Alandra kembali menguci diri di kamarnya, dia berusaha menghindari keluarganya terutama saudara lelakinya yang membuat dirinya menangis hari ini. Perempuan berusia 21 tahun itu menangis sangat sedih hingga matanya bengkak, tetapi dia selalu berusaha agar tidak ada yang mendengar suara tangisnya, dia selalu ingin berteriak untuk memuaskan emosinya yang sudah tertahan terlalu lama. Kali ini emosi telah memuncak ia pun menutup mulutnya dengan bantal dan teriak sekuat tenaga, memukul-mukul bantal hingga menyakiti dirinya. Sungguh malang nasibnya, apa yang membuat kakaknya begitu membencinya?
Alandra sesungguhnya dikenal sangat baik, rajin dan penuh kasih sayang. Orangtuanya sangat mencintainya, hal itu menjadi alasan tepat mengapa orangtuanya memberikan perlakuan khusus pada dirinya. Namun, inilah dunia bagaimana pun Alandra berusaha tetap saja ada yang membencinya terutama Alex saudara laki-lakinya. Selalu sinis dan kasar padanya, ia sangat membenci adik cantik yang manis senyumnya kata orang.
Alandra selalu ingin seperti kakaknya yang bebas dan bertindak seseuai keinginannya. Alex tidak ingin diperintah dan bisa menentang jika tidak sesuai dengan keinginannya. Sedangkan Alandra harus menurut meskipun itu berlawanan dengan hatinya, ia sangat benci menjadi pusat perhatian tetapi ia diharuskan mengikuti balet dan les piano oleh orangtuanya, dia lebih menyukai menyendiri dan ingin meneruskan kuliahnya.
Hari ini orangtua Alandra pergi untuk menghadiri pertemuan bersama wali kota membahas perjodohan Alandra, tentu gadis itu menolak ikut dan memilih diam di rumah. Sebab dia sangat tidak setuju akan peejodohannya. Alandra tahu persis risiko yang akan diambil saat orangtuanya tidak ada. Alex akan sesuka hatinya memaki dan menyiksa batin Alandra.
Orangtuanya sudah pergi, Alex akan segera turun dan memaksa Alandra keluar dari kamar. Kali ini Alex membawanya ke meja makan dan menyuruhnya untuk diam dan mengikuti kata-katanya.
"Gadis bodoh! Kaumemilih bersamaku di rumah meskipun tahu aku sangat ingin kamu tiada?"
Alandra tetap diam dan menahan air matanya. Alex tiba-tiba pergi dan menyiramnya dengan air dan kembali memakinya, "Apakah kamu sangat senang telah menjadi kesayangan semua orang dan membuat aku tidak berharga? Dasar munafik!"
Alandra memberanikan menatap mata Alex dan bicara. "Alex tolong bunuh aku, aku tidak ingin berpura-pura baik lagi. A-aku telah lama mati. Sekarang aku menjadi Alandra yang dikenal orang ... aku ingin sepertimu, Alex yang bebas menentukan hidupmu!" Alex sangat terkejut mendengar itu, hatinya merasa Alandra tak layak menjadi seperti dirinya. Kini mereka saling menatap, terpancar dari mata mereka kesedihan yang begitu dalam.
"Alandra ... apakah begitu berat menjadi dirimu?" Alex menangis dan memeluknya, sesungguhnya Alex sangat tau adiknya tidak menyukai perjodohan itu, tetapi hal itu menjadi kesenangannya tersendiri karena bisa melihat adiknya sedih. Alex sangat menyesal.
"Alandra, apakah kamu seputus asa itu? Aku yang seharusnya merasakan ini, kamu dipenuhi cinta, tetapi kenapa kamu merasa begitu sedih?" Alex terus menatap Alandra, tetapi dia hanya menunduk dan menangis.
Tiba-tiba ada suara mobil orangtuanya datang. Alex dan Alandra bergegas naik ke kamar mereka. Orangtuanya tidak tahu apa yang terjadi. Ibunya hanya melihat meja makan yang berantakan tetapi tidak peduli yang terjadi. Baik ibu dan ayahnya sungguh tidak peduli apakah ada hal buruk terjadi pada anak mereka.
***
Seminggu dari kejadian itu, Alandra dan orangtuanya bersiap untuk lamaran dari anak wali kota yang terkenal akan ketampanannya namun tak bermoral. Alex tidak ingin tinggal diam, dia merasa bersalah jika membiarkan adiknya begitu saja sementara sudah lama ini dia telah salah menilai adikny.
Dilihatnya Alandra yang terus menunduk dan mengepal tangannya membuat Alex memberanikan diri untuk membawa Alandra pergi. Namun, saat Alex mengutarakan niatnya, Alex pun mendapat tamparan di kedua pipinya.
"Anak bodoh! Mengapa kamu tiba-tiba peduli? Urus saja urusanmu!" Ayahnya sangat marah lantas mengusir Alex.
"Pergi kamu! Anak tak berguna!"
Alex menatap Alandra. "Alandra, ini kesempatan terakhirmu untuk hidup bebas. Jelaskan dan pergilah bersamaku!" Alex berteriak sambil digiring pergi oleh bodyguard ayahnya.
Alandra sangat terkejut mendengar Alex. Rasa beraninya tiba-tiba muncul. Alandra berteriak, lambat laun berubah menjadi tangisan histeris. Ayahnya sangat terkejut, karena saat bersamaan keluarga dari wali kota datang dan melihat kejadian tidak semestinya. Putranya yang diusir, putrinya mengamuk dan keadaan saat itu sangat berantakan.
Ayahnya menampar Alandra dan mengejar calon besannya. Alandra segera pergi, ibunya tidak bisa menahan putrinya yang sangat emosi dan membiarkannya pergi bersama Alex.
Keluarga itu sangat kacau saat ini, namun kini kesempatan hidup baru di dapatkan Alex dan Alandra mereka pergi ke rumah kakeknya yang telah lama meninggal. Di sana Alex mulai menjual berbagai barang untuk keperluan petani, Alex juga mengumpulkan uang untuk Alandra melanjutkan kuliahnya ke kota.
Beberapa tahun kemudian Alandra sudah menjadi dokter dan Alex menjadi pengusaha terkenal, mereka berniat mengunjungi orangtuanya yang tersebar kabar bahwa sedang sekarat.
Mereka pergi dengan ragu.
Ternyata kabar itu memang benar, orangtua mereka telah sekarat, meskipun mereka terkenal dengan kekayaannya tetapi mereka kesepian.
Mereka sangat terharu melihat anaknya yang terlihat rapih dan sehat. Alandra mulai mendekati kedua orangtuanya dan ternyata disambut dengan pelukan hangat, Alex hanya melihat dari jauh. Dia takut tidak diterima seperti Alandra, Alex pun berniat pergi. Tiba-tiba...
"Alex, anakku maafkan ayah. Kemarilah mungkin ini menjadi pelukan terakhir kita," sahut ayahnya dengan suara yang parau.
Alex mendapatkan pelukan pertamanya setelah sekian lama, mereka hidup bersama dengan penuh kasih, namun tidak bertahan lama ayahnya meninggal dan ibunya yang sangat terpukul dengan kepergian suaminya hidup penuh dengan kesedihan, dan meninggal beberapa bulan kemudian.
KAMU SEDANG MEMBACA
Aku dan Diriku
Short StoryTerlihat bahagia belum tentu bahagia. Standard bahagiamu tidaklah sama dengan orang lain. Berani untuk kebahagiaanmu juga perlu, jangan hanya membahagiakan orang lain. Itu berat! semangat!!! untuk orang yang sedang berusaha bahagia. Bahagia terkad...