25. PANGERAN SEKTE

1.7K 116 5
                                    

Pukul 19:20

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.


Pukul 19:20

Andra bangun pada malam harinya. Ketika dia membuka kelopak mata, dia menyadari jika dirinya sudah terlentang sambil telanjang bulat.

Kedua tangan berserta kedua kaki Andra diikat ke besi kokoh yang ada di sisi kanan kirinya, memaksa Andra mengangkangkan kedua kakinya tinggi-tinggi ke atas.

Bukan hanya itu saja, ada besi pipih yang melingkar di pinggang Andra, besi melingkar itu rupanya sudah dibaut ke besi yang ada di lantai, menahan badan Andra agar tidak bisa bergerak.

Andra tentu saja meronta-ronta, dia ingin kabur dari tempat tersebut. Tapi sekali lagi, lengan kokohnya tidak mampu melepaskan ataupun menumbangkan besi kokoh yang ditanamkan di sisi kanan kirinya.

Andra lalu memperhatikan keadaan sekitar, dia tahu dirinya masih berada di aula yang sama. Hanya saja ada tambahan besi dan enam obor yang menyala di sekelilingnya.

"Bau apa ini?" Andra mencium bau amis di sekitarnya, "Sialan! Ini darah hewan!"

Walaupun kesulitan bergerak, Andra tetap berusaha menengok kanan, kiri, bawah ataupun atas.

Andra kemudian menyadari jika dirinya sedang berada di tengah-tengah lambang bintang enam yang dibuat dengan darah hewan.

"Mereka pasti nyiapin semua ini pas aku lagi pingsan!" batin Andra, "Kalo aku aja nggak bisa gerakin pinggang, gimana caranya aku bisa kabur?"

Tiba-tiba pintu aula terbuka.

Tiga pria bertopeng masuk ke dalam aula. Ketiganya memakai jubah hitam. Andra sudah tahu jika salah satu dari ketiganya adalah Julian.

Andra menengok ke arah pria berjubah hitam yang mengenakan bros berlogo angka dua, "Lepaskan aku, Julian!"

"Dia kenal kamu?" tanya pria berjubah hitam di sampingnya, pria itu mengenakan bros berlogo angka satu.

Dari logatnya berbicara, Andra sudah bisa menyimpulkan jika pria itu bukan berasal dari Indonesia.

Julian pun membuka topengnya, "Dia ingat suaraku, Marco."

"Mengesankan!" kata pria bernama Marco itu, "Aku suka bottom pintar."

"Buka aja topeng kamu." timpal pria satunya lagi, dia memakai jubah hitam dengan bros berlogo angka tiga, tangan kirinya membuka topeng di wajahnya, "Udah nggak ada anggota luar kok."

"Oke, Anggapati." Marco pun membuka topeng di wajahnya.

Seperti dugaan Andra, pria bernama Marco itu bukanlah orang Indonesia.

Sekarang Andra bisa melihat ketiga wajah orang-orang itu. Melihat penampilan mereka, Andra bisa menebak jika usia Marco dan Anggapati tidak terpaut jauh dari usia Julian.

"Kamu suka kontol Italia, Andra?" Marco terkekeh, "Aku jamin kamu pasti suka."

"ANJING!" mulut keras kepala Andra memaki ketiga orang itu, "LEPASKAN AKU!"

Ketiganya malah tertawa.

Julian berjongkok mendekati tubuh Andra, dia kemudian menutup mulut Andra dengan lakban hitam di tangannya, "Biar nggak bisa ngomong kasar lagi."

"Mmphh ... mmphh ..." Andra berusaha meronta.

Marco dan Anggapati pun ikut berjongkok, keduanya mengolesi seluruh tubuh Andra dengan madu.

Saat jari tangan Marco mengoleskan madu ke lubang pantat Andra, tubuh Andra tersentak, pria tegap itu meronta-ronta.

"Hahaha ..." dari samping Marco, Julian tertawa, "Sebentar lagi ritual penanaman benih akan dimulai."

"Pantatnya mulus." Anggapati menepuk-nepuk pelan pantat Andra, "Memek istriku nggak semulus ini."

Andra tidak bodoh, dia tahu dirinya akan diperkosa habis-habisan oleh ketiga pria berusia empat puluhan itu.

"Kalian berani memulai ritual tanpa sepengetahuan saya." ujar seorang pria.

Julian, Marco dan Anggapati serentak menoleh ke arah sumber suara.

Di dekat pintu aula sudah berdiri seorang pria memakai topeng dengan jubah merah.

Ketiganya berdiri, seolah-olah menyambut kedatangan pria tersebut.

"Belum ritual tapi udah berani nyentuh permaisuri?" tanya pria berjubah merah, nadanya sedikit kesal, "Nggak ada yang boleh nyentuh Candra sebelum saya ijinkan!"

"Maaf, pangeran." ucap ketiganya serentak.

"Siapkan ritual!" perintah si pangeran.

Andra menatapi pria bertopeng itu.

Julian, Marco dan Anggapati kini sedang memegang sebuah dupa berwarna hitam yang telah dibakar. Andra tahu jika dupa tersebut bukanlah dupa yang biasa dipakai untuk sembahyang keagamaan.

Dupa untuk sembahyang biasanya akan mengeluarkan wewangian setelah dibakar, seperti wangi melati, sedap malam, hio, green tea, dll.

Tapi lain halnya dengan dupa yang sedang dipegang ketiga orang itu, dupa itu mengeluarkan bau yang sangat pekat, baunya mirip seperti karet ban yang sedang dibakar.

Dupa berwarna hitam itu kemudian ditancapkan di setiap sudut lambang bintang enam di samping obor yang menyala.

Tak lama keempat orang itu berlutut mengelilingi tubuh Andra, keempatnya merapalkan mantra bersama-sama.

Anda tidak terlalu mengerti arti dari mantra itu, tapi satu yang pasti dia tahu mantra itu berbahasa Bali.

Setelah merapalkan mantra, Julian, Marco dan Anggapati keluar dari aula, menyisakan Andra dengan pangeran sekte berjubah merah.

"Aku tahu dari tadi kamu penasaran sama wajahku." si pangeran sekte itu seolah bisa membaca pikiran Andra, "Kita sudah saling kenal, Candra."

Si pangeran sekte membuka jubah merahnya, tubuh telanjangnya pun langsung terekspos oleh mata Andra.

Biasanya kebanyakan pria gay akan tergoda dengan pria bertubuh gempal nan macho seperti tubuh si pengeran sekte itu, tapi berbeda dengan Andra, pria tegap yang dipaksa mengangkang itu sama sekali tidak tertarik.

Bagi dirinya hanya tubuh kekar Rilian yang mampu membuat Andra bertekuk lutut.

"Kenapa kamu nggak ngaceng?" si pangeran sekte rupanya menyadari kelamin Andra tidak ereksi, "Oh ... mungkin karena kamu belum lihat wajah aku."

Si pangeran sekte akhirnya membuka topeng di wajahnya.

Seketika Andra terkejut, wajahnya melongo tak percaya.

"Om Daraka?" batin Andra.

***

White Lion - When the Children Cry (2006 Remaster)

YOUR WARM WHISPERS [THE END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang