Dua bulan berlalu...
"Hai Iqbaal! Kenapa bengong sih? Mikirin almarhumah Nayla ya? Udah, masa lalu jangan dikenang. Entar keburu kangen berat, susah loh."Vanesa mendekati Iqbaal di kafe berdekatan dengan tempat kerjanya itu. Kebetulan Iqbaal lagi sarapan disitu.
"Enggak. Enggak mikirin dia kok. Cuman aku kesel sama diri aku sendiri. Gara-gara aku, Nayla jadi sakit dan meninggal."
"Iqbaal, gak usah nyalahin diri sendiri. Ajal maut itu udah ditentukan sama tuhan. Walau kamu yang bikin dia sakit sekalipun, tetap itu bukan salah kamu."
"Yaudah, kamu mau sarapan? Nggak apa-apa aku traktir kamu aja. Minum atau makan aja, aku bayar semuanya."
"Serius? Yaudah aku pilih makanan dulu."
Sepuluh menit berlalu, akhirnya mereka selesai makan. Iqbaal menanyakan kepada Vanessa tentang kondisi Jessica sekarang.
"Jessica gimana sekarang? Dia di mana? Aku udah lama banget gak ngeliat dia. Dia sakit ya?
"Alhamdulillah, dia baik-baik aja. Cuman dia terus-terusan nangis aja sejurus setelah Nayla meninggal. Mungkin juga dia sedih banget karena Nayla itu teman mainnya dari kecil."
"Waduh, serius? Kamu kenapa nggak bilang-bilang? Kan jadi sedih dia, nanti malah nyalahin aku lagi."
"Udah, tenang aja. Dia nggak bakalan nyalahin kamu. Percaya aja sama aku."
"Aku mau ke kantor dulu ya. Mau nyamperin Papa. Nanti bisa nanyain soal kerja di kantor juga. Kamu baru dapet kerja baru?"
"Iya, Iqbaal. Kantor aku di sekitar sini juga. Dari aku bengong aja di rumah, mendingan aku cari kerja aja. Bosen aku di rumah terus."
"Kamu bener nggak mau kerja di rumah aku lagi? Kan kamu bisa jaga Natasha walaupun aku udah sembuh. Natasha kan temen kamu juga."
"Gak usah ah. Aku mau kerja sendiri aja. Gak mau lagi jadi pembantu. Ini udah telat, aku pergi dulu. Assalamualaikum."
"Oh iya, Van. Waalaikumsalam."
Vanesa tidak mengetahui bahwa tempat kerjanya itu adalah kantor milik papa Iqbaal.
"Assalamualaikum, pak. Maaf saya telat sebentar soalnya tadi saya keburu sarapan dulu di kafe dekat sini."
"Nggak apa-apa. Sebentar lagi saya mau kenalin kamu ke bos baru disini. Kebetulan dia itu anak laki-laki saya satu-satunya. Jadi kamu harus menjadi manajer nya yang bagus. Jangan pernah bolos kerja ya kalau sama dia."
"Baik pak. Saya mengerti. Akan saya lakukan yang terbaik untuk menaikkan nama baik kantor ini."
"Oh itu dia tuh, sampe juga akhirnya dia. Saya pikir dia gak mau dateng."
Vanesa kaget setelah Iqbaal memunculkan dirinya disitu dan sekaligus menjadi anak dari pemilik perusahaan itu.
"Loh kamu Iqbaal? Jadi kamu anaknya pak Radrjo?"
"Kenapa? Kaget? Ini bokap aku, aku jadi pemimpin disini karena bokap aku yang nyuruh aku kerja disini. Tapi bukan sekarang. Soalnya belum ketemu calon istri. Cuman mau ngenalin diri."
"Aku bisa kok jadi calon istri kamu. Eh bukan-bukan, maksudnya jadi manejer kamu."
"Calon istri mah juga bisa kok. Tapi bukan sekarang."
"Eh, Iqbaal! Kalo bukan sekarang, habis kapan lu mau nyelesain kerja secepatnya. Tangguh mulu." marah Papa nya Iqbaal.
"Rasain tuh kamu. Habis dimarahin bokapnya sendiri." tertawa kecil Vanesa melihat tingkah Iqbaal barusan.
Iqbaal merasa bosan sendirian di kantor miliknya. Setelah beberapa menit, muncul satu ide yang bernas di benaknya. Dengan pantas tangannya menggapai alat komunikasi di hadapannya itu. Vanesa orang pertama yang dihubunginya di kantor itu.
"Vanesa, tolong panggil semua karyawan untuk masuk ke ruangan meeting sekarang. Saya mau semua karyawan mengenali saya sebagai ketua setelah Papa saya."
"Baik, pak Bos. Tapi tumben pak Bos manggil saya pake nama penuh, bukannya pak Bos selalu manggil saya Van gitu?"
"Terserah saya mau panggil apa, karena ini masih jam kantor. Jadi kerjakan apa yang disuruh dan gak usah banyak nanya, ngerti kamu? Kamu itu sudah ditugaskan untuk menjadi manajer saya. Jadi jalanin atau kamu saya pecat."
"Baik, pak Bos. Siap melaksanakan perintah. Saya janji gak bakalan main-main lagi, jangan pecat saya pak Bos."
"Yaudah, pergi siapin kamar meeting sekarang."
Iqbaal tertawa gak henti setelah mengusik manajer nya itu alias temennya sendiri. Vanesa pula kesal karena temennya memperlakukannya seperti itu.
Lima menit berlalu, Iqbaal pon memulai ucapan panjang lebar kepada semua karyawan-karyawannya setelah menunggu lama.
"Halo, semua para karyawan yang saya hormati. Berdirinya saya disini adalah untuk memperkenalkan diri saya sebagai ketua pemimpin yang baru di perusahaan ini. Saya adalah Iqbaal Saputra Rardjo, putra tunggal pak Rardjo Sapie. Jadi mulai tahun depan saya bakalan menjadi ketua tetap disini tetapi saya juga akan sering mampir kesini karena bokap saya alias ketua besar kalian sudah mengundurkan diri karena kondisi kesehatannya yang kurang bagus. Jadi saya mohon setelah ini, patuhi segala arahan saya sebagai ketua besar disini agar kalian bisa mendapatkan semua yang kalian mau. Saya akan bertindak adil sebagai ketua kalian. Oke, sampai disitu saja. Terima kasih."
Iqbaal nunduk dengan sopan dan keluar dari ruangan meeting dengan segera. Vanesa mulai berbicara dalam hati.
"Kok karyawannya pada dicuekin? Seenggaknya bilang "permisi" dong gitu. Jadinya gak dibilang ketua yang sombong-sombong amat. Haeduhh!"
"Halo semuanya saya Vanesa, manajer barunya pak Bos Iqbaal. Jadi kalian udah dengerin kata-kata yang diomongin pak Bos bukan? Tolong dijaga baik-baik omongan pak Bos tadi. Kalian semua bisa bubar."
Para karyawan pelan-pelan meninggalkan ruangan meeting. Vanessa masih menyimpan rasa kesal dengan sikap Iqbaal barusan.
KAMU SEDANG MEMBACA
A Gift For You [END]
RomantizmIqbaal, pria yang cool, ganteng, baik dan keren. Anak manja mama sama papa. Dia itu selalu dikontrol sama mamanya. Suatu hari, ada satu cewek cantik yang datang ke rumahnya dan mengaku ingin menjadi kekasih hatinya si Iqbaal. Mamanya bersetuju menja...