Hari minggu.
Hari untuk bermalas-malasan bagi mayoritas orang yang meliburkan diri. Bisa dibilang hari tenang.Namun tidak berlaku untuk gadis yang sedang memberengut kesal di dalam apartment miliknya.
Sudah sejak satu minggu Samantha-gadis itu memutuskan untuk menempati sebuah apartment yang terletak dekat dengan kampus tempatnya menuntut ilmu.
Well, ia fikir hari-harinya akan tenang.
Bayangan hidup dalam apartment yang tenang nyatanya hanya sebuah ekspektasi. Samantha yang cukup anti sosial merasa menang.
Sejak gadis itu menginjakan kaki pertama kali di apartment sudah merasa gaduh disetiap malamnya karna tetangga sebelah.
Pertama kali Samantha tidak tahu bahwa tetangga sebelah apartment itu Jaeden Pramutama yang merupakan salah satu senior kampusnya dan satu fakultas dengannya.
Sampai beberapa hari yang lalu, ia tidak sengaja melihat Jae memasuki apartment itu.
Jaeden itu salah satu anak ilmu politik semester lima yang cukup populer. Pemuda itu cukup aktif dikampus sebagai anak band serta mengikuti berbagai organisasi ditambah wajahnya yang rupawan campuran antara Chinese dan Indo.
Sudah dipastikan bahwa banyak mahasiswi yang tertampar oleh pesona Jaeden Pramutama.
Sedangkan Samantha anak ilmu sejarah yang gedungnya satu langkah dari gedung ilmu politik jadi tidak heran bila ia tahu Jaeden.
Bahkan teman-teman satu rombelnya saja terkadang membicarakan tentang Jaeden.
Pertemuan pertamanya dengan Jaeden juga cukup membekas sore itu di tahun pertama masuk kuliah kala senja tidak menampakkan atensinya karna langit mulai menangis.
Pada waktu itu Samantha berteduh disebuah halte dekat fakultas untuk menunggu hujan reda.
Melihat orang mulai pergi dan berlalu lalang melindungi diri dari cipratan air. Tak sadar dia bergumam karna mengalami hari-hari sulit sebelumnya dan semasa ospek, terlebih ia belum memiliki teman dekat sama sekali.
"Kenapa gue disini? Kenapa gue hidup padahal gak ada yang menginginkan? Kenapa gak ada satupun kebaikan dalam hidup gue?"
Lalu suara orang lain mulai mengintrupsi.
"Semua orang yang dilahirkan di dunia itu selalu dengan kebaikan. Hanya saja kita terlahir di lingkungan yang selalu menghakimi"Samantha menengok sekeliling.
Sepi.
Hanya ada satu pemuda terbalut jaket bomber berwarna maroon yang sedang duduk dibelakang bangku tempat gadis itu berteduh.
Kini pandangannya mulai bergulir melihat Samantha.
"Lo gak ngerti" ucap Samantha.
Karna memang dilihat dari penampilannya saja bahkan dia sempurna.
Pernah tidak mendengar kata kebahagiaan itu tidak memandang fisik? Samantha rasa itu tidak berlaku untuknya.
Nyatanya semua perspektif itu omong kosong.
Terkadang gadis berbalut cardigan coklat itu sejenak mengeluh di penghujung hari seraya memikirkan semua kilas kejadian yang pernah ia lalui.
Apa salahnya? Dia tidak pernah meminta dilahirkan dengan fisik yang tidak sesuai dengan standard masyarakat.
Kenapa tatapan mereka seolah dia benda menjijikan yang tidak berada pada tempatnya.
Samantha rasa mereka mengabaikan orang-orang sepertinya. Bahkan ingin bercerita atau meminta tolong saja rasanya sulit.
Jadi mana mungkin pemuda yang sedang mengintrupsinya itu merasakan hal yang sama seperti yang gadis dengan rambut sebahu itu rasakan.
Raut wajah pemuda itu nampak sangat tenang. Beberapa kali menganggukan kepala.
"Lo hanya salah lingkungan. Hiduplah dengan jalan lo sendiri tanpa memandang persepsi orang lain. Lo akan merasa adil jika hidup lo bahagia"
Bahagia ya katanya. Samantha bahkan tidak tahu bagaimana wujudnya.
Bahagia itu bagaimana?
Ketika ayah dan ibumu masih ada namun tidak pernah menanyakan keadaan anaknya?
Dan hanya menjamin materi atau bagaimana?
Terkadang Samantha hanya ingin keberadaan satu sosok yang mendukungnya diantara semua orang yang menghakimi.
Bahkan keluarganya paling banyak berkontribusi dalam menghakimi keadaan gadis itu.
Saat Samantha sibuk berperang dengan otaknya sendiri memikirkan bagaimana bentuk kebahagiaan.
Pemuda itu kembali berujar sebelum melangkah pergi.
"Gue harap lo gak lagi menyalahkan keadaan. Salahkan diri lo yg terlalu di penuhi prasangka buruk terhadap lingkungan lo yg justru ngerugiin diri lo sendiri"
Sejak saat itu Samantha mulai memberikan atensi terhadap pemuda yang pernah membuka obrolan tentang kehidupan itu Jaeden si anak popular dan cukup disegani banyak orang.
Banyak mahasiswi yang berbisik-bisik kagum kepada Jaeden ketika pemuda itu tak sengaja lewat.
Sejauh ini gadis itu tidak pernah berkenalan langsung dengan Jaeden. Lagipula Samantha hanya gadis yang tidak dikenal banyak orang.
Dia yakin bahwa Jaeden lupa akan pertemuan pertama mereka.
Namun Samantha ingin sekali mengajak ribut dengan tetangganya itu.
Bagaimana tidak? Setiap tengah malam gadis itu terbangun dari tidurnya karna selalu mendengar teriakan atau kehebohan bahkan suara musik yg cukup keras dari balik dinding apartmentnya.
Ia seratus persen yakin bahwa itu Jaeden karna apartment miliknya dan Jaeden terletak paling pojok gedung terpisah dengan yang lain.
Sam ingin berbaik hati tidak melaporkan karna berharap hari-hari berikutnya Jaeden tidak melakukan hal yang sama.
Mungkin saja tekanan batin mahasiswa semester lima yang mulai sibuk menentukan judul skripsi
Namun kali ini stock kesabarannya sudah habis.
Jadi ia akan mencoba menegur pemuda itu.
Pukul dua belas malam berbekal setelan piyama panjang dengan sandal bulu, Samantha nekat menekan tombol apartment Jaeden.
Pemuda itu keluar dengan penampilan yang cukup kacau.
Rambutnya mencuat kemana-mana, Terdapat lingkaran hitam dibawah mata minimalisnya yang Samantha baru sadar karna melihat dari jarak pandang dekat.
Berbalut kaos oblong putih dengan celana selutut yang membungkus, tubuh kurus jangkung itu mulai berujar.
"Lo siapa? Apartment ini gak nerima orang minta sumbangan malem-malem"
Ya Tuhan Samantha rasa ini akan menjadi hari yang panjang dan melelahkan baginya.
*****
Welcome to my new story!!!
Don't forget to vote+comments
KAMU SEDANG MEMBACA
T E T A N G G A (Park Jaehyung)
FanfictionPunya tetangga yang ganteng dan cukup populer di kampus, siapa sih yang gak seneng? Nyatanya itu tidak berlaku untuk Samantha. Keputusan pindah apartment dengan harapan hidup tentram dan damai hanya sebuah ekspektasi. Gadis itu malah menemukan tetan...