ARJUNA POVHari ini sebel banget sama si Shinta. Dasar gak punya akhlak banget. Diajak ketemu klien ganteng, malah tebar-tebar pesona. Gak tahu diri banget. Apa dia gak nyadar kalo bosnya ini jauh lebih ganteng.
Emang sih muka Alan ganteng, tapi kan masih 11 12 ma aku. CINTAI PRODUK DALAM NEGRI, SIS...
Ngapain sih pakai senyum-senyum segala. Jaga tuh mata jangan sampai lepas. Gara-gara ulahnya, aku sampai beberapa kali salah ngomong. Untungnya gak berakibat fatal.
Malam ini aku terbang ke Swiss, Eliza menelponku untuk menemaninya disana maklum sudah lama kami gak ketemu. Katanya dia rinduuu.
Rencananya aku akan liburan disana selama 2 minggu, menghabiskan waktu yang romantis bersama calon tunanganku.
Gak tahunya bayangan sang mantanku dan putra kami, Abiem. selalu berkelebat di pikiranku. Dimanapun aku menginjakkan kaki hanya bisa melihat wajah dua orang yang kucintai itu.
Eits..... Tunggu... "KUCINTAI"....sejak kapan?? Aku menolak kata2 terakhirku. Cuman Abiem aja yang kucintai.... Emaknya enggak.
Hari ini aku menemani Eliza yang sedang melakukan pemotretan. Banyak sekali cowok-cowok bule, berkulit putih, tinggi dan ganteng disini... Ini maahhh seleranya emaknya Abiem. Bisa ngiler dianya jika aku ajak liburan kesini.
Dan sudah kubulatkan tekad, tak kan pernah ngajak dia ke luar negri manapun. Daripada bikin malu.
Aaahhhh.... Lagi-lagi aku teringat mereka berdua.
"Sayaaaanggg, Maaf yaa!! Pemotretannya belum kelar. Mungkin nyampe malam nih." Kata Eliza merasa bersalah padaku.
Aku hanya tersenyum. Kukecup keningnya dengan mesra.
"Aku tinggal jalan-jalan dulu yaaa!! Ntar kabari aku kalau udah selesai!!" Pintaku padanya. Diapun mengangguk patuh.
Ku berjalan menelusuri jalan di Swiss, sebuah kota romantis. Langkahku terhenti disebuah taman. Kulihat banyak sekali pasangan yang menghabiskan waktu dengan buah hati mereka. Tawa riang mereka, senyum mereka, membuatku iri.
Tiba-tiba entah kenapa, hatiku terasa sakit. Aku merindukan mereka. Mereka yang kutinggalkan dinegriku, demi menyusul calon tunanganku. Kubulatkan tekad, malam ini juga aku harus pulang kembali ke Indonesia.
Aku berpamitan pada Eliza, bilang kalau ada panggilan bisnis yang mendesak dan tak bisa diwakilkan. Kulihat kekecewaan diwajahnya.
Penerbangan yang sangat panjang dan melelahkan tak menyurutkan niatku untuk segera bertemu mereka. Kubawakan banyak sekali mainan untuk Abiem. Tentu saja juga ada jatah untuk emaknya Abiem, mama dan juga mbak Dyan.
Tapi sayangnya begitu sampai didepan rumah bercat biru itu aku harus kecewa. Pintunya terkunci, menurut tetangga mereka sudah pergi 2 hari yang lalu. Tapi kemana perginya tak ada yang tahu.
Aku kembali ke rumah dengan kecewa. Dengan langkah gontai ku masuki rumah besarku. Ada kekecewaan besar dihatiku karena rindu yang belum terobati.
Namun sayup-sayup, kudengar suara gelak tawa dari dalam rumah. Dan suara-suara itu, sangat familiar ditelingaku. Buru-buru aku berjalan cepat ke ruang keluarga. Kutinggalkan semua barang bawaanku di ruang tamu.
Dan benar saja, sosok-sosok yang membayangiku akhir-akhir ini ada di sini, dirumahku.
"Om Junaaaa." Abiemlah yang pertama kali menyadari kehadiranku.
Kupeluk erat buah hatiku yang tampan ini. Kuciumi wajahnya, pipinya, alisnya, matanya, bibirnya, hidungnya. Tak ada yang luput.
Dan emaknya hanya memandangku dari kejauhan sambil tersenyum.
Aku tak berani memeluknya kendati ingin. Takut kena gamparan.Abiem sangat antusias membuka semua oleh-oleh dariku. Tak henti-hentinya, bibirnya tersenyum.
"Abiem suka??" Tanyaku sambil mendudukkannya dipangkuanku.
"Iyaaa.... Makasih om Juna!! Kemarin oma juga beliin Abiem banyak sekali mainan." Katanya penuh bahagia.
"Omaaaa???" Tanyaku mengernyitkan kening
"Iyaa!! Omaaaa, Nayla" jawab Abiem polos
Mataku menatap kesal pada emaknya Abiem.
"Kenapa Abiem manggil mamaku,
Oma...??" Tanyaku pada Shinta"Yaaa, emang mama Nayla, omanya Abiem." Jawab Shinta dengan wajah tanpa dosa.
"Lalu kenapa Abiem manggil ke aku, dengan panggilan 'om'." Protesku
"Yaaa, emang Pak Juna itu omnya Abiem." kilahnya lagi.
Ingin rasanya kujitak tuh orang.
"Anak mama kan satu, cuman aku doank. Emangnya kamu kawin sama anak mama yang mana??" Kesalku."Aku gak kawin, Pak. Tapi nikah..!!" protesnya.
Saking kesalnya kukejar dia.. Dia berlari bersembunyi dibelakang mama dengan wajah mengejek.
"Awas kau kalau ketangkep.." Kesalku.
Tawa meledak memenuhi ruangan keluarga yang sudah lama sunyi dan hampa.
*******
Malam ini kami berlima melingkar main kartu bersama. Dan yang kalah mukanya harus dicoret dengan bedak putih. Abiemlah yang bertugas jadi juru coretnya. Terlihat dia dengan antusias mencoretkan bedak ke wajah mama dan mbak Dyan. Cuman aku dan Shinta yang wajahnya masih aman. Wajah mbak Dyan dan mama sudah belepotan putih semua, layaknya si badut sirkus.
Namun kali ini, giliran akulah yang kalah. Semua terlihat tertawa bahagia. Abiem sangat antusias melukiskan kumis di wajahku. Semua sontak tertawa.
Mendadak Shinta berteriak.
"Abiem, Jangan!! Kalau om Juna dicoret kayak gitu ntar ilang gantengnya." Kata Shinta dengan wajah prihatin melihatku dengan lukisan konyol Abiem diwajahku.
Dihapusnya coretan bedak di wajahku dengan lembut. Aku merasa trenyuh. Mama dan mbak Dyan langsung protes kepada Shinta.
"Hey, Shin!! Gak adil itu!!" Protes Mbak Dyan.
"Bener, Shin!! Juna kan kalah, jadi dia harus dihukum juga donk. Jangan pilih kasih." Ucap Mama gak terima.
Shinta tak menggubris protes dari keduanya, dia malah menatap wajahku lekat-lekat.
"Harusnya om Juna tuh dicoret kayak GINIIIII.....!!!" Dengan gemas shinta meraih bedak banyak-banyak. Dan mengoleskannya ke seluruh mukaku.
Aku sampai terbersin beberapa kali. Karena serbuk bedaknya terhirup hidungku. Semua tertawa memandangku, tak terkecuali mama. Beliau tertawa terpingkal pingkal sampai matanya berair.
Sudah lama aku tak pernah melihat mamaku sebahagia itu. Sepeninggal papa, mama jarang sekali tertawa. Beliau selalu larut dalam kesedihan.
Hanya melihat foto album kenangan masa lalu, yang bisa mengobati rasa sepinya. Dan sering aku melihat mamaku diam diam menangis dibelakangku.
Namun kini, kehadiran Abiem dan Shinta dirumah kami menjadi obat paling mujarab buat mengobati kesepian mama.
Terimakasih, Shin. Kau telah mengembalikan tawa diwajah mamaku. Dan terimakasih pula telah menjaga dan merawat putra kita dengan baik meski tanpa didampingi olehku.
KAMU SEDANG MEMBACA
BOSKU MANTAN SUAMIKU
RomanceKukira takdir kami telah terputus sejak 5 tahun lalu. Saat dia menceraikan aku dan mengusir aku dari rumahnya. Namun aku salah.... Kami dipertemukan kembali dengan takdir yang baru, sebagai atasan dan bawahan. Sifat arogan dan kasarnya padaku semak...