Pagi ini Ayu kembali ditugaskan berbelanja kebutuhan dapur yang telah habis ke pasar. Kebetulan Dyah tengah tidak enak badan sehingga ia pergi sendiri kali ini. Jujur saja Ayu sedikit khawatir jika terdapat beberapa tentara KNIL yang mengganggu dirinya, Ayu sangat muak jika harus melihat tatapan menjijikan mereka.
Ayu berjalan membawa beberapa tenggok kosong yang nantinya akan diisi belanjaan rempah-rempah dan bumbu masakan untuk persediaan di dapur. Seperti biasa, jalan menuju pasar melewati naik turun jalan yang licin karena semalam pun Buitenzorg baru saja terguyur hujan yang cukup deras.
Jalan di depan pasar pun licin dan becek, jika saja Ayu tidak berhati-hati maka gadis itu harus menanggung malu karena terjatuh di pasar yang cukup ramai.
Dan ternyata firasat buruk yang Ayu rasakan terjadi juga. Kaki Ayu tergelincir dan terpeleset ketika menginjak tanah yang basah, gadis itu sudah yakin bahwa dirinya akan terjatuh ke kubangan lumpur yang ada di belakangnya.
"Hei, Voorzichtigheid!" (Hati-hati!) Seorang pria dengan tangannya berhasil menyelamatkan Ayu dari kubangan lumpur di belakangnya. Pria itu menarik tangan Ayu ke dekatnya sehingga gadis itu pun tidak terjatuh.
Dug
Sepertinya tarikan pria itu terlalu kencang sehingga Ayu menabrak dada bidangnya yang terasa cukup keras bagi ayu. Ayu mengaduh karena kepalanya menabrak dada bidang pria yang tengah berdiri di depannya. Seorang tentara Belanda dengan senapan laras panjang menggantung di punggungnya.
Ayu cukup terkejut melihat tiga orang yang berdiri di depannya. Dua di antara mereka tersenyum jail menatap Ayu, sedangkan pria yang telah menolongnya menatap tajam tepat ke arah bola mata hitam Ayu.
"Kamu telah diselamatkan oleh Jack, maka dari itu kamu harus ikut kami!" Salah seorang tentara itu berusaha memegang tangan Ayu dan membawa gadis itu bersamanya, tapi pria yang menyelamatkan Ayu mencegahnya.
"hou op," (hentikan)
"oh kom op Jack, we kunnen lol hebben!" (oh ayolah Jack, kita bisa bersenang senang!) Ayu hanya menatap jijik dan kesal kepada mereka. Berani-beraninya mereka hendak memegang tangan suci Ayu, begitulah yang Ayu pikirkan.
"Ayu! Waar was je? Ik zoek je schat," (kamu kemana saja? aku mencarimu sayang) ketiga tentara itu dibuat terkejut dengan seorang pria yang mendekat ke arah Ayu.
"Hans?" Ayu menoleh ke arah belakang, di mana Hans tengah sedikit berlari ke arahnya. Pria belanda itu menggunakan pakaian santai yang membuatnya tampak tampan. Sebenarnya, apapun yang Hans gunakan tetap membuat pria Belanda itu terlihat menawan.
"is zij uw vrouw?" (dia wanita mu?) Salah seorang di antara tiga tentara Belanda itu bertanya ketika Hans sudah berdiri tepat di samping Ayu. Hans hanya tersenyum penuh arti sebagai jawaban pria itu, kemudian menatap Ayu dengan mata biru hangatnya.
Ayu hanya diam sedari tadi. Sungguh Ayu tidak mengerti apa yang mereka katakan. Yang jelas, Ayu tau bahwa mereka tengah menbicarakan dirinya. Tentara itu menatap mereka canggung, lalu dengan perlahan mereka meninggalkan Ayu dan Hans bersama.
"Apa yang mereka katakan, Hans?" Ayu melihat pria Belanda yang lebih tinggi darinya, tatapan dari mata hitam Ayu yang polos membuat Hans sedikit terkekeh. Sepertinya gadis ini tidak mengerti bahasa negri asal Hans itu. Hans hanya mengedikan bahunya dan mengambil tenggok yang Ayu bawa.
"Hei!" Ayu mensejajarkan langkahnya dengan Hans yang sudah berada di depannya. Gadis itu merebut tenggok yang berada di tangan kiri Hans, Ayu lalu berjalan cepat mendahuluinya.
Pria itu masih saja membuntut kemana Ayu pergi. Bahkan saat ini, dengan bantuan kaki panjangnya Hans sudah berjalan sejajar dengan Ayu.
"Kamu ini kenapa? Kenapa kamu mau berjalan di samping pribumi rendahan seperti ku," ucap Ayu tanpa mengalihkan tatapannya, ia masih saja mencari barang yang akan ia beli.
"Aku tidak pernah menganggap pribumi lebih rendah dari kaum ku, Ayu. Bukan kah kita sama saja? Manusia lemah yang bergantung pada Tuhan," Ayu yang tidak mengerti apa yang Hans bicarakan hanya melirik sesekali ke arah pria itu.
"Aku mencintai Hindia-Belanda ini. Aku mencintai semua yang ada di dalamnya, bukan kah dalam mencintai, hati tidak bisa memilih kan? Untuk siapa ia akan jatuh, unuk siapa hati akan berlabuh," Hans tersenyum mengakhiri kalimatnya.
Pengucapan Hans menunjukan bahwa pria itu memang sudah lama tinggal di Hindia-Belanda, ia dapat bicara bahasa dengan lancar, namun tetap mempertahankan logat ke-Belandaannya, begitulah kesimpulan Ayu tentang Hans. Jujur saja, Ayu tak begitu paham dengan yang Hans ucapkan, ia hanya dapat menarik kesimpulan bahwa Hans mencintai ibu pertiwinya, Hindia-Belanda.
Ucapan Hans baru saja membuat Ayu sedikit menaruh simpatik pada pria itu. Kata-kata yang Hans ucapkan dengan suara lembutnya sangat berbeda dengan londo lainnya ketika berbicara dengan Ayu, si gadis inlander. Hans berucap dengan halus dan lembut, seolah sangat menghormati lawan bicaranya.
Ayu mampir ke kios yang menjual beberapa rempah-rempah, ia akan membeli cukup banyak untuk persediaan. Setelah selesai, Ayu berniat membawa tas dari anyaman bambu yang sudah terisi penuh dan cukup berat, namun Hans sudah lebih dulu mengangkatnya dengan mudah di tangan kanannya. Ayu membelalakan matanya melihat tingkah Hans.
"Hei! Apa yang kamu lakukan? Kembalikan tenggoknya kepada ku, cepat," Ayu berniat mengambil tenggok yang sudah berada di tangan Hans, tapi mana sempat? Hans sudah lebih dulu melangkah meninggalkan Ayu kebingungan di belakangnya.
Ayu benar-benar tak habis pikir dengan pria ini. Untuk apa ia repot-repot membantu pribumi sepertinya?
"Hans! Ayo cepet kembaliin!" Ayu berlari kecil menyusul Hans di depannya, tapi pria itu hanya tersenyum kecil melihat Ayu yang tampak marah lewat ekor matanya.
"Mana mungkin aku membiarkan wanita yang membawa beban berat seperti ini, Ayu? Sudahlah, kamu bawa saja buku ini, aku juga akan pergi ke rumah paman," Hans menyerahkan beberapa buku yang tidak terlalu tebal ke Ayu. Sedangkan Ayu menerima saja tanpa penulakan, tapi dengan tampang kebingungan.
Sebelumnya Ayu tidak pernah memegang buku seperti ini. Jujur saja Ayu kagum dan merasa senang ketika melihat beberapa buku berada di kedua tangannya. Ayu ingin sekali dapat mengerti dan membaca apa yang tertuliskan di dalam benda bernama buku ini. Pasalnya, 17 tahun kehidupan Ayu, ia sama sekali tidak dapat membaca, apalagi menulis.
"Kamu bisa membaca?" Tanya Hans.
"Tidak," jawab Ayu santai dan jujur, jawaban gadis itu membuat Hans terkekeh karena kepolosan Ayu.
Mereka berjalan bersama menuju rumah tuan Rutger yang tidak dekat dari pasar. Sebenarnya Hans bisa saja menggunakan mobil yang biasa di gunakan para tentara Belanda itu dan sampai lebih cepat. Tapi kini Hans justru memilih berjalan bersama gadis pribumi yang menjadi pelayan di rumah pamanya.
Bersambung...
KAMU SEDANG MEMBACA
Buitenzorg : 1913✅
Fiksi SejarahSebagai seorang pribumi, Ayu sangat membenci para Belanda. Para penjajah dari Netherland yang hanya dapat memeras, menjajah, dan merendahkan tanah Hindia Belanda. Kebencian Ayu semakin menjadi setelah kematian orang tuanya di tangan tentara KNIL. Ay...