Kini Ayu tau maksud dari perkataan Hans waktu itu. Pendapat Hans terkait kisah cinta dalam buku cerita yang tengah Ayu baca.
Kata Hans, ketika mencintai seseorang terlalu dalam, maka rasa sakit yang dirasakan pun akan sama dalamnya. Dan juga, tidak ada orang manapun yang bahagia ketika orang yang dicintai merasa tersakiti.
Dan Ayu merasakannya sekarang. Ketika Hans melangkah pergi menuju medan prang walau itu bukanlah keinginannya, Ayu merasakan kekhawatiran yang begitu besar dalam hatinya.
Ayu tidak tau apa yang terjadi di medan perang, siapa kah yang akan terluka, atau siapa kah yang akan mati. Membayangkan Hans lah yang harus meregang nyawa di medan perang membuat mata Ayu menggenang. Ayu tidak sanggup jika Hans pergi meninggalkannya di atas tanah jajahan ini sendirian. Segera saja Ayu menghapus setitik air mata yang terjatuh dari mata kirinya.
Ayu mengernyit, matanya menangkap buku bersampul kain coklat terletak di atas meja. Ayu tau betul, buku itu adalah buku catatan harian milik Hans. Pria Belanda itu selalu menulis sesuatu di dalamnya. Hans selalu melarang Ayu membaca apa yang tertulis di dalamnya, tapi kali ini, Hans meninggalkan sebuah buku penting di atas meja ruang tengah rumah ini.
Ayu meraih buku itu, memperhatikan sampul yang polos namun unik. Gadis itu mengusap buku di tangannya, kemudian mulai membuka halaman pertama, yang akan membawanya pada sosok Hans yang sebenarnya.
11 November 1909
Hari ini ayah menyuruhku berhenti menulis. Buku tulisan ku ia robek dan dibakar. Ayah benar-benar marah karena kakak pergi dari rumah. Ia menyuruhku masuk ke camp militer dan memerintahkan ku pergi ke Hindia-Belanda.
Aku tidak tau dimana negara itu. Tapi aku sering mendengarnya, aku harap di sana aku akan damai dan bahagia karena jauh dari ayah. Ayah membakar buku karya ku karena ia tak ingin aku menjadi seorang seniman seperti kakak yang pergi dari rumah.
Ayah pasti akan segera mengirim ku ke camp dan menjadikan ku tentara di sana. Aku akan lakukan apapun, asal ibu ku tidak mendapat kekerasan lagi dari ayah.
23 Juni 1910
Hari ini aku mulai berangkat ke Hindia-Belanda. Aku pasti akan merindukan ibu. Aku pasti akan merindukan Natherland dan kawan-kawan kecil ku di sini. Apakah ayah akan merindukan ku? Apakah ayah benar-benar menjaga ibu dengan baik?
7 Februari 1911
Sudah beberapa bulan aku tinggal di Hindia-Belanda. Aku pikir, aku akan bahagia karena jauh dari ayah. Tapi aku salah. Setiap nafas yang aku hirup, setiap makanan yang aku makan, dan setiap senyuman yang aku tunjukan, aku merasa bersalah. Aku tak bisa hidup tenang di atas penderitaan para pribumi.
Ya Tuhan, maafkan lah aku. Sungguh aku tak pernah ingin membuat para pribum menderita. Aku tak ingin berbahagia dengan memanfaatkan manusia lain yang lebih lemah dari ku. Apa yang harus aku lakukan?
5 Maret 1912
Hari ini aku menemui pimpinan militer di Batavia. Keputusan ku sudah bulat. Aku akan mencalonkan diri sebagai pemimpin barak Buitenzorg. Apapun akan aku lakukan. Sehingga aku pasti dapat melindungi para pribumi di kota indah ini. Aku akan dapat melindungi Mbah Warni, pedagang dari Jawa yang kemarin memberi ku sayuran saat pulang dari barak.
Sudah satu tahun lebih aku tinggal di kota ini. Aku sangat mencintai Buitenzorg dan para pribumi yang tinggal di sini. Aku bahkan bersahabat dengan seorang pejuang pribumi, aku selalu membocorkan rahasia strategi KNIL padanya. Hahaha.
Aku tidak dapat melindungi pribumi di sini jika aku hanya tentara biasa. Aku harus mempunyai kuasa. Dengan itu, aku pasti dapat melindungi orang dan tempat yang aku cintai.
KAMU SEDANG MEMBACA
Buitenzorg : 1913✅
Fiksi SejarahSebagai seorang pribumi, Ayu sangat membenci para Belanda. Para penjajah dari Netherland yang hanya dapat memeras, menjajah, dan merendahkan tanah Hindia Belanda. Kebencian Ayu semakin menjadi setelah kematian orang tuanya di tangan tentara KNIL. Ay...