prolog

1K 70 5
                                    

6 tahun yang lalu......

Gadis kecil itu menangis keras di pelukan kakak pertamanya yang baru berusia empat belas tahun. Ia takut, bahkan mungkin sangat takut saat ini.
Papanya sedang keluar kota untuk urusan kantor, dia ditinggal di rumah dengan kedua kakak lelakinya dan asisten keluarganya selama seminggu ke depan. Yang  Membuatnya takut adalah karna saat ini kakak keduanya berulah lagi. Dari tadi tubuhnya dipukuli oleh kakak keduanya. Iya, gadis itu tau kalau kakak keduanya sangat membencinya. Dan sialnya, gadis itu belum tau alasan kakaknya membencinya sampai saat ini.

"LO TUH HARUSNYA MATI ZORA!"teriaknya marah.

"HARUSNYA LO! BUKAN MAMA! LO YANG UDAH BUAT GUE KEHILANGAN MAMA!"teriaknya lagi

"BRYAN!"kali ini Devano yang berteriak, ia tidak suka perlakuan Bryan kepada Zora. Karna bagaimanapun juga, Zora itu adiknya. Zora terlahir dari rahim yang sama sepertinya.

"KENAPA BANG, BIAR DIA TAU. KALO YANG BUNUH MAMA ITU DIA, SUPAYA DIA NGERTI, YANG HARUSNYA ENGGAK ADA ITU DIA!"Bryan semakin menjadi-jadi di tempatnya.

"Bang maksud bang Bryan apa? Aku gak ngerti bang."tanya Zora dalam pelukan Devan. Tangisnya belum juga mereda.

"Jangan didengerin Ra, dia lagi bercanda kok."kata Devan menenangkan Zora.

"SIAPA YANG BERCANDA! SIAPA? GUE GAK MAU TAU, POKOKNYA ILANGIN NAMA MAMA DI NAMA TENGAH LO. LO YANG UDAH BUNUH MAMA. DAN LO GAK PANTES MAKEK NAMA MAMA DI NAMA LO!"teriak Bryan lalu pergi menaiki tangga untuk menuju ke kamarnya.

Zora diam. Ia berfikir, membunuh ibunya? Kapan ia melakukanya? Bertemu ibunya saja ia tidak pernah. Lalu kenapa Bryan bisa bicara seperti itu?

"Aku gak pernah bunuh mama bang, aku gak bunuh siapa-siapa."kata Zora pada Devan.

"Gak ada yang pernah bilang kamu pembunuh Ra. Gak ada, udah jangan di dengerin, Bryan emang gitu kan orangnya. Suka gak jelas."kata Devan.

"Tapi kenapa dari dulu bang Bryan gak pernah sayang sama Zora, Zora salah apa sama dia bang?"

"Kamu gak salah, Bryan cuma kurang ngerti gimana jadi kakak aja, udah ah gak usah di bahas."kata Devan sambil menggandeng tangan Zora ke sofa ruang tamu. Ia mengajak Zora duduk di sana.

"Kenapa bang Devan gak benci juga sama Zora?"

"Gak ada alasan buat Abang untuk benci sama kamu. Inget, kamu terlalu sempurna untuk di benci, dan kamu terlalu indah untuk di abaikan. Kalau ada yang ngatain kamu, bilang Abang. Abang akan pukul anak itu biar lebih bisa menghargai kamu. Sekalipun itu Bryan, Abang gak peduli. Biar dia tau rasa, biar dia gak berani lagi ganggu sosok paling indah di hidup Abang."kata Devan, bukankah perkataan Devan sangat dewasa untuk ukuran anak umur empat belas tahun?

"Zora beruntung punya Abang kayak bang Devan."

"Abang juga."kata Devan lalu memeluk Zora kembali.

"Besok Zora bakal bilang ke papa kalo Zora pengen hapus nama tengah Zora."kata Zora saat keduanya baru melepas pelukan.

"Gak usah Ra. Buat apa?"tanya Devan tidak setuju.

"Biar bang Bryan gak benci lagi sama Zora,"kata Zora.

"Harusnya Lo tau Ra, sekalipun Lo nglakuin itu, Bryan gak akan bisa ngilangin kebenciannya. Sampai dia sendiri mau sadar kalo kematian mama bukan kesalahan Lo. Lo gak perlu nglakuin itu karna semuanya cuma sia-sia, nggak ada gunanya Ra."batin Devan dalam hati.

"Enggak usah Ra. Dia cuma butuh waktu untuk belajar jadi Abang yang baik, setelah itu gue yakin dia bakal sayang sama kamu."kata Devan.

"Nggak papa bang, seenggaknya bang Bryan seneng nama mama udah gak ada lagi di nama panjang Zora."kata Zora dengan senyumnya yang ia paksakan.

Zora menangis kembali, masa kecilnya yang suram harusnya sudah terang saat ini. Namun nyatanya keadaanya masih sama seperti yang dulu, dimana Bryan selalu membencinya, dan tidak pernah sekalipun peduli kepadanya. Zora mungkin masih bisa maklum, tapi apakah Bryan tidak bisa sadar kalau ini bukan keinginannya. Apakah Bryan tidak bisa menganggap Zora saudara? Apakah Bryan tidak bisa menerima kalau mereka terlahir dari rahim yang sama? Apakah kebencian Bryan sedalam itu? Tapi kenapa bisa? Kalau Devan saja bisa menerimanya, kenapa Bryan tidak? Zora benar-benar butuh penjelasan untuk itu.

"Cepet sadar bang, gue butuh Lo sebagai kakak gue, bukan sebagai musuh gue. Kapan Lo sadar dari kebencian Lo, sampai saat ini gue masih nunggu itu kalo Lo pengin tau."kata Zora pelan sambil menatap foto keluarganya yang hanya menampilkan dirinya, Devan, Bryan, dan Aldev papanya. Tentunya tanpa ada Zeva mamanya. Zora percaya suatu saat nanti Bryan pasti mau menerimanya. Meski ia sendiri tidak yakin untuk itu.

***

Ditulis dengan 750 kata.

Gimana nih menurut kalian cerita baru gue?
Suka gak?
Kalo suka komen yaaaaa......

Jangan lupa vote sama commentnya kawan🥰🥰🥰

SEMESTA milik ZORATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang