𝕊 𝔸 𝕋 𝕌

108 46 133
                                    

Jangan lupa tinggalkan jejaknya!✩✩✩

🦋🦋🦋

Aku hanya bisa diam tertunduk lesu mengetahui sebuah kenyataan bahwa aku mengidap kanker paru-paru stadium awal yang mungkin telah lama bersemayam di tubuh ku. Ingin menangis tak ada gunanya, tapi air mataku terus berjatuhan membasahi pipiku.

Pantas aja, satu tahun  kebelakangan ini aku merasa ada yang berbeda dari tubuhku sebelum-sebelumnya. Sering sesak nafas, batuk yang berkelanjutan, penurunan berat badan. Aku ingin bercerita kepada semua orang. Tapi, kenyataan nya aku tak memiliki satupun teman. Orang tua? Dia tidak peduli denganku. Mungkin bahwa aku masih hidup dia tidak ingat.

Aku hanya pasrah menerima semua cobaan ini. Aku takkan berteriak bahwa tuhan tidak adil. Ya.., aku tau tuhan sangat menyayangiku sehingga aku di beri cobaan seperti ini.

Tapi, aku masih beruntung di saat orang lain kesusahan membiayai biaya rumah sakit yang sangat mahal, aku tak perlu kerja keras untuk membayar pengobatan.

Ya.., aku terlahir dari keluarga berkecukupan. Ayah dan ibuku seorang pengusaha.

"Ok, aku harus kuat. Aku yakin aku pasti bisa sembuh" imbuh Zee yang bertekad. Sekarang ia di rumah sakit. Ia baru mengetahui sekarang penyakit nya. Ia berjalan ke depan seraya mengganggu angkutan umum yang lewat. Tiba-tiba terbersit ingin ke taman yang jarak nya tidak jauh dari rumah sakit.

"Aku ke taman dulu deh, mumpung masih jam 14.00" pikir Zee menimang-nimang ucapannya. Ia memperhatikan jam di pergelangan tangannya seraya mengetuk-ngetuk dagunya seolah berpikir.

Sekarang jam dua. Ke taman paling 10 menit jalannya. 20 menit aja di taman, waktu sampai ke rumah sekitar 30 menit. Jadi sampai di rumah sekitar 14.50 kena marah gak ya jam segitu pulang?

"Bodo amat emang dia siapa sih? Sadar posisi harusnya! Mentang-mentang rumah dia yang urus seenak jidat aja ngatur-ngatur" ucap Zee menggebu-ngebu mengingat perlakuan seseorang di rumahnya.  "Astagfirullah, Zee, kamu gak boleh gitu. Dia lebih tua dari kamu."

🦋🦋🦋

Sekarang, Zee telah sampai di depan rumah. Ingin mengetuk pintu-.

Prok prok prok

"Hebat ya! Jam tiga baru balik. Udah mulai berani ya kamu? merasa bebas. Ingat ya! rumah ini kendali saya, jadi kamu harus mematuhi semua perintah saya!"

Dih, lo kira pake uang lo bikin rumahnya.

"Cepat masuk! Awas jam 4 saya lihat harus bersih rumah. Piring numpuk, lantai belum saya sapu, sekalian pel lantainya. Ingat ya! Harus kinclong lantainya. Saya mau pergi dulu. Kalo sampai rumah belum bersih, awas kamu!"

"Dan satu lagi, kalo mereka pulang, bilang saya pergi ke panti asuhan."

Brak

Zee membanting pintu setelah wanita tersebut pergi. Ia merasa muak, ingin mengadu, tapi tidak ada satupun yang percaya padanya.

"Hiks.., Ma, Pa, kenapa kalian tidak pernah percaya padaku?" Kenapa? Kenapa ha? Apa aku jelek di mata kalian? Apa kalian akan peduli padaku setelah aku beri tahu tentang penyakit ku?

"Aku tak masalah kalian tidak mengingat hari lahir ku, aku juga tak masalah kalian tidak ada waktu luang untuk kumpul setiap weekend. Mungkin yang ini hanyalah mimpi. Aku tak masalah kalian tidak pernah makan bersama, aku juga tidak masalah setiap lebaran kita tidak kumpul. Tapi, apa kalian punya waktu luang untukku minimal hanya lima menit saja. Melaksanakan sholat berjamaah, aku takut di sisa umurku, aku tak pernah menjalankan sholat berjamaah bersama kalian.

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Mar 21, 2021 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

PatéticoTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang