MANTAN SUAMI 19
Pernikahan KeduaDua minggu setelahnya. Pernikahan pun digelar. Ijab qabul dilaksanakan di salah satu masjid, sementara malam harinya dilaksanakan resepsi yang dihadiri cukup banyak tamu undangan. Hampir semua teman bisnis Alan, karyawan kantor yang wajahnya begitu asing bagiku, serta rekan Nyonya Alena.
Berada di tengah-tengah orang yang kelasnya berada di atasku, jelas memunculkan rasa tidak percaya diri. Meskipun aku berdiri berdampingan dengan Alan--calon pemimpin salah satu perusahaan besar dan dipandang sebagai istrinya. Tetap saja, ada secuil rasa tak pantas singgah di hati.
Namun, rasa bahagiaku tetap mendominasi. Terlebih, orang-orang yang telah lama tak kujumpai hadir serta mengucapkan selamat atas pernikahaanku. Yaitu, teman lama dari Panti Asuhan, sebut saja Nina dan Shara. Tak lupa pengurus panti yang begitu berjasa, Bunda Resma.
Di sela kebahagiaan yang meluap, ada saja rasa getir yang menyusup tiba-tiba. Membuatku terpaku seketika saat menjabat tangan tamu undangan yang terakhir.
Ada satu wajah yang begitu kuharapkan hadir. Namun, hingga acara selesai dia tak terlihat. Bahkan, sanak saudaranya yang juga telah kukirimkan surat undangan.
Andre.
Mungkin, aku terdengar kejam karena telah dengan lancang mengundang pria yang gagal menikahiku, ke pernikahanku dengan pria lain. Namun, tak sedikit pun terbersit niat untuk menyakiti Andre saat memasukkan namanya beserta keluarga ke dalam daftar tamu undangan.
Aku hanya ingin memulai hubungan yang lebih baik dengannya, setelah memutuskan pertunangan kami. Jika tidak bisa menjadi kekasih tidak ada salahnya menjadi teman, bukan?
Namun, aku pun tak boleh egois hanya dengan mementingkan perasaan sendiri. Aku pun harus memikirkan perasaan Andre, saudaranya, keluarganya yang sudah berharap besar padaku.
Dia pasti sangat terluka.
Aku hanya bisa berdoa, semoga Andre lekas bisa memaafkan kesalahanku. Melupakanku dan menemukan wanita lain yang lebih baik. Wanita yang memang ditakdirkan untuknya.
****
Tiga bulan kemudian.
Pintu kamar terbuka, sempat berdecak sambil menatap kesal pria yang masih nyaman bergelung di balik selimut di atas ranjang. Padahal semalam dia berpesan, agar dibangunkan sepagi mungkin karena akan mengikuti rapat penting di kantor.
Padahal beberapa menit lalu, sebelum akhirnya aku melenggang menuju dapur, dia sudah menggeliat dan membuka mata. Kukira akan segera bangun, rupanya malah menambah waktu tidur.
Aku mendengkus. Lalu berjalan menuju jendela, sekali sentak gorden yang menutupi kaca tersibak. Membiarkan bias sinar mentari pagi menyoroti wajah Alan.
Huh, rasakan!
"Kamu lihat, Lan? Mataharinya sudah naik, ayo bangun." Aku masih berusaha membangunkannya dengan ucapan.
Di atas ranjang, Alan mulai menggeliat. Dia menatap dengan mata memicing ke arahku yang tengah berdiri di sisi jendela. Mengucek mata dan berusaha bangun, terlihat terpaksa saat Alan menyingkap selimut, lalu beringsut turun.
Setelah melihatnya meraih handuk, aku menyunggingkan segaris senyum dan dapat bernapas lega. Lalu berjalan melewati Alan untuk ke dapur dan menyiapkan sarapan.
Cup.
"Selamat pagi." Alan menyapa dan sempat mendaratkan kecupan di pipi kiri saat satu tanganku baru saja menyentuh handel. Tak sempat membalas, Alan telah tergeresa membuka pintu kamar mandi dan masuk ke dalam.
KAMU SEDANG MEMBACA
MANTAN SUAMI (TAMAT)
RomanceKau pernah merasa dipermainkan oleh takdir? Seperti, hadirnya orang dari masa lalu setelah kamu baru saja menggenggam masa depan? Memaksamu berdiri di antara, berbalik dan kembali merajut cinta yang belum selesai. Atau bertahan menggenggan cinta yan...