POV SHINTA
Kupandangi wajah tampan putraku yang sedang tertidur lelap. Kucium keningnya dengan hangat. Bulir air mata tak terasa kembali menetes ke pipiku.
Membayangkan pangeran kecilku tumbuh tanpa kasih sayang papanya membuat hatiku teriris. Tapi aku juga tak bisa memaksa agar Juna tetap berada disisi kami. Dia berhak bahagia meski bukan kamilah yang ada disisinya.
Senin depan aku sudah akan pindah kerja ke kantor cabang baru kami di kota Semarang. Aku yang mengajukan diri dan telah disetujui oleh pak Leo, mengingat memang di sana sedang membutuhkan banyak staff yang berpengalaman. Pak Leo adalah wakil presdir di perusahaan kami. Beliau juga menjamin, bagi yang bersedia dimutasi akan mendapatkan berbagai fasilitas dari perusahaan, termasuk fasilitas tempat tinggal. Tentu saja ini agak meringankan bebanku.
Besok pagi kami akan berangkat ke Semarang naik Bis kota. Urusan pekerjaan di kantor pun semua sudah beres. Aku lega karena berhasil menyelesaikan pekerjaan tepat waktu, kendati beberapa hari ini aku harus pulang kerja agak malam.
Saat kami sedang mengemasi semua barang kami, terdengarlah suara pintu diketuk. Dengan langkah terburu aku menuju ruang depan, disana sudah berdiri sosok laki-laki tampan, tinggi, putih yang tersenyum ke arahku. Sosok yang kurindukan akhir-akhir ini. Juna.
Abiem yang mengikutiku keluar langsung berteriak bahagia.
"Papaaaaaaaa..........!!" Abiem berteriak sambil berlari memeluk Juna.
Juna menyambut pelukan Abiem. Wajah terkejut terpampang jelas diwajahnya mendengar Abiem memanggilnya papa
"Abiem tadi, Manggil om Juna, Apa???" Tanya Juna.
Tangannya membelai wajah Abiem dengan lembut. Mata tajamnya memandang lekat ke wajah Abiem. Ada kerinduan yang mendalam tersirat di wajah rupawannya.
"Papaaa....... "
"Kata mama Abiem boleh manggil om Juna, Papa. Bolehkan Abiem manggil om dengan panggilan, papa??" Tanya Abiem dengan wajah memelas.Juna memandangku dengan penuh rasa tak percaya. Ada rona bahagia tampak diwajahnya. Aku mengangguk sambil tersenyum kearahnya.
"Tentu saja. Tentu saja boleh...." Juna memeluk Abiem dengan erat. Ada bulir-bulir air mata yang menetes di pipinya. Juna terlihat sangat terharu.
________
Hari telah senja ketika kami berdua duduk diatas pasir memandang Abiem yang tengah asyik membuat istana pasir. Debur ombak pantai bergulung-gulung terlihat dari kejauhan.
"Aku sangat merindukan Abiem." Juna menatap Abiem yang masih terlihat sibuk dengan istana pasirnya.
"Lima hari diLondon sungguh sangat menyiksa, saat aku tak bertemu dengannya." Lanjut Juna.
Ku pandang lekat wajahnya. Diapun menoleh ke arahku. Dan kami berdua saling melempar senyum. Angin sore itu bertiup lembut menyapa kami yang hanya saling diam dan menatap.
"Minggu besok acara pertunanganku dengan Eliza, kuharap kau bisa datang dengan Abiem." Katanya setelah kami berdua hanya bisa saling diam.
"Alhamdulillah, Pak!!" Jawabku sambil tersenyum. Kendati ada sedikit rasa perih menusuk hati ini.
"Akhirnya setelah sekian lama cinta kalian bisa bersatu. Sungguh!! Aku ikut bahagia." Kataku tulus.
"Terimakasih." Juna tersenyum padaku
"Tolong maafkan aku, Pak Juna. Aku pernah menjadi orang ketiga dalam hubungan kalian. Seandainya saja saat itu kalian bisa bersatu, mungkin sekarang kalian berdua sudah mempunyai sepasang anak yang lucu dan menggemaskan. Dan kalian pasti sudah hidup bahagia sekarang." Kataku dengan penuh rasa bersalah.
KAMU SEDANG MEMBACA
BOSKU MANTAN SUAMIKU
RomanceKukira takdir kami telah terputus sejak 5 tahun lalu. Saat dia menceraikan aku dan mengusir aku dari rumahnya. Namun aku salah.... Kami dipertemukan kembali dengan takdir yang baru, sebagai atasan dan bawahan. Sifat arogan dan kasarnya padaku semak...