"Sudah hampir satu tahun aku menunggu mu," pria yang tengah berdiri manatap pemandangan bukit yang masih saja sama dengan satu tahun yang lalu, ia berbalik ke arah sumber suara yang ada di belakangnya. Suara yang sangat Hans rindukan.
Setelah Ayu mendengar kabar kepulangan Hans dari Jack, Ayu segera berlari ke bukit yang untungnya tak jauh dari rumah Hans. Sesampainya di sana, gadis itu melihat punggung tegap yang memunggunginya. Ayu tau, siapa pria yang tengah berdiri menunggu kehadirannya.
Ayu tersenyum lega, air yang menggenang di pelupuk mata menunjukan betapa rindunya Ayu akan pria Belanda yang tengah menatap ke arahnya. Pria yang juga menatap rindu ke arah Ayu.
Hans mendekat ke arah Ayu, tangannya terulur menghapus air mata yang telah membanjir di paras cantik nan manis Ayu. Mata Hans memerah, ia tak menyangka bahwa Ayu masih dengan sabar menunggu kepulangannya.
Awalnya, Hans berpikir bahwa mungkin saja Ayu menyerah menunggu Hans pulang. Bisa saja Ayu telah pergi dari rumahnya karena mengira Hans telah gugur di Aceh. Tapi nyatanya, Hans tidak ditakdirkan untuk meninggal di Aceh. Dan Ayu masih tetap sabar menunggu kepulangan Hans di tanah Buitenzorg ini.
Tentara Belanda berhasil menaklukan rakyat Aceh yang sudah bertahun-tahun melakukan perlawanan kepada Belanda. Akhirnya, pada tahun 1913 Belanda dapat membuat Aceh berada dalam kuasa mereka. Dan Hans, pria itu kembali dengan kemenangan menyertai tentara KNIL itu.
Ayu menatap penuh rindu pada Hans. Paras Hans masih sama, bersih dan tampan seperti biasa. Pria Belanda yang berhasil membuat Ayu jatuh cinta padanya, pria itu masih menggunakan pakaian khas tentara Belanda. Dengan pakaian yang sedikit kotor dan lusuh, terlihat jelas jika Hans langsung menemui Ayu ketika baru sampai di Buitenzorg.
"Aku datang untuk menagih janjimu, Hans," Ayu tersenyum sembari menghapus air mata yang mengalir begitu saja dari matanya. Sekilas Ayu dapat melihat tatapan sendu dari Hans, entah mengapa, mungkin kepulangannya membawa kabar duka yang mengganggu hati pria itu.
"Baiklah," Hans menggenggam tangan Ayu dengan lembut. Sama seperti dulu. Yang berbeda adalah tangan Hans yang sedikit kotor karena tanah yang mengering dan terasa sedikit kasar.
Hans membawa Ayu untuk duduk di atas batu yang tak jauh dari mereka berdiri sekarang. Hans dan Ayu duduk bersebelahan, dengan pemandangan indah yang kian memanjakan mata mereka. Hari ini angin bertiup cukup kencang, dan langit mendung pun semakin menampakan dirinya.
"Aku menjadi seorang tentara ketika berumur 17 tahun. Ayah mengirim ku ke barak di Natherland ketika usia ku masih sangat muda, ayah menjadikan ku tentara atas keinginannya.
Sebagai seorang anak, aku hanya dapat menerima keputusan ayah yang mengirim ku sebagai tentara. Kau tau kan Yu? Aku sangat membenci kekerasan, tapi ayah justru mengirim ku ke dunia militer yang kejam ini. Sampai akhirnya aku ditugaskan ke Hindia-Belanda saat umur ku 18 tahun.
Aku datang ke tanah ini saat seusia mu, Ayu. Usia yang cukup labil dan bagi ku, tidak mudah beradaptasi dengan lingkungan yang baru. Lingkungan dengan suhu dan cuaca sangat berbeda saat di Natherland.
Aku dipaksa agar kuat secara mental walau aku sangat tertekan menjadi seorang tentara yang justru menindas kaum pribumi. Aku tidak bisa melihat itu, Yu. Aku tidak ingin melihat manusia tidak bordosa harus menderita karena ku.
Lima tahun sudah aku menjadi tentara di Hindia-Belanda ini. Teman-teman ku bersenang senang di atas penderitaan pribumi, Yu. Dan aku tidak suka hal itu.
Aku selalu mendekatkan diri ku dengan Tuhan, aku selalu memohon maaf atas dosa yang teman-teman ku lakukan. Aku juga berdoa agar aku selalu dijauhkan dari sifat jahat dan kejam seperti yang lainnya.
Sampai saat tahun kemarin, aku berusia 22 tahun. Aku semakin muak dengan pemusnahan dan kekejaman dari teman-teman dan orang yang berada pada pihak penjajah. Saat itu mereka menculik gadis-gadis pribumi dan dijadikan pemuas mereka. Bahkan hal itu terjadi juga di Buitenzorg.
Aku menghadap ke pimpinan militer di Batavia, dan untungnya, aku diperbolehkan menemuinya. Saat aku menemui pimpinan militer di Batavia, aku bertanya padanya, bagaimana cara agar aku menjadi pimpinan di barak Buitenzorg," Hans menjeda cerita panjangnya. Sedangkan Ayu masih saja setia mendengarkan Hans sembari menikmati semilir angin yang semakin kencang.
"Dia bilang, aku harus membunuh pejuang pribumi yang tengah sembunyi dati kejaran KNIL," Hans menelan ludahnya dengan susah payah. Entah mengapa, tapi pria itu merasa sangat berdosa walau hanya sekedar mengatakan hal kalimat itu. Kegugupan Hans disadari oleh Ayu, gadis itu mengernyit dan menatap Hans yang duduk di sampingnya.
"Saat itu, aku pikir bukan masalah jika aku membunuh satu pejuang dengan tangan ku sendiri. Ketika aku berusaha mengambil alih pimpinan militer di Buutenzorg, aku berangan ingin melindungi rakyat di kota ini.
Aku ingin melindungi mereka dari tindak sewenang-wenang tentara kolonial di Buitenzorg. Maka dari itu, aku akan mengotori tangan ku untuk membunuh satu pejuang pribumi, untuk melindungi rakyat di kota ini. Bukan kah tujuan ku cukup baik? Aku hanya ingin melindungi orang-orang tak bersalah di Buitenzorg, hanya itu saja,"
Mengorbankan satu orang untuk kepntingan banyak orang memanglah tidak salah. Tapi tetap saja hal itu akan membuat orang lain terluka, sangat terluka. Bahkan mungkin orang-orang yang dilindungi ikut merasa bersalah kepada nyawa yang telah dikorbankan.
"Akhirnya aku diangkat menjadi pimpinan militer di Buitenzorg, setelah aku, menembak dua pejuang pria dan wanita dari Jawa," Hans menoleh ke arah Ayu. Menatap gadis yang masih saja menatap Hans dengan penuh cinta di matanya.
Dahi Ayu ngernyit ketika melihat tetes air mata yang mengalir dari kedua mata Hans. Mata biru pria itu tampak sangat terluka dan menderita. Entah mengapa tapi Ayu turut merasa sakit ketika melihat Hans menangis seperti ini. Sungguh Ayu tak pernah melihat setitik air mata pun dari mata Hans. Dan kali ini, adalah kali pertama ia melihat air mata dari pria kuat dan tegar yang selama ini melindungi Ayu di tengah penjajahan bangsanya sendiri.
"Hans?" Ayu menyentuh bahu Hans yang bergetar, gadis itu tidak tau mengapa Hans menangis seperti ini. Mungkin karena ia merasa sangat berdosa telah melenyapkan nyawa orang baik yang berjuang untuk kemerdekaan bumi pertiwinya.
"Ayu..." panggil Hans dengan suaranya yang bergetar. Ayu menatap Hans dengan matanya yang mulai basah, ia tidak bisa melihat orang yang ia cintai nampak sangat terluka seperti ini.
"Orang tua mu, adalah pejuang," kerutan di dahi Ayu menghilang setelah apa yang Hans katakan. Sedangkan pria Belanda itu semakin bergetar menahan tangisannya.
"Dan aku lah, yang sudah membunuh mereka..."
Sontak Ayu menarik tangannya yang menyentuh bahu Hans. Tangan yang baru saja menenangkan pria itu bergetar karena tangisannya, karena luka dalam hatinya yang bahkan membuat Ayu ikut merasakannya.
Sontak dunia Ayu menjadi hancur berkeping-keping. Rasanya ingin sekali Ayu tidak mempercayai apa yang Hans katakan. Tapi mata itu. Mata biru yang selalu sukses membuat Ayu berdebar, mengatakan kejujuran Hans dalam ucapannya barusan. Air mata Ayu mengalir dengan deras. Bukan karena ia melihat Hans yang terluka dari matanya, tapi ia menangis meratapi lukanya sendiri.
Bersambung...
KAMU SEDANG MEMBACA
Buitenzorg : 1913✅
Ficção HistóricaSebagai seorang pribumi, Ayu sangat membenci para Belanda. Para penjajah dari Netherland yang hanya dapat memeras, menjajah, dan merendahkan tanah Hindia Belanda. Kebencian Ayu semakin menjadi setelah kematian orang tuanya di tangan tentara KNIL. Ay...