32. Sebuah Lagu

422 74 55
                                    

Matahari sudah terbit sejak beberapa jam yang lalu, tapi Yeri masih belum mau berpindah dari kasurnya. Ia belum melakukan apapun, hanya memainkan handphone miliknya sampai berjam-jam, membuat Mark harus turun tangan demi cewek satu ini.

Begadang memang benar-benar nggak baik. Bikin bangun kesiangan yang akhirnya mengakibatkan cewek itu hampir melewatkan sarapan paginya, hanya demi bermalas-malasan diatas ranjangnya.

Mark sudah bangun terlebih dahulu, entah sejak pukul berapa. Tapi sebelum matahari menampakkan dirinya, Mark sudah membuka matanya, dan berolahraga pagi di halaman villa hijau ini, sembari menikmati suasana paginya yang sejuk.

Mark membuka tirai jendela di kamar Yeri, lalu kembali menghampiri Yeri yang sedang berbaring di atas tempat tidurnya, "jangan main hp terus, ayo dong itu dimakan."

"Aku nggak mau makan bubur." Balas Yeri dengan singkat.

Mark mendudukkan dirinya di tepian tempat tidur, "kok gitu sih? Kan harus makan dulu, biar kamu bisa minum obatnya."

Sungguh sangat disayangkan. Disaat harusnya Yeri bisa melarikan diri dari pikiran skripsinya, ia malah kembali jatuh sakit setelah mempersiapkan berkas pendaftaran ujian skripsi.

Gimana nggak sakit? Banyak berkas yang harus diverifikasi. Selain itu, Ia juga harus mengejar dosen pembimbingnya, ketua program studi juga wakil dekan kesana kemari demi tanda tangan dan bimbingan. Berjaga didepan ruang dosen dari pagi sampai sore. Bahkan melewatkan sarapan dan terlambat makan siang bukan hal yang aneh lagi. Nggak pernah diduga, ternyata akhir semester tujuh dan awal semester delapan akan semenyebalkan ini.

"Aku mau makan, tapi nggak mau makan bubur." Yeri masih saja menolak.

"Terus maunya apa?"

"Makaroni ngehe level empat."

Sebenarnya Yeri nggak bisa dibilang sesakit itu. Memang Mark aja yang lebay, makan nasi aja masih bisa dan masih terasa enak banget. Ini malah dikasih bubur.

"Nggak usah ngadi-ngadi kamu, makan bubur udah paling bener ini. Mana ada orang sakit makannya begituan?"

"Ada, nih aku." Yeri malah dengan penuh kepercayaan diri membanggakan dirinya.

Tentu saja Mark jadi kesal. Ia langsung mengambil sesendok bubur yang telah diaduk dan menyuapkan untuk Yeri, "udah ini ayo dimakan."

"Kenapa diaduk si Mark?!" Cewek itu langsung kesal, "aku kan tim bubur ga diaduk, bentukannya jadi kayak tanah liat kecampur akar rumput tau gak?! Burik banget!"

Mark tersenyum. Yeri tetaplah Yeri, mau bagaimana pun perempuan ini tetap sama seperti dahulu. Random banget dan suka marah-marah nggak jelas. Bikin gemes.

"Kenapa malah senyum sih? Aku nggak lagi ngelawak ya Mark."

Mark menggelengkan kepalanya, "iya-iya enggak ngelawak— tapi apa mendingan aku aja ya yang sakit? Pengen minta ke Tuhan biar sakitnya di tuker."

"Huss!" Yeri langsung marah, "udah bener-bener sehat kok malah minta sakit, kalau sakit beneran gimana?"

Mark menatap Yeri dengan tatapannya yang begitu dalam, "Nggak masalah, yang penting kamu sehat."

Agak geli juga mendengarkan Mark berkata hal semacam itu. Pasalnya, cowok satu ini memang nggak suka dengan segala sesuatu yang ada kaitannya sama gombalan. Dia sendiri aja geli, apalagi yang dengerin. Merinding kali ya?

Anehnya, kali ini Mark nggak terdengar lagi ngegombal. Juga nggak terdengar menggelikan. Dari sorot matanya, cowok dihadapan Yeri ini terlihat tulus. Entahlah, perasaan Yeri pun jadi campur aduk. Tapi ia juga lega, Mark masih ada disampingnya untuk dirinya.

SEMESTER AKHIR; Jung Jaehyun [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang