| HAPPY READING |
______________
Pupil mata cokelat itu terus memperhatikan setiap gerak-gerik lawan bicaranya. Siapa sih yang nggak risih ketika terus di perhatikan? Wajar saja jika lawan bicaranya merasa risih dan tidak nyaman.
"Kamu ngeliatin apa?" tanyanya sedikit kesal. Mungkin bukan sedikit kesal, tapi sangat kesal.
"Ngeliatin sudut kecantikan yang lo miliki." jawab sang pemilik pupil cokelat.
"Aku nggak cantik, keluargaku bilang kalau aku itu jauh lebih buruk dari yang lain."
Tangan Bima sang pemilik pupil cokelat pun segera menutup mulut Sisi.
"Jangan pernah berkata seperti itu lagi! Bagi mereka lo seperti sampah, tapi bagiku dan orang lain lo itu seperti berlian yang tiada nilainya."
Antara lucu dan terharu yang bercampur aduk dalam perasaan Sisi.
Sisi kembali memalingkan wajahnya menghadap buku yang sedang di baca, sesekali mulutnya mengunyah cemilan yang di belikan oleh Bima.
Keadaan perpustakaan saat ini sangat sepi dan hening, hanya saja ada beberapa siswa.
"Si, ntar pulang sekolah ke rumah gue ya." pinta Bima.
"Nggak bisa,"
"Nggak bisa kenapa? Hari ini kamu libur kerja 'kan?" tanya Bima.
"Iya," jawab Sisi singkat.
"Ya udah ntar ke rumah gue ya."
"Nggak bisa!" tolak Sisi menatap kedua bola mata Bima.
"Sok sibuk lo," guman Bima.
Sisi segera berdiri dan membawa semua buku beserta cemilan Bima ke kelasnya.
"Gue lagi ngomong Si, kok di tinggal?"
Baru saja ingin mengikuti Sisi, namun bel sekolah lebih dulu berbunyi.
Akhirnya Bima memutuskan kembali ke kelas.
*****
Sisi menghembus nafas lega, karena ia tidak di temukan oleh Bima sewaktu pulang sekolah.
Baru juga memasuki bagian gerbang rumah, namun mata Sisi terus berkaca-kaca.
Sisi segera berlari mendekati Bik Asih yang sedang terduduk sambil bermohon kepada Mama dan Papa. Sisi juga tidak tahu apa yang sedang terjadi.
"Tuan, Nyonya jangan pecat saya..." lirih Bik Asih dengan tangisan dan berbagai ucapan permohonan.
"Nanti saya mau makan apa jika Tuan dan Nyonya mecat saya?"
"Itu semua bukan urusan kami. Jadi cepat kamu angkatkan kakimu dari sini!" bentak Mama seperti tidak punya rasa kasihan sedikit pun.
"Nyonya, tolong berikan saya pekerjaan ini. Nanti kalau saya pergi dari sini siapa yang akan ngejagain Non Sisi?" Bik Asih terus bertekuk lutut kepada Rania dan terus bermohon.
Mendengar perkataan Bik Asih barusan berhasil membuat air mata Sisi lolos.
"Dia itu sudah besar, jadi nggak perlu di jagain kek anak kecil!" bentak Mama.
Sisi terkaget ketika Mama mulai bicara dengan nada tinggi.
"Cepat kamu pergi!" susul Papa dan langsung membuang tas Bik Asih ke sembarang arah.
Dengan berat hati dan terpaksa, Bik Asih pun meraih tasnya dan segera pergi dari rumah itu. Mau bagaimana lagi? Mungkin ini kali terakhir Bik Asih bertemu bersama gadis hebat yang ia rawat dari kecil dahulu.
KAMU SEDANG MEMBACA
Sisi: Gadis Yang Tersakiti
Teen FictionSisilia Mikaila, seorang gadis yang selalu di selimuti oleh rasa sedih dan sakit. Layaknya seperti Cinderella. Tapi ini bukan di siksa oleh Ibu tiri dan Kakak tiri. Melainkan oleh keluarga sendiri. Mungkin, kehidupannya tidak seberuntung saudara kem...