.
.
.
Kata-kata yang hilang
.
.
.
Pada suatu sore di bulan oktober tahun 2007, Jaehyun ingat dia berdiri di depan rumahnya nungguin seorang teman untuk ngajakin nonton serial televisi yang tayang setiap jam enam sore di Global TV, Naruto.
Namanya Winwin, teman yang tinggal di sebelah rumahnya, yang baru Jaehyun kenal sekitar seminggu lalu sejak dirinya pindah ke daerah ini. Papa daftarin Jaehyun di sekolah yang sama dengan Winwin dan kebetulan mereka satu kelas karena memang seumuran, jadi makin akrablah mereka.
Winwin suka banget nonton Naruto, tapi televisi di rumahnya lagi rusak. Jaehyun dengan riang nawarin televisinya untuk nobar alias nonton bareng, yang tentunya dengan cepat disetujui oleh Winwin.
"Udah mau jam enam, bentar lagi mulai, kok Winwin belum muncul.." Jaehyun bertanya-tanya dalam hati. Jaehyun bergerak nggak sabar sambil memantau ujung jalan tempat dimana temannya akan pulang dari tempat mengaji.
Nggak lama kemudian, yang dinanti akhirnya kelihatan. Jaehyun senyum sumringah. Dia seneng. Winwin muncul sama beberapa teman lain yang makai baju putih seragam, tapi hanya dia yang lari semangat banget. Suara sandalnya kedengeran enerjik, sampai debu-debu tanah beterbangan disekitar.
"Kok lama ngajinya?" Jaehyun tanya setelah Winwin sampai di depan rumahnya. Winwin ngelepas peci kecil yang ia pakai, lalu menyimpannya di dalem tas gendong warna ijo neon. Kelihatan bulir-bulir keringat di dahinya yang bersih. Winwin pasti capek habis lari-larian tapi bibirnya masih senyum.
"Iya, tadi setor hafalan dulu,"
"Narutonya udah mulai, kamu kelamaan, gimana kalau besok kamu nggak ngaji aja?"
"Ih nggak boleh, kata Mamah kalau nggak ngaji, nggak boleh nonton,"
"Oh gituu.." Jaehyun ngangkat jari telunjuknya, punya ide, "Kalau aku ikut ngaji boleh nggak?"
"Ustadz bilang sih siapa aja boleh ikut ngaji," Balas Winwin yang inget betul apa kata guru ngajinya. Lagian.. Jaehyun pasti kesepian banget di rumah aja, jadi kenapa enggak? Begitu pikir Winwin. Di tempat ngaji banyak teman-teman. "Tapi coba tanya Bunda kamu dulu.."
"Yaudah ayok masuk, kita tanya Bunda,"
Bunda yang lagi ada di dapur hanya tersenyum maklum dengan kepolosan dua bocah ini. "Jaehyun sayang, kamu kan ibadahnya setiap hari minggu sama Bunda ke gereja, kalau Winwin ibadahnya ke masjid, berbeda ya.. jadi kamu ngga bisa ikut ngaji.."
Melihat raut kecewa keduanya, Bunda menambahkan, "Tapi Jaehyun boleh jemput Winwin pulang ngaji di mushola, boleh pakai sepeda.."
"Boleh pakai sepeda, Bun? Yeayy!"
Diperbolehkan menaiki sepeda artinya diperbolehkan untuk membonceng Winwin di belakang lagi. Karena kemarin mereka sempat dilarang boncengan karena sempet jatuh sampai lutut keduanya berdarah.
"Tapi harus hati-hati ya,"
"Iya, Bunnn.."
Sejak saat itu, kayak udah jadi rutinitas Jaehyun untuk pergi ke mushola tiap jam pulang ngaji. Dan meskipun udah janji sama Bunda untuk hati-hati, nyatanya mereka jatuh lagi. Untung nggak luka. Bunda cuma nggelengin kepala ngeliat Jaehyun sama Winwin malah ketawa-tawa nggak ngerasa jera sedikitpun buat boncengan lagi.