Apakah menyayangi seseorang ada alasannya? Padahal Tuhan menyayangi umatnya tanpa alasan
Ferdo
🌸
Berjam-jam mereka asik di mall, sampai lupa waktu. Langit yang tadi cerah berubah jadi gelap. Jam menunjukkan pukul 7 malam. Pantas saja dari tadi perut Luna berbunyi.
Mereka keluar dari mall, dan menuju restoran terdekat. Kata Ferdo, ada restoran baru buka. Walaupun menu makan nya ala-ala desa, tapi desain restoran nya sangat bagus. Ada nuansa estetik nya. Dan kalau mau menikmati makanan di luar, ada beberapa gazebo kecil. Tapi bisa untuk kumpul paling 5-7 orang. Cocok lah buat kaum muda atau tempat kumpul-kumpul keluarga, sambil foto-foto. Gedung restoran nya sampai lantai 3.
"Fer, lantai atas dong, yah." mohon Luna.
"Kenapa ga di lantai bawah aja? Kan gaperlu naik lift."
"Gue mau liat pemandangan malam dari atas. Ayolah, sesekali turutin kemauan gue yahh."
"Baiklah." mereka pun naik ke lantai tiga sesuai permintaan Luna. Sebelum itu mereka pesan makanan dan minuman.
"Woww, bagus banget pemandangannya." ucap Luna kagum. Gelapnya malam, ditambah angin sejuk membuat Luna tak henti kagum. Luna mengambil beberapa foto di hp nya, lalu upload ke feed instagram.
"Duduk Lun, makanan udah datang."
Luna mengangguk lalu menghampiri meja mereka berdua. Sebelum makan, mereka berdoa dulu. Biar setan gak ikut tertelan di mulut.
***
Disinilah mereka berada. Berdiri di tempat tadi Luna foto. Tidak jauh dari meja makan mereka.
"Gue baru tau ada restoran ini. Dan ternyata lo jago juga milih restoran." ucap Luna mengawali percakapan.
"Lo suka?"
Luna menatap Ferdo, lalu mengangguk sambil tersenyum. "Suka. Banget malah."
"Tapi gue lebih suka lo." ujarnya pelan.
Deg.
Luna terkejut mendengar ucapan barusan. Luna pikir, setelah berhari-hari menjauh dari Ferdo, rasa suka ke Luna perlahan hilang. Ternyata tidak. Atau mungkin, semakin besar.
"Lo yakin suka sama gue?"
"Kalau gue ga yakin, buat apa gue nembak lo waktu itu?"
Luna terdiam. Tidak tau harus jawab apa lagi. Atau bahkan takut mau jawab apa. Pembahasan kali ini terlalu berat bagi nya. Ya, bagi Luna.
Bukannya gak bersyukur, tapi Luna bingung. Dari sudut pandang mana kah yang membuat seorang Ferdo suka sama dirinya? Bahkan langsung nembak dia. Padahal mereka baru dekat semenjak kelas 12. Lebih tepatnya, pas ujian nasional. Dan itu pun baru 2 bulan mereka dekat.
Kata orang, rasa suka dan cinta bisa datang kapan saja dan dimana saja. Bisa jadi cepat, bisa jadi butuh waktu berbulan-bulan. Dan kata orang, mereka sibuk mencari jodoh yang pas, padahal jodohnya itu di depan mata. Bahkan, orang terdekat. Tapi Luna tidak percaya itu. Menurutnya cinta itu hoax. Palsu. Pada akhirnya mereka akan saling berpisah, dan saling menyakiti satu sama lain. Dan Luna tidak percaya perihal cepat nya timbul cinta. Apalagi ada lagu cinta pada pandangan pertama. Hoax itu.
Semoga dia gak ungkit pertanyaan minggu lalu. Doa nya dalam hati.
"Kalau gue tagih jawaban dari lo, gimana?"
Mampus gue.
Kali ini semesta tidak berpihak ke Luna. Luna tidak tahu harus jawab apa. Padahal baru aja dia berharap Ferdo tidak mengungkit pertanyaan itu lagi.
"Kok lo diam sih? Ada yang salah sama pertanyaan gue?"
Luna menghembuskan nafasnya. Lalu menggelengkan kepalanya. "Tidak. Lo gak salah."
"Terus?"
Luna terdiam sejenak. Menghela napas pelan, lalu mengalihkan pandangannya ke bawah."Gue bingung. Apa sih kelebihan gue? Apa yang menarik dalam diri gue sehingga lo pengen banget pacaran sama gue? Gue banyak minus nya, Do. Gue ga se perfect cewe lain. Apa yang lo banggakan dalam diri gue?" tanya Luna.
Cantik? Tidak. Luna merasa tidak cantik. Bahkan dia iri sama saudara nya. Setiap hari perawatan, skincare, jadi nya muka nya terawat. Luna? Boro-boro. Gimana mau perawatan, kalau tiap hari stres. Jam tidur pun berantakan.
Ferdo balik badan, menghadap Luna. "Tatap gue." suruhnya.
Luna menatap mata nya. Tatapan matanya yang biasanya tegas, kini berubah. "Gue suka ataupun sayang sama lo, itu murni dari hati. Sampai hari ini, gue gak punya alasan mengapa gue sayang sama lo. Karena rasa gue ke lo itu tulus. Apa adanya."
"Dan satu lagi, rasa sayang gue ke lo sama seperti rasa sayang Tuhan ke umat Nya, tulus tanpa alasan." lanjutnya.
Jawaban Ferdo membuat Luna terdiam. Jantungnya seperti di ruang diskotik, berdentum terus. Apalagi tatapan Ferdo membuat jantungnya semakin tak karuan.
"Gue gabisa, maaf."
Tiga kata sukses membuat tatapan teduhnya berubah jadi tatapan kecewa. Padahal bukan itu jawaban yang dia ingin kan.
"Mengapa? Apa gue gak sesuai kriteria lo?"
***
Lanjut? Ramein skuy❤
KAMU SEDANG MEMBACA
Luna
Teen Fiction(FOLLOW DULU BARU BACA. JANGAN LUPA VOTE SAIANG) Bukan anak broken home. Punya keluarga, serasa gak punya keluarga. Keluarga utuh, tapi kurang kasih sayang. Semenyedihkan ini gue sekarang. Dan itu yang buat gue mati rasa. Maaf, bukannya gue kurang...