intro; first

31 4 0
                                    

Past:present
“Benar-benar tidak tahu malu.” Pohon Proxy—sebutan pohon suci klan peri—mengeluarkan suaranya setelah seribu tahun.

“Makhluk hina.” Tumbuh ranting runcing dari batang pohon Proxy, dengan cepat diarahkan pada tubuh wanita yang terikat tanaman rambat tepat di dadanya. Yang ditusuk tertawa renyah, lalu terbatuk dan memuntahkan darah.

“Tiada guna sebagai Ratu.”

“Aku tidak menyesal telah melakukan itu.”

“Aib bagi keturunan bangsawan.”

“Lalu apa yang akan kamu lakukan padaku? Membunuhku? Aku akan senang hati terbunuh olehmu.”

“Tidak. Bukan aku yang akan membunuhmu. Kamu tidak akan mati. Aku akan menanamkan jiwamu pada batangku. Hingga suatu saat ada yang melepas jiwamu dengan mencabut kristal sayapmu pada batangku. Dengan itu kau akan mengabdikan kasihmu untuk orang tersebut dan mati karena kristal pada sayapmu meredup. Tidak ada yang akan mengakhirimu selain dia yang terpilih.”

Sang terkutuk terdiam menunduk, “Dan aku bersyukur karena tidak akan ada yang bisa melihatmu selain empat klan sihir.”

“Maka aku akan membuat diriku terlihat oleh mereka yang terpilih.”

Wanita itu dibuat tersekat. Tidak ada hal yang lebih menjijikkan daripada kasih yang ada di dunia. Kalau dia bisa memilih, lebih baik dia dibunuh oleh Proxy ketimbang harus mengabdi dengan kasih pada orang yang telah menebas Proxy.

“Kau juga akan mati.”

“Maka aku akan mati.”

Sang wanita terkekeh, “Hidup ini sangat adil.” Kemudian tubuhnya lenyap terserap batang Proxy.

Present:future
Tidak ada yang lebih baik di dunia daripada berbalut selimut dan guling pada Sabtu pagi. Ditambah gerimis bekas hujan deras dari semalam yang semakin membuat lelaki ini enggan menyibakkan selimutnya.

Niatnya ingin tidur sampai sore, selepasnya dia akan marathon film Netflix sampai mabuk. Pekerjaannya membuatnya pening, tidak sulit sebenarnya, hanya mendesain gedung-gedung pencakar langit. Selebihnya dia menjadi manusia yang tidak berguna karena hari liburnya hanya dia gunakan untuk menonton film.

Huang Hendery namanya, pria yang dikaruniai iq tinggi namun agak tolol. Dia membuka matanya ketika mendengar anjingnya menggonggong dengan keras. Dengan terpaksa Dery menyibak selimutnya, berjalan ke jendela. Dibukalah tirai kamarnya dan mendapati anjingnya menggonggong di depan pohon—yang dia yakini sebagai pohon beringin—beringin yang ada di halaman rumahnya. Jendela kamarnya dia buka.

“Bella! Bella!” Dery mencoba memanggilnya anjingnya, namun Bella tidak kunjung diam.

Dery berdecak, menghampiri anjingnya supaya dia bisa melanjutkan tidurnya. Menunggu Kakak-kakaknya atau Mamanya untuk mendiamkan Bella sama saja menunggu ketidakpastian.

Sesampainya Dery, Bella masih tetap menggonggong di depan pohon beringin tersebut. Dery ganti melihat pohon beringin yang masih berdiri kokoh. Katanya sayang sih pohon ini sudah ada dari jaman bututnya buyut Dery. Sempat ada niatan untuk menebang pohon tersebut, sebab Dery ingin membuat garasi supaya Oliver—mobil yang dia namai—tidak kehujanan dan kepanasan.

Dery menggendong Bella dan membawanya masuk rumah kemudian mengandanginya. Rasa kantuk Dery hilang setelahnya, dia menggeram kesal. Dan akhirnya memutuskan untuk cuci muka, gosok gigi, gosok kelek dua jari. Selepasnya, Dery duduk di kursi makan dan membuka tudung saji.

“Mama, kok belum masak?” Dery berteriak tapi tidak ada jawaban.

Dia mengecek ke kamar Mamanya, namun tidak ada orang di dalamnya. Lalu dia menuju ke kamar ke-tiga Kakaknya. Mereka juga tidak ada di kamarnya. Dery mengibrit ke kamarnya, meraih ponselnya cepat dan menekan nomor dua yang langsung terhubung menelepon Mamanya.

Dia mengumpat ketika operator berkata nomor yang dituju tidak aktif. Lalu kejadian beberapa hari lalu terputar pada memori Dery. Dia baru ingat kalau hari Sabtu seluruh keluarga akan mengunjungi rumah Kakek Nenek yang mungkin akan makan waktu sampai Senin. Dery pikir mereka libur tanpa dirinya seorang, dan akhirnya Dery bernafas lega.

Cukup setengah jam Dery berdiam diri duduk di meja makan sambil memakan roti selainya. Dia membuka kandang Bella berniat bermain dengan Bella yang sudah tenang. Ketika kandang anjing itu Dery buka, Bella langsung berlari keluar lewat pintu anjing. Dia mengikuti Bella, menyipitkan matanya karena matahari sudah lumayan terik. Dia mencari pelangi yang biasanya muncul setelah hujan, namun pagi ini tidak ada pelangi yang terlihat.

Bella kembali menggonggong tepat di bawah pohon beringin. Terbesit di pikiran Dery kalau anjing bisa melihat makhluk gaib. Tapi Dery terus menepis pikiran itu.

Bella, there’s nothing here,” Dery berucap kemudian terkejut melihat kilauan dari batang pohon.

“Apa ini anjrit.” Dery mendekati sumber kilauan itu.

Oh My God. Is this sign that I'm gonna be rich?” Dery bermonolog, hampir menjatuhkan air matanya karena mengira dia menemukan bongkahan berlian di dalam pohon. Memang dongok.

Dery mengambil pisau di dapur guna mencungkil sesuatu yang berkilau di batang pohon, matanya membulat ketika menemukan batu kristal berbentuk elips berwarna merah muda keunguan. Ukurannya cukup besar, sampai muat di genggaman Dery.

Setelahnya leher Dery disengat rasa panas yang luar biasa. Dia berteriak histeris, melempar batu kristal tersebut guna memegangi lehernya. Kepalanya berdenyut, bebarengan dengan pandangannya yang memudar. Dery berakhir jatuh di tanah.

Vulpine FoxTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang