Lima Belas

1.5K 252 21
                                    

From : Anya

Mas Bara, aku pulang duluan. Maaf.

Dahi Bara berkerut membaca pesan yang baru dikirim oleh Anya. Ia bergegas keluar tanpa berpamitan lagi dengan teman-temannya. Bara mencari-cari keberadaan tunangannya itu, dari toilet wanita hingga ke seluruh sudut club, tapi Anya tak kunjung ditemukan.

Bara kesal. Anya tiba-tiba pergi tanpa memberi tahu alasannya. Setelah itu Bara memutuskan untuk pulang setelah beberapa kali mencoba menghubungi nomor ponsel Anya, namun tiada jawaban dari sana.
Bara sangat mengkhawatirkan keberadaan Anya. Ia tidak bisa tenang walaupun ia sendiri telah sampai di rumahnya dan baru saja menerima pesan dari Anya yang isinya bahwa gadis itu baik-baik saja dan sudah berada di rumahnya sendiri.

Ingin menghampiri kekasihnya, tapi Bara berpikir ulang bahwa ini sudah sangat malam. Kemungkinan Anya membukakan pintu untuknya juga kecil. Lebih baik Bara menyuruh orang untuk memastikan Anya baik-baik saja di rumahnya.

🌼🌼🌼🌼

Akhirnya malam itu Bara bisa bernafas lega setelah mendapat kabar dari Satria bahwa Anya sudah tiba di rumahnya dengan selamat.

Tapi sudah berulang kali dalam waktu tiga hari ini, Anya sulit dihubungi, apalagi ditemui. Ada saja halangan saat Bara mencoba menemuinya di sekolah maupun di rumahnya. Pria itu tak tahu pasti ada apa dengan Anya. Ia merasa bahwa kekasihnya itu sedang menghindarinya.

Namun, malam ini setelah lelah dengan urusan kantor, akhirnya Bara bisa berhadapan langsung dengan gadis yang sudah mengganggu pikirannya. Anya. Perempuan yang sekarang sedang duduk berhadapan dengan Bara di ruang makan rumah Anya. Dengan balutan mukena yang menutupi tubuhnya dan hanya menampakkan wajahnya gugup karena tatapan Bara yang seolah ingin membunuh.

Tadi sepulang kerja Bara bertemu dengan Satria dan mengajak karyawannya itu untuk pulang bersama. Tentu saja Bara ada maksud dan tujuan tertentu. Bara meminta Satria mengetuk pintu rumah kekasihnya yang beberapa hari ini seperti menghindarinya. Dan benar saja, karena yang didengar oleh Anya adalah suara Satria yang mengucapkan salam, gadis itu dengan tenang membukanya seusai menunaikan sholat isya.

Tapi, jodoh emang nggak kemana. Yang masuk bukanlah Satria, melainkan kekasih hati yang lama dihindari. Bara.

"Eghem." Anya memecah keheningan, "silahkan diminum, Mas tehnya." Ucapnya dengan menahan kegugupan.

Tanpa basa-basi, Bara meminum sedikit teh di depannya. Ia perlu membasahi kerongkongannya agar lebih luwes menginterogasi kekasihnya ini.

"Kamu kemana aja beberapa hari ini?" Tanya Bara dengan tatapan tajam.

"Ak ... aku ... aku, ya seperti biasa. Di rumah, ke sekolah. Ya ... gitu." Jawab Anya diakhiri dengan menggit bibir bagian dalam, gugup.

"Oh, ya?" Bara mengangkat sebalah alisnya, "tapi kenapa seperti sibuk sekali, sampai-sampai kamu susah untuk ditemui?"

"Kamu menghindariku?" Lanjut Bara.

Mendengar pertanyaan yang lebih seperti tuduhan itu, Anya hanya mampu menghembuskan nafas kasar.

"Aku ... aku cuma butuh waktu." Jawab Anya, akhirnya.

"Untuk?"

"Untuk hubungan ini."

Bara hanya menanggapi dengan raut penuh tanya. Sedangkan Anya sendiri berusaha menenangkan dirinya untuk berusaha mengatakan apa yang sedang ia rasakan belakang ini.

"Mas ... aku merasa kita belum mengetahui pribadi masing-masing lebih jauh. Walaupun kenyataannya kita sudah kenal sejak lama ...."

"... keputusan kita untuk melanjutkan hubungan yang lebih serius, memang terkesan terlalu cepat ...."

"Aku nggak merasa ini terlalu cepat, Anya!" Potong Bara, mulai geram.

"I ... iya. Maksudku ...." Anya menghirup udara sejenak.

"... sepertinya, ada perbedaan di antara ... kita."

"Ya ampun, Anya! Aku mohon jangan beralasan yang bikin aku bingung, sayang!" Bara masih mencoba menahan geram.

Anya menunduk takut sambil memainkan ujung mukenanya, rasanya ia tidak ingin berada di posisi ini.

"Aku ... aku nggak suka diajak ke tempat itu."

"Apa?" Bara makin tak mengerti.

"Tempat itu ... nggak tau apa namanya, club atau diskotik semacamnya itu. Aku nggak mau, Mas ...."

"Kamu tau kan apa profesiku? Aku ini seorang guru. Konselor sekolah. Harusnya aku bisa jadi panutan untuk anak didikku, bukannya malah pergi ke tempat yang liar kayak gitu."

"Ya Tuhan, Anya. Jadi cuma karna itu kamu jauhin aku?" Bara sedikit tak percaya.

Sekarang Anya mencoba menatap Bara dengan kesal, "bukan cuma itu! Aku juga nggak suka sama temen-temen kamu. Aku yakin perempuan-perempuan yang ada di dekat mereka kemarin bukan pasangan mereka yang sebenernya kan? Apalagi di sana ada yang udah nikah. Aku nggak habis pikir apa yang di otak cowok-cowok itu sampe mengkhianati istrinya."

"Anya, itu bukan urusan kita ...."

"Iya emang bukan urusan kita. Tapi sayangnya kamu berteman dengan orang-orang kayak gitu!" Suara Anya agak meninggi, membuat Bara membungkam.

"Maaf, aku agak emosional. Bukan maksud aku untuk mengatur kamu harus berteman dengan siapa. Cuma aku belum siap untuk masuk dalam pergaulanmu, Mas. Aku nggak tau bagaimana gaya pacaran kamu saat di luar negri, aku bisa paham kalo di sana kamu bebas melakukan apapun. Tapi, tolong hargai aku sebagai perempuan yang masih menjunjung tinggi norma ketimuran." Jelas Anya.

"Jujur, aku kaget banget malem itu. Aku nggak nyangka temen kamu bahkan perhatian banget sama kamu sampe-sampe mereka nyiapin perempuan untuk nemenin malam kamu." Anya tersenyum miris di akhir kalimat.

Sungguh rasanya senyeri itu mengetahui orang yang disayanginya tak sesuai ekspektasinya. Malam itu Anya menumpahkan semua uneg-unegnya. Ia sedikit lega karena akhirnya Bara mengetahui tentang semua yang membuatnya resah. Tentang ketakutannya, keraguannya, dan yang terpenting tentang kepercayaannya pada Bara yang hampir runtuh.

"Aku bukan perempuan yang sempurna, tapi aku tidak akan pernah memaafkan sebuah pengkhianatan jika itu terjadi. Dan sebelum kita melangkah  lebih lanjut, lebih baik kita sama-sama introspeksi diri aja."

Bara hanya mampu menatap Anya dengan sendu setelah mendengarkan semua yang dipikirkan gadis itu tentangnya. Ia tidak menyangkal apa yang ditakutkan oleh Anya. Karena memang seperti itu dirinya dulu. Entah bagaimana lagi kelanjutan hubungan mereka nantinya. Bara tak tahu. Ia hanya pasrah.

🌼🌼🌼🌼

Tbc.


Maaf ya, bund... kelamaan libur. Belakangan gak bisa nulis karena emang kondisi kurang fit. Tapi Alhamdulillah sekarang bisa lanjut lagi. Kadang suka curi-curi waktu buat nulis walaupun sebaris doang.

Mudah-mudahan aku bisa cepet lanjut kayak biasanya ya... bosen juga nih scrol instagram isinya berita negatif mulu.

Semoga kita bisa terhindar dari yg negatif² ya..

Makasih udah setia nungguin cerita ini... see you ...

Anyelir untuk BaraTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang