04

153 33 2
                                    

Jihoon memperhatikan alat EKG yang memperlihatkan irama detak jantung Jaehyuk yang sedang terbaring di ranjang. Nafasnya terlihat begitu tenang seakan-akan tidak ada niatan untuk bangun. Jihoon tersenyum.

"Buka matamu Jaehyuk. Kau tidak ingin pulang?" Tanya Jihoon.

Nihil. Tidak ada jawaban sama sekali. Jaehyuk tidak merespon seolah-olah Jihoon adalah orang asing. Namun Jihoon tidak pernah putus asa. Dia menggenggam tangan kanan Jaehyuk yang bebas dari infus.

"Aku menunggumu. Tenang saja. Aku disini,"

Jihoon melihat ponselnya bergetar dan menampilkan nama Yedam menelfonnya.

"Ya. Baiklah aku kesana," Ucapnya dengan nada terdengar setengah hati.

Jihoon melihat Jaehyuk sekali lagi sebelum akhirnya pergi meninggalkan ruangan itu.

***
Jeongwoo berjalan melewati area restoran dengan santai. Dia merasa sedikit merindukan tempat ini. Dulu, tiada hari tanpa mentraktir kedua temannya makan ayam disini. Berkeluh kesah karena tugas yang terlalu banyak, senior yang kejam, bahkan masalah percintaan yang klasik.

Kini, Jeongwoo bahkan tidak pernah bertemu keduanya setelah mereka menghilang. Hanya Doyoung yang kebetulan bekerja di tempat yang sama.

Maniknya menyipit memperhatikan seseorang yang sedang berdiri tidak jauh darinya. Orang itu memakai mantel panjang. Tubuh jangkung dan wajahnya yang tegas mengingatkannya pada seseorang.

Tak ingin berlama-lama, Jeongwoo mempercepat langkahnya. Setengah ingin sampai di rumah, setengah lagi ingin memastikan bahwa orang itu benar orang yang dikenalnya atau hanya mirip sekilas.

Begitu ada di belakangnya, Jeongwoo berhenti dan melirik punggung orang itu. Benar-benar mirip, namun tidak mungkin. Akhirnya dia memilih pergi.

"Yaa! Beraninya kau melewatiku begitu saja." Ucapnya.

Jeongwoo berbalik untuk memastikan. Dan yang berdiri di hadapannya memanglah orang yang dikenalnya.

"Haruto?" Tanya Jeongwoo.

Haruto tertawa keras melihat raut kaget milik Jeongwoo. Dia sampai terbatuk sebelum akhirnya berhenti dan menghirup oksigen banyak-banyak.

"Mau ku traktir ayam?"

Jeongwoo tersenyum lebar. Lalu mengangguk.

"Kau berhutang penjelasan padaku Haruto."

***

"Kau masih belum mengingatku?" Tanya Hyunsuk menunjuk dirinya sendiri.

Jihoon menggeleng pelan.

"Coba ingat lagi. Berusahalah, kita sudah seperti saudara kau tau, aku ini-"

"Kupikir kau juga manusia sepertiku Hyunsuk-ssi. Apa bahasaku tidak bisa dimengerti?" Jawab Jihoon muak namun masih mencoba dengan bahasa yang halus.

Hyunsuk menghela nafas pasrah lalu menyenderkan tubuhnya pada tembok. Wajahnya terlihat pasrah.

"E-em, Jihoon hyung. Kau sudah makan? Aku memasak terlalu banyak tadi," Ucap Yedam mencoba mencairkan suasana.

Jihoon tak menjawab dan langsung keluar dengan wajah kesal. Meski tidak bisa bicara kasar dan mengumpat pada Choi Hyunsuk atas perkataannya yang itu-itu saja selama berminggu-minggu, Jihoon tetaplah Jihoon. Dia tidak akan menjadi kurang ajar dan mendesak orang lain seperti Hyunsuk.

"Hyung," Panggil Yedam menepuk bahu Hyunsuk saat melihatnya memejamkan mata. Dia khawatir Hyunsuk terlalu kesakitan dan pingsan.

"Aku baik-baik saja. Pergilah temani si bodoh itu." Tegas Hyunsuk terdengar kesal.

"Apa kau akan baik-baik saja?" Tanya Yedam mencoba mencari kebenaran.

Hyunsuk mengangguk pelan. "Pergilah. Aku mau tidur,"

***

Tbc.

AllowTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang