Dalilah

3.5K 277 61
                                    


"Selamat membaca"

"Jangan lupa vote dan komen!!"

***

Author's Pov

Bar Hermosa

Dalilah berdiri di tengah ruang pesta, cangkir anggur di tangannya

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Dalilah berdiri di tengah ruang pesta, cangkir anggur di tangannya. Wajahnya terlihat bersinar karena riasan malam itu, tetapi matanya memancarkan ketegangan. Di sudut ruangan, Tania mendekat dengan senyuman merendahkan.

"Sudah kubilang berapa kali, jangan berfantasi terlalu tinggi. Lihat! Semua orang menertawakanmu. Sadarlah! Kau tak bisa jadi Putri!" Tania menatapnya tajam sambil menyilangkan tangan di dada.

Gelas anggur di tangan Dalilah bergetar sebelum pecah di genggamannya. Dengan gerakan cepat, ia melemparkan pecahan kaca itu ke lantai, membuat beberapa orang menoleh.

"Apa pikiranmu begitu? Kau pikir aku tidak berusaha? Lihat aku sekarang, aku menjadi terkenal karena bakatku sebagai seorang penari. Mungkin saja ada seorang pangeran yang ingin melamarku lalu aku menjadi seorang putri!" Suaranya melengking, tatapan elangnya menusuk Tania.

Tania mundur selangkah, tertegun oleh keberanian Dalilah, tetapi tetap memasang wajah sinis. Dalilah tersenyum kecut, lalu meninggalkan ruangan dengan langkah tegas.

Di luar, Lusi, sahabatnya, mendekati Dalilah yang sedang duduk di bangku taman sambil memijat keningnya.

"Kau terlihat kesal," ucap Lusi sambil duduk di sebelahnya.

"Aku berurusan dengan Tania lagi," balas Dalilah, napasnya terdengar berat.

"Dia menjatuhkan khayalanmu lagi, huh?" Lusi mencoba menawarkan senyum simpati.

"Kau sama saja seperti Tania, pergilah!" Dalilah mengibaskan tangan dengan kasar.

Lusi berdiri, hendak meninggalkan Dalilah, tetapi kemudian membalikkan badan dan berkata, "Namamu tidak semanis dirimu."

Dalilah yang kesal langsung mengambil kursi kecil di dekatnya dan melemparkannya ke arah Lusi. Untungnya kursi itu tidak mengenai sasaran.

"Kau kekanakan sekali. Kau harus bisa menahan emosimu. Jika tidak, dirimu yang akan termakan oleh emosi itu," ujar Lusi dingin sebelum benar-benar pergi.

Dalilah mendengus, menggeram pelan. Ia kembali ke dalam kedai untuk memesan segelas anggur lagi, mencoba mengalihkan amarahnya. Namun suasana tak membaik.

Di tengah ruangan, ia melihat seseorang yang sangat dikenalnya. "Itu Frans?" bisiknya pada diri sendiri. Pria itu berdiri di pintu masuk, mengenakan jas yang rapi.

"Aku harus memberitakan hal besar ini kepada Frans. Dia pasti senang ketika tahu kalau kekasihnya menjadi penari andal di kota!" pikir Dalilah, semangat menyala di matanya.

Namun, langkahnya terhenti ketika ia melihat Frans meraih tangan seorang wanita berambut pirang yang kurus. Pria itu dengan lembut meraup pinggang wanita itu dan mengecup pipinya.

PLAK!

"APA YANG KAU LAKUKAN, FRANS?!" Dalilah menampar pria itu dengan keras. Semua mata di kedai tertuju pada mereka.

Frans memegang pipinya yang memerah, tampak terkejut. Tetapi ia segera tersenyum dingin. "Oh, santai saja, nona. Ini kekasihku. Katakan halo pada Tiana," ujarnya dengan nada mengejek.

Dalilah terpaku. Dunia seakan runtuh di sekitarnya. Frans dan Tiana berlalu, meninggalkan Dalilah yang berdiri kaku di tempatnya. Beberapa orang menatapnya dengan tatapan penuh sindiran.

"Menikah saja dengan pangeran! Bukankah kau ingin menjadi seorang putri?" ejek Frans sebelum benar-benar pergi.

Dalilah kembali ke mejanya, napasnya berat. Ia memesan segelas anggur lagi, tetapi kali ini ia tak sanggup menikmati rasanya. Tangannya gemetar saat mencoba mengangkat gelas.

"Minumlah. Kau ini jangan berharap pada Frans," suara lembut menyapanya. Dalilah mendongak dan melihat Elona, teman minumnya, menuangkan anggur.

Dalilah mendengus. "Terima kasih atas sopan santunmu," ujarnya datar.

Elona tersenyum kecil. "Cara duduk dan minum-mu seperti seorang putri saja. Tapi kita ini bukan orang kerajaan atau semacamnya. Terlalu sulit untuk berada di tengah mereka."

Dalilah mengangkat gelas, memutarnya layaknya seorang bangsawan, lalu meneguknya perlahan. Namun, tiba-tiba kerongkongannya terasa panas, seperti terbakar api.

"Elona, kenapa kerongkonganku terasa terbakar? Apa yang kau masukkan dalam gelas anggur tadi? Kau meracuniku?" Dalilah mencoba berteriak, tetapi suaranya hampir tak keluar. Tangannya mencengkeram lehernya yang terasa dicekik.

Tubuhnya terjatuh ke lantai, dan semua menjadi gelap. Ia mendengar suara-suara samar di kejauhan.

"Gadis ini yang membuat keributan sedari tadi, kan? Lihat apa yang terjadi padanya!"

"Menyeramkan, matanya terbuka. Coba kalian periksa apakah napasnya masih ada."

"Wanita ini sudah mati. Lihat badannya memucat."

Dalilah mencoba berteriak, tetapi suaranya tak terdengar. Segala yang ada di sekelilingnya terasa kosong, gelap, dan dingin.

"Aku ingin menjadi putri!" Jiwa Dalilah berteriak, tetapi hanya kehampaan yang menjawabnya.

Ia menunduk, memeluk dirinya sendiri, tubuhnya gemetar. Hawa dingin menusuk hingga ke tulangnya. Dalam keputusasaan, Dalilah teringat perkataan terakhir ibunya sebelum meninggal.

"Nak, jadilah seorang putri. Tidak peduli apa pun yang terjadi, angkatlah kepalamu. Kau lebih kuat dari yang kau pikirkan."

Air mata mengalir di pipi Dalilah. "Ibu, aku gagal. Maafkan aku..." bisiknya lirih. Tetapi ia hanya tenggelam lebih dalam dalam kehampaan yang membungkusnya.

Next...

Kalau kamu suka cerita ini, jangan lupa vote dan share ya!

🥰🥰🥰

The Main Princess✔️Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang