-¦- -¦- -¦- 22 -¦- -¦- -¦-

39 6 0
                                    


'SIALAAAAAAANNNNNN! KENAPA MEREKA ADA DI DEPAN GUE! BANGSAT!'

Dewa melirik ke belakang, begitu juga Wahyu. Mereka sama-sama menatap benci. Mencibir dalam hati kenapa harus menolong gadis itu. Di saat mereka sama-sama ingin terlihat keren.

'Dasar sok jadi pahlawan kesiangan!' batin Dewa.

'Cih! Sok keren,' cibir Wahyu di hatinya.

Di depan sana, wajah Fifi merah padam. Badannya panas. Dia malu sekali. Buru-buru dia bangun, berdiri gugup. "G--gue--gue ke kamar mandi dulu,"

Fifi kabur, Dewa dan Wahyu mengeluh kecewa. Bola di tangannya dia lempar jauh. Sama-sama berdiri di sana, masih melihat kepergian Fifi.

"Aah! Gara-gara lo nih," celetuk Dewa.

Wahyu menghela napas. Kenapa dia terus yang di salahkan? "Jelas-jelas dia itu ngindarin lo dari tadi pagi. Gara-gara lo, lah!"

"Dia nggak hindari gue," kata Dewa yakin.

Wahyu tertawa getir. Menabrakan pundaknya pada Dewa, membalas yang tadi. "Terserah lo,"

Wahyu kembali bermain bola. Ada percakapan di tengah lapangan dengan beberapa anak. Sedangkan Dewa berdecak, pergi dari sana. Sepertinya ke arah kantin.

Tapi selain mereka. Di ujung sana ada mata menatap tajam. Itu Reza, berdiri menyender pada dinding. Tanganya dia lipat di dada. Dia menyeringai benci. Sejak awal dia sudah di sana, memperhatikan mereka bertiga. Terutama kejadian unik itu.

Reza berdecak, pergi dari sana. "Cih! Dasar! Gue harus ngomong sama tuh cewek,"

-¦- -¦- -¦- -¦- -¦- -¦- -¦-

Fifi membanting pintu kamar mandi. Dia masuk ke dalam, mengigit kukunya. Panik sendiri. Di depannya ada wastafel dengan kaca besar, terpantul wajah gelisahnya. Di dalam hanya dirinya, sepi tapi di pikirannya. Ramai sekali. Bahkan sangat berisik.

'Sialan! Sialan! Sialan! Gimana ini?'

Dia lemas, menopang dirinya di atas wastafel. Memandang pantulan dirinya dengan risih. 'Sialan! Makin nggak karuan pikiran gue. Sialan! Kenapa tuh dua orang ada di depan gue! Kenapa mereka ada di situ?'

"AAAAHGGGGT ANJING!" Pekik Fifi. Memegang kepalanya dengan dramatis.

Keran dia putar kasar, lantas mencuci mukanya tidak santai. Membasuh beberapa kali. Wajahnya basah, rambut juga kerah bajunya. "Aahh! Kenapa? Kenapa gue harus mikirin mereka? Trus kenapa juga semua hal harus mengarahkan kalau mereka itu anak tawuran dan anak balapan!"

Fifi mengusap wajahnya, dia lesu. "Huft! Ya allah! Tolong hamba!"

Aneh sekali mereka seperti itu. Apa yang sebenarnya terjadi? Apa ini karena ucapannya kemarin dan waktu itu? Tentang dia yang begitu aneh mengatakan kalau ujungnya nanti dia akan menjadi salah satu kekasih mereka? Ayolah! Itu hanya bercanda! Dia tujuannya hanya ingin mereka menjauh, di dalam hatinya tidak ada rasa suka sedikitpun pada dua laki-laki mesum itu. Dia sudah cukup puas dengan laki-laki di dalam khayalannya dan sekali lagi tipe cowoknya itu adalah anak tawuran dan anak balalan.

Namun bukan mereka! Dan dia akan sekeras mungkin menolak kalau mereka bukan seperti apa yang dia bayangkan.

Lalu sekarang apa yang harus dia lakukan di kondisi seperti ini? Kalau di cerita pasaran yang sering dia baca setelah ini pasti dia akan kena bully oleh para fans mereka. Ada pertengkaran lalu berakhir cinta yang romantis.

Mendadak Fifi mengangkat wajahnya. "Nggak mungkin, kan?" katanya. "Masa gue bakalan di bully? Gue di tampar, gue di jambak trus di keroyok sama lima cewek cabe. Gue yang kaya gembel akhirnya di tolongin sama mereka berdua, di bawa ke UKS. Trus ciuman!" Lagi-lagi matanya membulat, menampar pipinya. "Apa? Ciuman! Lo gila sumpah! Aahhhhgggt!"

How To Meet You [ TAMAT ]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang