[ 1st Chapter ; Wanna Come with Me? ]

59 6 8
                                    

Malam begitu kelam ketika Tesla model keluaran terbaru itu membelah jalanan sepi di jam dua pagi.

Sudah hampir 3 jam mobil tersebut berkeliling kota, ikut serta dalam keheningan suasana.

Rambut hitam panjang sang pemilik mobil berkibar dengan liar ketika kaca mobil di buka, membiarkan hawa dingin yang dibawa angin ikut masuk ke dalam mobil.

Purnama menepikan mobilnya, kakinya melangkah pelan ke arah jembatan tinggi yang menampilkan hampir seluruh suasana kota.

Tangannya bersandar di pinggir tiang jembatan, menikmati pemandangan kota yang berkelap-kelip di antara malam.

Suara kecil menginterupsi hening yang sedari tadi menyelimuti, terdengar seperti seseorang yang menghela nafas karna punya banyak gundah hati. Purnama menoleh, dilihatnya remaja laki-laki yang masih menggunakan baju putih abu-abunya.

Purnama terheran, kenapa? Ini sudah terlalu larut- sangat sangat larut untuk seorang siswa berkeliaran.

Dering ponsel terdengar nyaring di antara sunyi dan angin, Purnama jelas tahu itu bukan berasal dari ponsel miliknya, karna ia tak merasa pernah menyetel ringtonenya menjadi alunan melodi yang sangat cerah seperti yang baru di dengarnya.

Purnama sedikit menyesal telah berada di antara keheningan yang panjang dan jarak yang pendek dengan satu-satunya manusia lain yang ada di jembatan tersebut. Sebab ketika pemuda di sampingnya mengangkat telpon, Purnama bisa mendengar teriakan yang keras, kata-kata menyakitkan dan berbagai sumpah serapah yang sangat mengganggu telinga itu walaupun telpon tidak sedang dalam mode loudspeaker.

Sungguh, Purnama sekarang berusaha untuk tidak menengok dan menjadi tidak peduli.

Tapi isakan kecil yang bersumber dari pemuda di sampingnya ketika menyudahi panggilan membuat hati kecil Purnama buyar, ia tak tega.

"Hei, kamu," Sapa si gadis dengan nada anehnya, "kenapa menangis?"

Si pemuda terkesiap, sepertinya tak menyangka akan ada yang peduli terhadap dirinya, "Enggak, kak. Gapapa." Jawabnya sambil menyingkirkan air mata dengan lengan jaketnya.

Purnama lama tak bersuara, banyak yang dipikirkannya.

"Jam dua lewat tiga puluh empat menit."

Siswa di sampingnya tampak bingung, apa sekarang yang orang tak dikenalnya ajak bicara adalah dia atau dia sedang membual sendirian?

"Sudah jam dua lewat tiga puluh empat menit, kenapa kamu masih berkeliaran dengan baju sekolah?"

Anak lelaki di samping Purnama membuang pandang, pasti tak nyaman dengan pertanyaannya yang barusan terdengar mengintrogasi.

"Saya cuma kabur dari rumah, rebel seperti anak remaja lain di usia saya." Jawabnya diiringi dengan tawa yang sedikit dipaksakan.

"Nama kamu siapa?"

"Chandra."

Purnama sedikit merapatkan jaketnya, lalu menghadap si pemuda dengan tangan bersilang, "Chandra, kalau saya tinggal kamu sendiri di sini, kamu benar-benar gak akan ngelakuin hal bodoh kan? Seperti loncat, misalnya."

" ... "

"Oke, ganti deh pertanyaannya-"

"-kalau saya ajak kamu buat ikut saya, kamu mau, nggak?"

**

"Kak, kayaknya yang lebih butuh selimut sekarang kakak deh." Tawar Chandra dengan tangan yang menawarkan selimut yang diberi Purnama saat memasuki mobil.

Malam, Bulan, dan Purnama.Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang