa namamu..? Laila..? eh Lala yaa...?" ia bertanya.
Wajah Lira langsung berubah sebal. "Lira, kak." ia menajawab sedikit ketus. "Kenapa nama ku saja dia lupa...?" Lira berkata dalam hati.
"Iya, Lira." Andreas seperti baru mengingat nama itu. "Jangan marah yaa, ingatanku memang buruk soal nama perempuan." lanjutnya.
Lira hanya terdiam, bingung mau berkata apa lagi karena Andreas yang kembali asik dengan rokoknya dan memandang jalanan.
"....eemm..tadi Kakak nggak masuk kenapa..?" akhirnya ia memberanikan diri bertanya.
Andreas menoleh ke arahnya setelah tadi ia menghembuskan asap rokoknya yang langsung menjadi kepulan asap yang menghilang di udara. "Rendy bilang apa ?" ia balik bertanya.
"Eh..??" Lira tak mengerti.
"Rendy pasti sudah bilang kan kalau hari ini aku absen OSPEK terakhir, terus alasan dia apa...?" Andreas menerangkan.
Lira masih belum mengerti, ia tidak tahu alasan apa yang di berikan Seniornya yang bernama Rendy itu kepada Ketua OSPEK karena memang dia yang Mahasiswa baru, tidak perlu tahu. Makannya ia yang penasaran bertanya langsung pada Seniornya tersebut tadi.
"...Emm..Kak Rendy bilang katanya, Kakak nggak masuk karena nggak enak badan." Lira menjawab setelah tadi berpikir beberapa saat.
"Nah, itu !" dengan antusias Seniornya yang bermata sipit seperti oppa korea itu berkata.
"O, oh..." Lira benar-benar tak mengerti. "Kenapa harus menanyakan dulu tadi Kak Rendy bilang apa, kan Kakak tinggal bilang langsung nggak enak badan, makanya nggak masuk." Lira berkata dalam hati.
Kembali Lira terdiam karena tidak ada bahan omongan, di perhatikannya Andreas yang memandang jalanan sambil menyesap rokoknya berkali-kali.
Wajah Lira memerah, walaupun ia kurang suka dengan Lelaki perokok, tapi Andreas saat ini terlihat tampan di matanya.
"Nggak bareng si Johan...?" tanya Andreas sambil menoleh ke arahnya, membuat gadis itu berjingkak kaget. "Ngelamun yaa..??" ia tertawa melihat reaksi dari Lira.
Lira tersipu sambil memalingkan wajahnya malu. "Kak Johan pulang bareng Kak Sonia..." ia menjawab.
Andreas terkekeh mendengarnya. "Sudah tahu cuma di pakek doang, tetep di tempel kayak perangko." ia menyesap rokoknya yang tinggal puntung, kemudian membuang nya begitu saja di jalanan.
"Maksudnya...??" Mata Lira mengerjap tak mengerti.
"Kakak mu hebat." Andreas tertawa, mengejek sebenarnya, tapi sayang Lira tak menyadari itu.
Beberapa kali mobil dan sepeda motor berseliweran keluar masuk Universitas yang gerbangnya berada tidak jauh dari tempat mereka memarkirkan mobilnya dan mengobrol.
"Iya...aku juga nggak menyangka Kakak sehebat itu.." Lira berkata polos. "Kak Johan ternyata President BEM, dan dia sangat terkenal di Kampus." lanjutnya.
Lira sedikit membulatkan matanya saat melihat Andreas yang kembali menghidupkan rokok barunya yang di ambil dari kantong celananya, namun ia mengabaikannya.
Lagi-lagi Andreas terkekeh. "Jangan lupa, dia juga suka tebar pesona dengan wajah sok alim nya." ia berkata.
"...Kak Andreas nggak akur yaa sama Kakak...?" tanya Lira setelah terdiam beberapa saat.
"Akur dong." Andreas tertawa sambil menyesap rokoknya.
Lira terbatuk-batuk saat asap rokok yang di hembuskan Andreas tertiup ke arahnya.
"Sori." Lelaki berkaos hitam dengan mata sipitnya itu langsung membuang rokok yang baru beberapa saat lalu ia nyalakan.
Lira berusaha untuk tidak terbatuk, dan ia mengelengkan kepalanya sebagai tanda ia tidak masalah. "Nggak apa-apa Kak." ucapnya dengan mata memerah terbatuk-batuk terkena asap rokok.
"Biasanya aku nggak ngerokok di lingkungan Kampus, tapi Rendy lama, aku menunggunya sampai bosan." Andreas berucap.
Lira tersenyum. "Aku pikir Kakak bukan perokok, soalnya seringnya lihat kakak makan permen."
"Ya karena di lingkungan Kampus nggak boleh merokok." Andreas berkata jujur. "Sebenarnya bisa saja aku langgar, tapi Rendy pasti menceramahi ku."
"Kak Andreas dekat sama Kak Rendy." Lira terkekeh mendengar cerita dan ekspresi wajah Andreas yang seperti anak kecil mengeluh di marahi orang tuanya.
"Rendy saudaraku, kami tinggal bareng, dan dia mata-mata Papaku." ia berbisik di kalimat terakhir dengan wajah serius, menbuat Lira menutup mulutnya menahan tawa.
"Kakak ini lucu sekali." ujarnya.
Andreas ikut terkekeh melihat tawa gadis itu. "Kau ini yang lucu." ucap nya tanpa berpikir.
Wajah Lira langsung bersemu merah.
"Kemana si Rendy...??"
Di lihatnya Andreas yang mengaruk kepala bagian belakangnya dengan kesal.
"Mungkin Kak Rendy sedang mengurus penutupan OSPEK sama Panitia yang lain Kak." Lira berkata.
Andreas melipat kedua tangannya di dada, keningnya berkerut tanda ia sedang berpikir.
Lira mengeluarkan sesuatu dari dalam saku bajunya. "Ini, Kak." ia memberikan permen cupa cup rasa stroberi. "Balasan Kakak waktu itu." ia tersenyum.
Pertama Andreas terkejut, tapi kemudian ia menerimanaya sambil tersenyum. "thank's yaa." ia berkata.
Dari kejauhan di lihatnya Rendy yang membawa tas ransel dan masih memakai jas Almamater berlari-lari ke arah mereka.
"Kak Rendy sudah datang tuh." tunjuk Lira yang membuat Andreas menoleh ke belakang. "Aku tinggal dulu yaa, Kak." Ucap Lira. "Sampai ketemu besok."
Sebelum Andreas menjawab, gadis itu sudah berlari menuju mobil Camry nya dan segera masuk ke dalam.
KAMU SEDANG MEMBACA
PSYCHOPATH LOVE (END)
Romance-Selengkapnya on KBMapp/Goodnovel/Novelah/StoryOn/FameInk. WARNING 21+ Apa kah menurutmu seorang Pscyo mempunyai hati tulus untuk mencintai? Johan dengan segala kesempurnaanya, menyimpan sakit akan jiwa dan pikirannya. Mencintai diam-diam Adik tiri...