WANDA bukan insan yang mudah jatuh cinta. Hidup kelam, penuh luka pun pilu yang menemani dari kecil, lantas darimana ia kenal kasih sayang?
Ayah tak banyak mengajarkan, seringkali justru beri contoh yang buruk. Buat Wanda emban aturan tak kasat mata bahwa ia enggan jatuh cinta--takut berakhir seperti ayah yang senang beri luka.
Namun seiring berjalannya waktu, ketika ia rasa cinta tak akan hadir pada hidupnya yang kelabu, Joan datang--bawa hangat dan kasih sayang.
Menjadi satu-satunya pelangi dalam dunia kelabu yang Wanda hadapi.
Genggaman tangannya begitu hangat, senyumannya begitu tulus, dan ketegasan dalam ucapannya buat jatuh cinta.
"Wanda, saya izin biar kamu peluk saya, ya? Sekarang sudah malam, dingin juga, saya takut kamu sakit"
Joan tarik lengan Wanda, kecup singkat punggung tangannya kemudian kaitkan pada pinggang sendiri--buat Wanda bersemu, sandarkan pipi pada bahu si lelaki.
Destinasi tujuan adalah pasar malam, Joan yang pilih sebab memang ialah yang mengajak pergi--jemput Wanda dengan sepedanya tepat pukul tujuh malam.
Semesta, skenario apalagi ini?
"Saya senang kamu mau ikut, terimakasih telah sempatkan waktu luang ya"
"Iya" Lirih Wanda.
Joan begitu jatmika, antun dan tak pernah ingkar janji. Kebaikannya tiada tara, sulit Wanda cari figur seperti si pujangga itu pada bentala yang keji.
Karsa hati ingin benci pada cinta, namun pujangga dihadapan ini selalu buat jatuh cinta.
Buat Wanda tergugu, diam-diam renjana perihal ketamakan menyusup, bawa asa yang buat dekapan makin mengerat--bahwa ia ingin menjadi salah satu asma dalam ruang hati Joan.
BILA Wanda diberi pertanyaan, hari apa yang paling menyenangkan dalam hidupmu? Jawabannya adalah hari ini. Hari sabtu, pada pasar malam dibawah jumantara Yogyakarta bersama dengan Joan.
Jemari saling bertautan, lemparkan canda buat tawa mengudara dalam desiran angin yang sesekali buat menggigil.
Nikmati waktu bersama dengan puluhan manusia lainnya, namun dunia serasa hanya milik keduanya.
Untuk sementara waktu buat Wanda lupa akan segala masalah hidup--yang seharusnya lengkara dilupakan--sebab diberi afeksi bahagia yang berlebihan, hanya dengan Joan.
"Sebentar. Saya belikan kamu teh dulu, sekarang semakin dingin"
Joan lepas tautan tangan setelah usak surai Wanda, beranjak menuju salah satu stand penjual teh, tinggalkan si perempuan yang menatapnya sendu.
Joan, mengapa kamu begitu baik?
Beberapa wahana permainan yang ada sudah dinikmati berdua, pun habiskan obrolan sembari memakan sebuah gulali besar yang buat senang.
"Ayo kita istirahat sebentar, kamu kelihatan lelah"
Joan kembali menautkan jemari, bimbing Wanda menuju salah satu kursi taman diujung yang agak sepi--agar bisa beristirahat.
"Ini kamu minum dulu" Joan berikan segelas teh.
"Terimakasih, kak"
Joan mengangguk, ambil tisu dalam saku celana lantas usapkan pada kening Wanda yang dibanjiri peluh walau tubuh gemetar kedinginan.
"Kenapa?" Tanya Joan begitu Wanda hanya menatapnya.
Wanda menggeleng, "Gak papa"
Joan tersenyum kecil, buang tisu pada tempat sampah terdekat lantas kembali duduk, raih tangan Wanda untuk diusap punggung tangannya.
"Ada apa? Bilang aja, Wanda. Saya dengarkan"
Wanda bersemu malu ditatap begitu dalam, kepala spontan merunduk alihkan pandang daripada buat degup hati makin tak karuan.
"Kak Joan, terimakasih banyak. Aku gak tahu harus balas kebaikan kakak dengan apa, tapi aku cuma bisa bilang terimakasih"
Wanda terdiam sejenak, "Pada hari-hari dimana kakak selalu datang menemani, terimakasih banyak. Pada disetiap waktu yang kakak habiskan dengan aku, terimakasih banyak. Kakak begitu berharga untukku. Dan terakhir--"
Bising keramaian seakan membisu ditelinga Wanda, perlahan kepala diangkat, tatap balik netra gelap milik Joan dengan sejuta rasa bahagia.
"--aku sayang kakak" Lanjutnya.
Wanda sudah siap menerima bila raut wajah Joan berubah menjadi keruh, pun bila akhirnya lelaki itu kaget dan mendadak jijik hingga pilih tuk meninggalkan.
Namun, Joan adalah Joan. Ia selalu punya caranya sendiri.
Tak seperti dugaan Wanda, Joan justru tersenyum hangat. Tangannya terulur untuk menyentuh wajah Wanda, usap pipi si perempuan tanpa lepas kuncian netra satu sama lain.
Wanda lagi-lagi merasa ada yang menggelitik perutnya, degup hatinya semakin menjadi, sebabkan diri terlampau geli seakan dibawa terbang menuju awan.
Diam-diam Wanda menahan napasnya begitu Joan usap bibirnya dengan ibu jari seraya dekatkan wajah, tatap telak manik Wanda--pinta izin tuk dibiarkan melakukan lebih.
Dan Wanda mengangguk kecil.
"Saya juga sayang kamu, Wanda" Bisik Joan.
Setelahnya Wanda memejamkan netra, tubuh agak tersentak kaget begitu sesuatu yang kenyal menempel pada permukaan bibir, lantas jemari spontan remat kaos Joan hingga tak karuan.
Buat keduanya terlena pada suasana--kecupan yang terjadi beralih lebih dalam, agak melumat buat Wanda semakin terhanyut.
Bye-bye world.
KAMU SEDANG MEMBACA
WEIRD LOVE [✓]
Fanfiction|Re-publish| Pilu membiru, luka lama yang belum usai perlahan membusuk tatkala luka baru hadir menggores. Wanda hanya tahu, bahwa dalam hidupnya hanya ada dua rasa, perih dan pedih. Luka dan sakit. Tubuhnya ringkih, berbalut lebam yang mewarnai sem...