DLUT~14

107 31 4
                                    

Bosan dengan hadirmu yang tak pernah ku undang tapi selalu saja datang.
_Luka_

|||

Senyum manisnya itu tak pernah luntur dari bibir tipisnya. Mata penuh binarnya menatap cerahnya langit malam ini. Bintang-bintang seakan berkedip genit kearahnya. Ah, indahnya malam ini. Angin malam turut berhembus pelan membelai kulitnya yang hanya mengenakan kaos berlengan pendek.

Cowok itu, Kenta. Dia berbaring nyaman di atas rumput hias yang berada di halaman rumah panti yang luas. Dia sengaja malam ini begadang, karena sungguh langit malam saat ini benar-benar mebakjubkan.

”Balkon rumah gedenya ayah nggak senyaman rumput hias panti astaga.” Kenta bergumam sendiri.  Matanya terpejam menikmati hembusan angin malam ini. Tak peduli jam sudah menunjukkan pukul satu dini hari.

Dari jendela kamar di lantai dua, terlihat Rey yang menguap lebar. Dia meregangkan tubuhnya yang terasa kaku karena baru saja selesai bermain game. Itu memang rutinitasnya, dia rela begadang hanya demi game. Matanya memindai seisi kamar. Darka tidur dengan nyaman di kasur pojok, begitupun Hanggara yang tidur dengan gayanya, berantakan. Eh, ada yang kurang. Teman sekamarnya masih kurang satu ekor lagi. Di mana Kenta?

Rey berjalan mendekati jendela besar yang menghadap halaman. Kepalanya melongok keluar. Mulutnya berdecak ketika menemukan Kenta yang berbaring begitu nyaman di rerumputan. Di luar jam segini dengan udara yang terbilang dingin itu benar-benar mencari penyakit. Apakah tidak ingat jika dirinya tadi di sekolahan kondisinya seperti apa? Ck, Kenta.

Dengan malas, Rey memutuskan menghampiri Kenta. Keadaan panti sudah gelap, sebagian lampu besar sudah di matikan. Dengan penglihatan yang minim, Rey berjalan pelan tanpa meimbulkan suara ke arah pintu yang ternyata tak di kunci.

Ketika sudah sampai di halaman panti yang luas, mulut Rey ternganga. Langit malam ini benar-benar indah sekali. Maka tak akan heran jika Kenta akan betah berada di sana sampai pagi menjelang.

”Ken!” panggilnya dengan sedikit keras.

Kenta menoleh, dia mengumbar senyumnya. Rey pun segera mendekati posisi Kenta yang masih berbaring nyaman. Dia juga ikut  merebahkan tubunya tepat di samping tubuh Kenta.

”Ngapain lo di sini malam-malam? Biasanya aja jam lapan udah molor,” tanya Rey. Kenta bergumam tak jelas menjawab pertannyaan Rey. Kedatangan Rey mengganggu kenyamanannya.

”Gabut aja.” Kenta menyahut seadanya.

”Masuk gih. Baru aja mendingan masa udah cari penyakit lagi.”

”Bentaran lagi. Gue belum ngantuk. Lo ngapain juga ke sini?”

”Mau nemenin lo. Takutnya nanti lo dibawa tante-tante girang lagi, kan nggak lucu.”

Kenta berdecak. Jawaban tak masuk akal. Dia sudah segede ini ngomong-ngomong. Kenapa Hanggara, Rey dan Darka suka sekali menganggapnya seperti bocah TK sih?

”Ken, emangnya lo sama sekali belum dapet ingatan masa lalu gitu? Ya, biasanya kan orang amnesia itu seenggaknya dapetlah sedikit-sedikit.” Rey bertanya tiba-tiba. Membuat Kenta termenung.

Kenta menatap gusar pada sekumpulan bintang di atas sana. Apakah ia harus jujur? Dia hanya takut jika nantinya dirinya disuruh kembali ke rumahnya. Dia tak siap dan tak akan pernah siap. Bagaimana dia harus beralasan. Dia tak pandai mengolah kata. Sebab kurangnya pengalaman waktu dulu.

Dari Luka Untuk Tawa✓Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang