XII - DUA BELAS

113 32 2
                                    

Sehun menghempaskan tubuh ke atas ranjang. Tubuhnya memantul beberapa kali sebelum akhirnya berhenti. Ia hanya diam di atas ranjang sejenak, lalu menutup wajahnya dengan kedua telapak tangan.

"Apa yang kulakukan sebenarnya?"

Laki-laki itu mengingat bahwa ia mengatakan sesuatu yang aneh pada Sejeong setelah menolong kucing. Namun, ia tidak benar-benar ingat dengan pasti apa yang dikatakannya.

Satu-satunya hal yang diingatnya adalah bayangan kakaknya yang sempat muncul ketika ia melihat Sejeong. Kemudian, ia mulai meracau tidak jelas. Ia juga mengingat wajah gadis itu yang menatapnya dengan ekspresi terluka.

Meski gadis itu telah meninggalkannya, Sehun masih mengikuti hingga Sejeong berbelok ke sebuah rumah yang memiliki pekarangan terbuka yang tidak terlalu luas. Sepanjang sisa perjalanan menuju rumah gadis itu, Sehun tidak dapat memikirkan apa pun karena otaknya mendadak kosong.

Ia juga tidak dapat mengenyahkan bayangan ketika ia dengan berani mendekatkan wajahnya pada Sejeong. Sehun masih ingat tatapan gadis itu. Ia juga masih ingat wangi sampo vanilanya yang menguar hingga memenuhi indera penciumannya.

Hal yang semakin membuatnya merasa sudah hilang akal adalah saat Sejeong bermaksud bergeser menjauh darinya, tapi tanpa sadar tangannya justru menarik tubuh gadis itu ke tempatnya semula. Jelas sekali wajah Sejeong langsung berubah gugup.

Dan itu terlihat manis.

"Damn! What have I been thinking of?"

Sehun menepuk-nepuk pipinya. Kanan dan kiri secara bergantian. Makin lama, pukulan itu semakin keras hingga ia merasa wajahnya panas karena tamparan-tamparan itu.

Ia menarik napas dalam-dalam dan mengembuskannya. "Tenang, Oh Sehun," katanya pada diri sendiri.

Otak Sehun tiba-tiba mengingat sesuatu. Ia pernah membaca sesuatu soal ini. Sehun buru-buru mengambil handphone-nya dan mengetikkan sesuatu di kolom pencarian: "Efek Jembatan Gantung".

Setelah muncul beberapa artikel, ia memilih yang teratas. Matanya menyisir kalimat-kalimat dalam artikel itu.

"Suspension bridge effect. Fenomena psikologi yang menyalahartikan debaran jantung yang disebabkan oleh ketegangan dan situasi yang memicu adrenalin, sebagai debaran karena perasaan khusus pada lawan jenis." Sehun bangkit untuk duduk. "Benar. Syukurlah aku tidak bodoh dengan berpikir yang tidak-tidak."

Ia merasa harus melakukan sesuatu. Sehun menyusuri kontak di handphone-nya dan menemukan nama yang dicari. Ia segera menekan tombol panggil.

Sesaat kemudian, terdengar suara berat laki-laki dari seberang.

"Halo?"

"Halo? Pelatih Jong Min?"

Tidak lama kemudian ia sudah berhasil mendapatkan nomor Sejeong dengan alasan ia ingin minta maaf perihal kejadian di klub karate tempo hari. Pelatih Jong Min terdengar senang mengetahui niat baik Sehun dan tanpa berpikir dua kali, memberikannya nomor handphone Sejeong.

Ia pikir, akan lebih baik kalau klub karatenya tidak menjadi sarang permusuhan antara kedua anggota baru itu. Sehun tahu Pelatih Jong Min tidak akan keberatan walaupun ia meneleponnya tengah malam. Dan hal itu terbukti benar adanya.

Usai mendapatkan nomor handphone Sejeong, Sehun berpikir berkali-kali terlebih dahulu sebelum akhirnya memutuskan melakukan panggilan. Terdengar beberapa kali nada sambung. Pada nada sambung berikutnya, ia mendengar suara gadis itu.

"Halo?"

Mendadak, lidah Sehun menjadi kelu. Mulutnya terbuka untuk mengatakan sesuatu, tapi menutup kembali. Otaknya kosong. Kata-kata yang sudah dipersiapkannya menguap begitu saja.

Vanila - SejeongxSehun [Ongoing]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang