⛓ 02

3.8K 577 153
                                    

Rasa gelisah menghantui Yada semalaman. Agak takut kalau sosok itu kembali lagi. Sementara itu untuk meredakan kemarahan Rayn mereka harus berdiskusi cukup panjang. Eren tak mau memaksa Rayn untuk percaya soal peristiwa kesurupan yang dialami sang adik. Ia hanya menjelaskan kalau Yada sama sekali tidak mengenal Ares dan tidak mungkin Yada sampai membuat lelucon soalnya.

Tidur Yada sama sekali tak nyenyak. Menjelang azan Subuh ia baru tertidur, lalu terjaga kembali karena dibangunkan oleh sang adik. Mau tak mau Yada harus bangkit dan menunaikan ibadah terlebih dahulu. Menyimpan sejenak kegelisahannya. Sambil berdoa agar tak bertemu lagi dengan sosok semalam.

"Da, pulang aja yuk!"

Yada kontan menoleh seusai mendengar ucapan Yuka yang tiba-tiba. Ia berhenti sejenak menalikan sepatunya. "Nggak mau nunggu upacara penutupan?"

"Nggak. Gue tau lo nggak tidur semalaman," balasnya.

"Ya udah, bagus. Gue juga udah kangen rebahan di kasur."

Pemuda jangkung itu tersenyum puas karena Yuka dengan sukarela menyuruhnya pulang. Jarang sekali Yuka berbuat begini. Setidaknya kejadian semalam masih menyimpan hikmah yang baik untuk Yada. Dengan begitu ia bisa mengurangi sedikit beban pikiran yang ia tanggung. Mungkin, pulang ke rumah memang yang terbaik.

Namun, saat Yada hendak berdiri. Sosok itu kembali menampakkan wujudnya. Kali ini berbeda dari yang pertama kali Yada lihat. Hanya sekilas saja. Sepertinya efek suara orang mengaji di dalam. Yada jadi bimbang. Haruskah ia tinggal saja di sini untuk menghindarinya?

"Ayo, buruan!" seru Yuka. Pemuda itu sudah selesai mengikat sepatu dan berjalan mendahului Yada.

Selama beberapa detik, Yada terdiam. Kemudian mengedarkan pandang ke sekitar. Setelah di rasa tak ada lagi sosok itu, ia segera berlari menyusul Yuka. "Tungguin, Ka!"

Melihat hal seperti itu sejak masih kecil tidak menjamin Yada untuk menjadi seseorang yang pemberani. Pada dasarnya Yada memang penakut dan bisa melihat mereka dengan mata kepala sendiri tentu menambah kadar ketakutan yang ia miliki. Lain cerita dengan Yuka. Cowok itu bahkan tetap tenang meski melihat penampakan yang amat mengerikan bagi Yada.

Kalau Eren, pemuda itu setingkat di atas Yuka. Dan kali ini Yada harus mengucapkan banyak terima kasih pada Eren. Jika saja Eren tak datang tepat waktu, mungkin sosok semalam sudah mengatakan banyak hal. Berbahaya kalau hal itu terjadi. Bisa saja yang dikatakan olehnya hanyalah omong kosong.

Selama bertahun-tahun melihat mereka, jarang sekali ada yang sampai se-ekstrem sosok ini. Pengakuannya sebagai orang yang baru 2 tahun meninggal membuat Yada lebih takut untuk berinteraksi. Karena orang-orang terdekat dari sosok itu pasti masih ada dan kemungkinan besar lara yang ditinggalkan masih berbekas. Oleh karena itu, Yada lebih sering menghindar saat dimintai tolong. Lagi pula dunia mereka sudah berbeda. Yang sudah pergi seharusnya tenang di sana.

"Yada, Yuka!"

Langkah sepasang anak kembar itu kompak berhenti ketika suara tersebut bergema di koridor. Berjarak beberapa meter di depan mereka, Eren dan Rayn berjalan beriringan. Yada membeku seketika. Mata setajam elang milik Rayn mendatangkan rasa takut dalam dirinya. Ia tidak lupa bagaimana semalam Rayn kekeuh bahwa Yada berniat usil dengan berpura-pura kesurupan.

Yuka diam-diam menggandeng erat tangan sang kakak. Namun, pandangannya tetap lurus ke depan. "Aman, ada gue."

Hati Yada spontan menghangat mendengar kalimat tersebut. Adiknya yang kaku dan menyebalkan ini kadang bisa diandalkan juga. Apa lagi di saat seperti ini. Yuka menyebalkan, tetapi tidak pernah mengecewakan.

"Mau pulang, ya?" tanya Eren. Ia menatap kedua adiknya bergantian. Lantas dibalas anggukan mantap dari Yuka. "Nanti dulu gak pa-pa, ya? Kak Rayn masih ngerasa belum tuntas soal semalam. Lebih baik selesaikan itu dulu baru kalian pulang."

Ketika Purnama HabisTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang