Tok tok tok… suara ketukan pintu membuat Maudy mau tak mau membuka matanya dan turun dari kasur empuknya. Sambil mengucek matanya ia berjalan menuju pintu. Setelah dibukanya pintu kamarnya, ia melihat Yasmin berdiri dengan anggun dengan pakaian kerjanya. “Sayang, hari ini mama berangkat ke Surabaya. Ada yang harus mama urus disana. Baik-baik ya dirumah sama kak Kalva” ucap Yasmin sambil menepuk kepala anaknya penuh kasih sayang. Maudy yang diajak bicara oleh sang ibu hanya manggut-manggut.
Setelah mencium kening anak perempuan kesayangannya, Yasmin segara bergegas menuju bandara Adi Sutjipto. Maudy pun segera turun untuk sarapan bersama sang kakak setelah merasa semua yang ia kenakan dan yang ia bawa ke sekolah beres. Hari ini ia sudah menggunakan seragam SMA barunya, ia mengikat rambut dark brownnya ala Lucy Hale. Ia juga mempermanis tampilannya dengan converse white high sneakers serta tas jansport berwarna merah marun. Di meja makan terlihat Kalva dan Hansa, ayahnya, sedang bercanda sambil memakan sarapannya. Mbok Minah, pembantunya, telah menyiakan ayam goreng dan capcay sebagai menu sarapan kali ini. “Morning dad, morning brother” sapa Maudy sambil menarik kursi makannya dan menjatuhkan bokongnya di kursi empuk tersebut. “Morning sweetheart,” balas sang ayah.
“Yo morning sister.” Tak ingin kalah dengan sang ayah, Kalva pun membalas sapaan adiknya dengan gaya bak seorang rapper. Maudy dan Hansa hanya tertawa kecil sambil menggelengkan kepala. Mereka kembali melanjutkan sarapan hingga jam di dinding menunjukkan pukul 6.15 pagi. Kalva serta Maudy segera menyalami tangan sang ayah dan mencium kedua pipi sang ayah serta langsung bergegas untuk berangkat kesekolah.
Begitu keluar perumahan, jalan raya sudah menampakkan betapa sibuknya kota Jogja dipagi hari. Butuh waktu sekitar 30 menit untuk sampai di International School of Indonesia. Selama sepuluh menit pertama Maudy terlihat menikmati perjalanan dengan memandang jalanan dari kaca mobil. Tetapi setelah itu Maudy terlihat sibuk mengutak-atik playlist di audio mobil Kalva. Ia sibuk mencari lagu yang membuat ia bersemangat dipagi ini. “Masya Allah, lo ngapain sih Mau? Cari lagu yang gimana emang, hem??” tanya Kalva yang gemas melihat tingkah laku adiknya.
“Lagu yang enak apa ya? yang buat mood jadi bagus gitu. Menurut kakak apa? Beat apa yang mellow gitu?” Maudy meminta saran kakaknya, karena dari tadi ia tidak bisa menemukan lagu yang pas.
“Terserah lo aja sih. Tapi gue lagi pengin dengerin lagunya Sammy Simorangkir yang Kau Harus Bahagia. Ini lagu mellow, dan ini lagu gue banget. Tapi kalo lo mau nyetel lagu yang lain juga gak papa. She Look So Perfect-nya 5SOS juga bagus tuh.”
“Eng… lagunya Sammy aja deh. Biar my lovely brother galau. Hahaha. ini lagunya kakak buat Sarah ya?” goda Maudy sambil menaik turunkan alisnya.
“Enak aja. Bukan lah. suatu saat nanti bakal gue certain. Udah buruan diputer” perintah Kalva kepada Maudy sambil masih terus serius mengemudikan mobilnya yang berbaur dengan kemacetan kota Jogja.
Tanpa sadar Kalva ikut menyanyikan dua bait pada pertengahan lagu tersebut. Bukan hal langka bagi Maudy bila Kalva menyanyi dengan serius. Suaranya yang berat sangat cocok jika berduet dengan penyanyi aslinya. Tak salah apabila Kalva dijuluki sebagai “Male Singer of ISoI”. Maudy hanya bisa tersenyum kecut ketika menyadari makna lirik lagu tersebut dan menyadari bahwa makna lirik tersebut sama dengan keadaan Kalva. “Aku nggak nyangka, ternyata kak Kalva sampe rela mundur gini demi seseorang yang dia sayangi. Dua jempol buat kak Kalva. Be strong and stronger my beloved brother.” Batin Maudy didalam hati sambil memandang wajah Kalva dari samping. Kalva sebenarnya tau jika ia dipandangi oleh Maudy, namun ia berusaha untuk stay cool, harus jaim dong, cowo.
Maudy segera duduk di kursinya begitu sampai di kelas XI IPA 3. Dilihatnya Dian sedang bersama dengan Aldo dan Dylan yang sedang memetik gitarnya. Entah sebuah kebetulan atau karena apa, Dylan memainkan lagu yang tadi ia putar selama berkali-kali di mobil Kalva, lagu milik Sammy Simorangkir. Maudy mendengarkan dengan seksama suara merdu milik Dylan. Ia terus memegangi bolpoint pink yang tadinya ia akan gunakan untuk merangkai kata-kata. Tapi ia terlalu fokus mendengarkan suara Dylan, hingga suara yang tak asing memasuki indra pendengarannya. “Wah Dylan, suara lo nggak kalah sama suaranya bang Kalva”, ya suara itu milik Aldo. Siapa lagi anak ISoI yang memanggil Aldo dengan sebutan ‘bang’ selain Aldo? Nobody. Setelah bangkit dari kesadarannya, ia segera mengambil buku berwarna merah ber tuliskan “I love London”. Ia segera menuliskan kata-kata apa saja yang dari tadi sudah menari-nari indah di otaknya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Tentang Rasa
Teen FictionBukan, ini bukan cerita tentang sepasang anak adam yang saling mencintai Bukan juga, ini bukanlah cerita tentang anak perempuan yang berprofesi sebagai secret admirer seseorang Percayalah padaku, ini lebih parah dari apa yang kalian duga. Ini lebih...