EIGHTEEN

1.2K 194 354
                                    

Warning typo(s)

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Warning typo(s)

Langit Seoul mendung sejak kemarin sore, hingga hari berganti fajar tak juga menampakan wujudnya─menghalangi syamsi mengerjakan tugasnya. Kian lambat waktu berlalu, tepat saat jarum panjang menunjuk pukul sembilan gerimis mulai bertitikan.

Hari ini Hyera tidak datang ke kantor Seokjin, setelah apa yang ia dengar kemarin saat Taehyung menceritakan apa yang lelaki itu ketahui. Jika bukan karena paksaan dari Hyera mungkin Taehyung akan tetap menutup mulutnya rapat-rapat. Bukan maksud Taehyung ingin membohongi Hyera, ia hanya khawatir jika Hyera tidak siap menerima semuanya.

Menikmati secangkir kopi di sebuah kafe tak ada salahnya, menghadap kesisi jendela memperlihatkan arus laju kendaraan yang berlalu lalang tak membuat ia pusing, sebab bagi dirinya sekarang ucapan Taehyung lah yang memenuhi isi kepalanya.

Kim Taehyung, sahabat lelaki yang ia percaya selain Min Oppa. Masih jelas terngiang ucapan Taehyung jika Seokjin dan Song Lily mengenal sejak lama, tidak ada yang salah dengan kata 'Mengenal' 一tetapi yang mengganggu pikirannya Seokjin tidak menceritakan tentang Lily kepada Hyera. Terlebih saat Hyera menebak jika Song Lily menempati rumah lama Seokjin terdahulu dan Taehyung dengan mudah mengangguk一membenarkan atas apa yang menjadi praduga Hyera selama ini.

Sebenarnya Hyera sudah pernah dua kali mendapati Seokjin mengendarai mobil ke wilayah alamat rumah dulu, namun kala Hyera bertanya Seokjin hanya menjawab jika sang ibu yang memintanya memeriksa keadaan rumah tersebut sebelum akhirnya ada yang menawar untuk membeli. Hyera tidak sepenuhnya percaya dengan jawaban Seokjin, bagaimana bisa dikatakan memeriksa rumah jika setiap kali datang Seokjin membawa beberapa kantong belajaan cukup besar一terkecuali ada penghuni di dalam rumah tersebut.

Hyera menyeduh kopinya kembali sebelum helaan napasnya mengudara. Matanya sayu, kendati polesan cantik diwajahnya masih jelas terlihat tetapi tidak dapat menutupi jika hati dan pikirannya mulai tersiksa.

Menangis, rasanya sia-sia saja untuk dirinya, toh semuanya sudah terjadi. Ia hanya perlu memikirkan jalan keluar guna menyelesaikan masalah yang memperumit keadaan.

Marah, tidak lagi. Pun sebesar apa kemarahannya nyatanya ia masih bisa merasakan rindu kepada lelaki yang menyakitinya.

"Ekhem..."

Hyera spotan mengalihkan pandangannya, mendongak guna melihat seseorang yang datang. Tidak lama, hingga detik berikutnya Hyera membuang pandangannya ke arah lain.

Tangan Hyera yang semula di atas meja kini mulai bersedekap didada, air mukanya menunjukan rasa ketidaknyamanan kala orang tersebut mulai mendaratkan bokongnya dikursi seberang berhadapan langsung dengan pribadinya.

[𝐌] 𝐎𝐑𝐏𝐇𝐈𝐂✓ Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang