at the end of the day

108 15 60
                                    

Lagu untuk chapter ini : Anyone - Justin Bieber

DAVID'S POV

31 Desember 2019

Ibu dibantu oleh Sandra membawa sepiring penuh sosis, daging, crab stick, dan tiga botol soda halaman belakang rumah. Hadi menyiapkan alat pemanggang, mentega, dan saus. Sementara aku, duduk di pinggir kolam menyaksikan mereka sibuk mempersiapkan acara barbeque  keluarga di malam tahun baru.

Melihat mereka begitu akrab rasanya cukup aneh. Aku nggak terbiasa dengan situasi seperti ini. Kehangatan keluarga, canda tawa, berkumpul dan makan malam bersama, semua itu sangat asing bagiku.

Selama duapuluh tiga tahun aku terbiasa dengan situasi keluarga yang kacau, pertengkaran setiap hari, benda-benda di rumah yang dilempar, dibanting, suara teriakan. Kami bahkan tidak pernah makan malam bersama. Aku lebih memilih makan sendirian, di kamarku.

Aku masih cukup heran dengan apa yang terjadi dalam hidupku selama tiga bulan terakhir. Sejak hadirnya Sandra, hidupku mulai berangsur-angsur berubah. Tiga bulan adalah waktu yang singkat, dan kehadiran seseorang bisa merubah semuanya. It's her that changing me every single day, bringing out a new David, the other side of me that had never appeared before.

Gadis itu nampak menikmati saat-saat bersama keluargaku. Dan sepertinya ibu sangat menyukainya. Bahkan memperlakukannya seperti anak sendiri. Hanya berselang beberapa hari sejak pernyataan rasa yang kubuat, semua berubah.

Hari-hariku menjadi lebih.... Bahagia. Aku punya seseorang yang kunanti balasannya setiap pagi, seseorang yang kukhawatirkan ketika nggak membalas pesanku, seseorang yang yang selalu kucari di saat aku ingin menghabiskan waktu di luar rumah.

"David, kemarilah!" gadis itu berseru sambil mengayunkan tangan, tersenyum lebar sampai menampilkan lesung pipitnya. That lovely smile... How beautiful.

Aku pun bergegas, bergabung dengan ibu, Hadi, dan Sandra

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Aku pun bergegas, bergabung dengan ibu, Hadi, dan Sandra. Kami pun mulai memanggang sosis dan daging yang sudah disiapkan. Hadi pun membuka percakapan dengan sebuah cerita tentang masa dudanya dulu sebelum bertemu ibu. Dimana dia selalu melewari malam tahun baru sendirian dengan maraton film sampai lewat tengah malam. How pathetic.

Sementara ayah tiriku itu bercerita, pikiranku justru berkelana, memutar kembali kejadian beberapa hari lalu di apartemen Sandra.

.
.
.

"Kau nggak sedang bercanda kan?" wajah Sandra terlihat bingung setelah mendengar pernyataanku. Aku menatap matanya lekat, mengeratkan genggamanku pada tangannya.

"Aku nggak punya cukup selera humor untuk bercanda soal perasaanku."

"Kenapa tiba-tiba... Maksudku.. selama ini kau..." katanya terbata-bata.

"Aku juga nggak tahu kenapa aku bisa menyukaimu. Perasaan itu tumbuh seiring waktu. Aku nggak butuh alasan khusus, kan?"

Dia hanya tersenyum menanggapi pernyataanku. Detik berikutnya, gadis itu memelukku erat, membisikkan kata yang membuatku merinding.

Love, Hate, Future, and PastTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang