Pohon Mangga

551 102 38
                                    

Thayang bangun kesiangan, lantas buru-buru keluar kamar hingga mencapai pintu luar. Hampir saja terpeleset berkat kulit pisang yang Royjoon buang sembarangan, untuk ada Koko yang menahan bobot tubuhnya.

"Sabar, Yang! Sabar! Kerasukan setan apa lo lari ngibrit kek gitu," celetuk Royjoon yang tengah santai di kursi depan kosan sambil mengerjakan sesuatu di laptop.

"Kak Thaya gapapa?"

"Gapapa, Dek. Makasih tadi sudah dibantuin," sahut Thayang menetralkan detak jantungnya sejenak.

"Gue tanya tadi omong-omong," ujar Royjoon.

"Saya kesiangan, Bang. Makanya buru-buru mau ke kampus takut telat. Ini aja sudah jam delapan. Saya berangkat dulu, Bang!" sahut Thayang ingin berlari lari, namun tak jadi ketika mendengar ujaran telak Royjoon.

"Tanggal merah gini lo juga ada kelas? Hebat banget. Siapa yang ngajar?"

Thayang lantas berbalik dengan wajah cengo. "Beneran tanggal merah, Bang?"

"Kagak! Tanggal ungu! Ya jelaslah beneran merah. Kalau kagak percaya, noh lihat di kalender kamar Bang Jintan. Soalnya cuma dia yang simpan kalender," sahut Royjoon.

"Alhamdulillah. Saya kira tadi bakal dihukum karena telat. Tau gini nggak bakal bangun tadi," celoteh Thayang berjalan hendak masuk ke kosan, namun berpapasan dengan Jintan.

"Lo kemarin pengin mangga, kan? Mumpung hari libur, gue temenin petik mangga."

"Eh, beneran, Bang? Iya Bang, saya mau banget," sahut Thayang antusias.

Lalu keduanya berjalan masuk ke dalam rumah. Thayang mengikuti langkah Jintan hingga mereka tiba di dapur. Lebih tepatnya di hadapan sebuah pintu berwarna putih. Jintan membuka pintu, lalu keluar menapakki area belakang kosan. Mata Thayang berbinar melihat pohon mangga yang berbuah lebat.

"Wah ... ini sih mangga madu, Bang. Ini gapapa kita petik?" tanya Thayang.

"Gapapa, bu Say juga memperbolehkan ambil sesukanya. Eh, lo tunggu di sini dulu. Gue lupa ambil pengait di dalam rumah," ujar Jintan.

"Langsung naik aja, Bang."

"Pohon itu nggak boleh dinaiki kata bu Say. Kalau boleh, ngapain gue susah mau ambil galah," sahut Jintan datar, lalu berbalik masuk kembali ke dalam kosan.

Thayang hanya mengangguk samar menanggapi itu. Ia memilih untuk tidak  bertanya, sebab akan percuma saja. Hal  aneh bukan sesuatu yang ia herankan lagi semenjak hadir di kosan ini. Thayang berjalan mendekati pohon mangga itu, ia kagum melihat banyak mangga yang berwarna kekuning-kuningan itu. Memang sedari kecil ini sangat menyukai buah itu. Hingga pendengaran Thayang menajam ketika mendengar suara tangisan seseorang. Thayang mengusap tengkuknya, ia mengedarkan mata ke sekeliling. Sampai netra kembarnya menangkap seorang gadis yang duduk di sebuah kursi tua yang berada di sudut halaman belakang itu.

"Itu kan Dahlia. Iya bener itu Dahlia," gumam Thayang memicingkan matanya."Tapi ngapain dia menangis sendirian di situ?"

Akhirnya Thayang memutuskan untuk mendekat. Mungkin ini saat yang tepat untuk menanyakan soal kejelasan gadis itu. Jujur saja, Thayang sering tak tenang semenjak bertemu dengan gadis yang menurutnya misterius itu.

"Dahlia, kamu kenapa nangis? Kenapa sendiri di sini nggak gabung sama yang lain di luar?" tanya Thayang seraya duduk di samping Dahlia. Namun gadis itu tak menyahut, ia tetap tertunduk dengan air mata mengalir.

"Muka kamu pucat banget. Pasti kedinginan ya duduk di sini? Makanya masuk aja," ucap Thayang lagi. Namun lagi-lagi tak ada sahutan dari gadis itu. Thayang melepas jaket yang ia pakai, lalu menyampirkan pada pundak Dahlia.

"Kalau ada masalah, kamu bisa cerita sama saya. Siapa tahu saya bisa bantu. Juga ... saya cukup penasaran dengan kamu. Kenapa kamu tinggal di gudang? Kenapa nggak mau bergabung sama yang lain, juga ... kamu sering menghilang saat ada penghuni kost yang lain pada datang. Kamu bisa cerita nggak?" tutur Thayang hati-hati, namun penuh harap agar gadis itu mau menyahutinya.

"Bantu aku ...," lirih Dahlia pelan. Thayang mendadak tak enak hati mendengar suara bergetar itu.

"Ba-bantu apa, Dah?"

Dahlia tiba-tiba menunjuk rumah bu Sayang. Thayang langsung mengikuti arah tunjuk gadis itu.

"Kenapa rumah bu Sayang? Kamu mau ke sana?" tanya Thayang bingung. Namun Dahlia malah menggeleng.

"Dicari kemana-mana malah mojok di sini. Ngapain sih lo?!" suara itu milik Jintan. Sontak membuat Thayang lagi-lagi menoleh pada pemuda itu.

"Maaf, Bang. Saya cuma ngobrol sebentar tadi," sahut Thayang seraya berdiri.

Jintan menatap Thayang heran. "Tuh jaket kenapa dilepas? Cuaca dingin gini juga. Aneh lo!"

"Tapi saya kan cowok, Bang. Lebih baik cewek yang pakai jaket saya," sahut Thayang salah tingkah.

Jintan lantas memegang dahi Thayang, lalu mengernyit. "Lo nggak demam. Apa ini karena efek jomlo tiga tahun? Jelas-jelas jaket lo tuh cuma teronggok di kursi. Mana ceweknya?"

Thayang terhenyak, ia dengan ragu menoleh ke belakang. Mata Thayang tertutup rapat kala hanya melihat jaketnya yang ada di sana. Mana Dahlia?

"Mungkin saya lagi berhalusinasi, Bang.  Cuma latihan kok supaya bisa nembak cewek," sahut Thayang tersenyum seadanya pada Jintan. "Ayo petik mangganya, Bang! Saya mau yang mentah juga buat dirujak," ucap Thayang. Sejujurnya ia mencoba mengusir rasa takutnya sebelum menjadi-jadi.

***

Hobeng berjalan keluar kamarnya, ia tak sengaja melihat Thayang yang hampir limbung sambil berpegangan di dinding. Lantas Hobeng lekas membantunya.

"Lo kenapa, Tha?" tanya Hobeng cemas.

"Badan saya lemas banget, Bang. Dari tadi siang. Gak tau kenapa," sahut Thayang. Memang wajahnya terlihat pucat dengan bibir yang kering.

"Duh, gimana ya. Terus nih lo mau ngapain? Biar gue bantu."

"Saya mau minum, Bang."

"Gue ambilin deh. Sekarang lo tunggu di sofa aja rebahan ya."

Tiba-tiba Koko datang, sepertinya pemuda itu baru pulang entah dari mana. Terlihat dari baju yang ia pakai terlihat bagus dan rapi.

"Kak Thaya kenapa, Bang Beng?" tanya Koko.

"Dia sakit. Lo bantu dia ke sofa deh. Gue mau ambilin air sama obat juga kalau ada," sahut Hobeng.

"Oke Adek bantu. Sini Kak Thaya," ucap Koko mengambil alih Thayang dari pegangan Hobeng.

Lalu Koko membantu Thayang menuju sofa. Thayang memejamkan matanya ketika sudah rebahan di sana. Sementara Koko memilih duduk di sampingnya.

"Kak Thaya kenapa bisa sakit gini? Mendadak loh ini, Kak," tanya Koko.

Thayang membuka matanya malas. "Nggak tau juga. Usai balik dari belakang rumah metik mangga bareng bang Jintan, badan udah nggak enak gitu."

Koko terlihat berpikir sambil sesekali melirik ke arah Thayang. Lalu menoleh ke penjuru rumah untuk memastikan tak ada orang yang mendengar mereka.

"Kak Thaya, soal gadis yang bernama Dahlia itu ... Kak Thaya jangan ladenin dia lagi. Kalau dia deketin Kak Thaya, pura-pura nggak denger atau nggak lihat aja. Pokoknya hiraukan aja sebisa Kak Thaya. Bisa kan, Kak?"




Bersambung...👻👻👻

📌Update Bagian 8
📆 Sabtu, 26 Desember 2020

Pohon mangga
Rumah bu Say
Jintan
Dahlia
Koko

Yang mana nih ada misterinya?😏

See you next chapter💕

Kosan 7 Pintu? [COMPLETED]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang