Part 20. wanita lumpuh itu tanteku

127 12 0
                                    

"Di tombak menembus kebelakang tubuh rasanya hatiku, hidup berjalan di penuhi liku,"

_Bara_

Sayup-sayup embun masih tersisa di atas daun yang menyatu dengan rantingnya, Bara yang masih terlelap bermimpi terpaksa harus bangun, tiba-tiba punggungnya di lempari kayu oleh dua orang preman.

"Bug!" Suara punggung Bara di lempari.

Meraba-raba kasur, merayap ketembok Bara berusaha membalikkan badannya yang tengkurap dengan sekuat tenaga. Jiwanya serasa tak bernyawa lagi, energi yang ia serap dari makanan sehari-hari juga tak.mampu memberinya kekuatan.

"Arrggh! Kenapa aku di pukul lagi?" Tanya Bara mengerang kesakitan.

"Ini sudah siang! Lihat tuh matahari sudah tinggi. Kami dapat tugas untuk membangunkanmu, dan kamu disuruh untuk menjaga nyonya," jelas salah satu preman bernama Pino.

"Nyonya?" Sahut Bara beranjak berdiri dengan meraba dinding-dinding.

"Nanti kamu akan tau, sekarang mending beresin rumah!" Gertak Pino brtanjak pergi meninggalkan Bara dengan temannya yang lain.

Bara tertatih tatih, meraih alat-alat kebersihan yang ada. Ia membersihkan sesuatu yang kotor, cukup berserakan namun di rumah besar itu tidak hanya satu kamar tapi ada beberapa kamar lainnya. Ini menambah beban hidup Bara, ia tak menyangka bahwa kebaikan yang di terima hanya pengasam belaka untuk membuatnya tidak curiga.

Usai itu, ia turun dari lantai atas menghampiri dua preman yang sudah memanggilnya berkali-kali sedari tadi. Entah mengapa baru datang, ia sudah mendapat tatapan seram.

"Darimana aja kamu! Di panggil daritadi gak nyaut-nyaut," gertak Pino menyampirkan tanganya di atas sofa.

"Ma--maaf, aku tadi membereskan kamar atas," ucap Bara gugup.

"Yaudah, sekarang kamu bawa nyonya Ayessa jalan-jalan ke depan. Hari ini waktunya mencari udara segar," dahut Pino menunjukkan seorang wanita paruh baya yang mukanya mirip sekali dengan Almh. Ratna.

Mulutnya bagian bawah terbuka sedikit, Bara tercengang melihat ibu yang sedari dulu ia rindukan ada di hadapannya,"Bukankah ia telah tertimbun dengan tanah kala itu? Kenapa dia ada disini?" Gumam Bara dalam hati.

Terdiam kaku di tempatnya, Bara tidak bisa berbuat apa-apa. Ingin sekali rasanya memeluk seorang wanita paruh baya di depannya itu, namun ia tak kuasa sebab dia orang lain sekarang.

"Ibu," ucap Bara sedikit berbisik.

"Apa? Ibu? Aku ini bukan ibumu ya bocah ingusan! Cepat, antarkan saya berjemur," Bentak Ayessa emosi mendengar ucapan Bara.

"Bug!" Punggung milik Bara di pukul ujung sapu oleh Ayessa.

Bara mengangguk kecil sambil meringis kesakitan, ia beranjak berdiri memegang ujung dorongan kursi roda, ia menatap kepada dua preman yang berdiri di samping kiri dan kanan sekilas lalu mendorong kursi roda menjauh dari dua preman itu.

"Jangan lama-lama, Bos besar Ricko akan mengantarkannya cek up nanti siang," teriak Pino dari kejauhan.

"Iya," sahut Bara pelan tanpa mendongak sedikit pun.

Menyusuri jalanan yang di penuhi dedaunan gugur, Bara membelokkan kursi roda yang ia dorong ke sebuah tempat lapang. Di bentuk membundar dengan kursi dan meja yang berada di tengah. Berhenti tepat di samping kursi buatan di belakang meja bundar.

"Bara, bungkukkan tubuhmu. Aku mau bicara," suruh Ayessa datar.

Tubuh tegap dan tinggi membungkuk rendah, mendekatkan telinganya tepat lurus di mulut Ayessa. Ia merasakan kehangatan suara yang selalu menguatkan hatinya dahulu namun kini hanya sebatas ibu dari penyiksanya.

"Aku rindu kamu, dari dulu aku hanya mendengar cerita tentangmu dari ibumu," bisik Ayessa membuat leher Bara berdesir.

Setitik air mata yang tidak menyudut turun membasahi pipinya, dia merasa ibunya kembali hidup dan membisikkan itu tepat di telinganya. Tangannya geli ingin memeluk erat Ayessa yang ada di hadapannya, namun ia lebih memilih menekuk lututnya. Tersungkur di tanah sambil mengusap air matanya.

"Ka--kamu siapa?" Tanya Bara dengan nada bergetar.

"Aku Ayessa, aku adalah adik dari mbak Ratna. Kami berdua adalah saudara kandung dan terpisah selama berpuluh-puluh tahun, hingga bertemu lagi di taman ini. Setiap kali bertemu hanya kamu bahan cerita dari dia, dia selalu membanggakanmu bahkan menikahi ayahmu demi kamu bukan? Aku tau itu, di mana mbak Ratna sekarang? Sudah berbulan-bulan aku gak bertemu dengannya," Jelas Ayessa bercerita semunya.

"Dia sudah tiada lima bulan lalu, lima bulan lalu juga awal dari kehancuran hidupku atas ayah dan ibu kandungku hingga aku di jual sampai disini," sahut Bara tidak dapat membendung derasnya air mata sambil menceritakan singkat penderitaanya.

"Hmm, anak yang malang. Aku tidak menyangka dia akan pergi secepat itu, padahal aku berharap bisa bersamanya lebih lama lagi," gumam Ayessa datar.

"Aku pun juga ingin seperti itu," timpal Bara cepat.

"Walaupun aku saudara ibumu bukan berarti aku akan memperlakukanmu sebagaimana ibumu merawatmu, Rocky itu suamiku jadi apapun perbuatannya maka aku akan mendukungnya Sekalipun menghabisimu," bisik Ayessa kasar tepat di telinga Bara dengan nada pelan tapi mematikan.

Tangan kekar meraba pipi mulus semu merah yang ia miliki, ia mengusap air mata yang tak berhenti meluncur dengan telapak tangannya. Pikirnya ia akan kembali bahagia seperti dulu setelah bertemu dengan Ayessa yang merupakan saudara kandung Almh. Ratna, namun semuanya tetap sama dan tidak ada yang berubah. Ayessa tidak sebaik yang ia kira dan fikirkan.

Bosan di taman itu, ia membawa Ayessa kembali pulang ke rumah. Di sana sudah ada Rocky yang menunggu, kini Bara sudah tidak sebebas dulu. Ia hanya di perbolehkan keluar rumah jika ada tugas saja atau membeli sesuatu kepentingan, selebihnya ia di rumah menjaga dan membereskannya namun hukumannya lebih kejam dari yang Liora berikan dahulu.

Rocky berlalu membawa Ayessa pergi untuk cek up kesehatan di rumah sakit. Bara di tugaskan untuk membersihkan dua mobilnya, dengan sigap tanpa membantah. Bara menyiapkam alat pencuci dan lainnya, ia mulai mencuci dari mobil satu dan satunya lagi. Kalau saja ia tak ingin hidup mungkin ia sudah berbuat nekat.

Di tengah mencuci mobil, Cahaya lewat sambil mengenakan baju tanpa lengan dan celana pendek di lengkapi handuk kecil di lehernya. Kelihatannya ia habis joging dan memantau Bara dari balik semak-semak, ia memotret beberapa foto Bara bersama rumah besar yang ada di belakangnya. Entah mengapa ia sangat yakin bahwa Bara sedang menetap di situ.

"Hufft! Aku kira kamu sudah bahagia Bara, ternyata menyimpang jauh dari yang aku duga," gumam Cahaya lirih di balik semak-semak.

Tidak berselang lama, Cahaya meneruskan jogingnya sambil melewati Bara yang sekilas memandanginya. Ia kenal dengan orang yang baru saja lewat namun enggan untuk menyapa.

Bersambung

Bara [END] OPEN POTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang