Ch.01 Tak Lagi Suci

5.8K 70 31
                                    

“PUASKAN AKU MALAM INI!”  Suara berat dan serak terdengar mengerikan di antara ramai hujan menerpa jendela. Rexanda Adiwangsa sudah lupa daratan hingga ingin bercinta dengan perawat neneknya sendiri.

Mendadak, tangan perempuan manis tersebut dicengkeram sangat kencang dan kasar! Tuan Muda tampan membuka mata mabuknya, memandang buas penuh nafsu birahi.

Lalu, dalam hitungan detik, tubuh wanita bernama Lyra sudah dihempas ke atas ranjang. Ditindih dan diciumi dengan ganas.

“Tuan Rex! Jangaaan!”


Malam ini hujan deras mengguyur kediaman sebuah rumah mewah yang terletak di tengah kota Jakarta. Petir bertalu, angin bergemuruh, dan pekat dingin malam membuat linu tulang-tulang manusia.

Seorang pemuda bernama Rexanda Adiwangsa baru saja memasuki kamar tidur dibantu dengan sopir dan tukang kebun. Kondisinya sedang mabuk setelah pulang dari sebuah klub untuk berpesta pora menghamburkan uang.

Dengkus napas terdengar berat, bersamaan dengan mata memerah. Kepala jelas terasa pusing tujuh keliling. Ia merebahkan diri, lalu menutup pelupuk.

Namun, suara hingar bingar musik menghentak masih terngiang jelas di telinga. Begitu juga dengan pemandangan para striptease, penari telanjang yang meliuk di atas panggung.

Ia terkekeh sendiri, sesekali menggelengkan kepala. Wajah cantik para penari erotis itu membayangi ingatan, tak mau pergi. Bentuk liuk tubuh molek, sintal, dan padat berisi menggoda kelaki-lakiannya meski sudah tak lagi berada di lokasi.

Alkohol memang memiliki pengaruh sedemikian rupa bagi orang yang menenggaknya. Otak mereka tidak bisa berpikir jernih.


Sementara itu, di luar kamar seorang wanita yang bekerja sebagai perawat lansia sedang diberi tugas tambahan. Namanya Lyra Kanigara, masih berusia 23 tahun dengan paras semanis gula-gula. Kulitnya putih dan lembut, kontras dengan rambut hitam panjang tergerai sepunggung.

Keluarga Adiwangsa memiliki satu orang wanita lansia berusia 80 tahun, yaitu Nenek Tariyah—neneknya Rexanda. Lyra adalah perawat sang nenek tersebut. Akan tetapi, jika terjadi kasus-kasus tertentu, maka tugasnya pun bertambah.

“Rex pulang dalam keadaan mabuk lagi. Urusi dia seperti kemarin!” perintah seorang perempuan yang tidak lain adalah ibunda sang pemuda. Ini adalah tugas tambahan yang dimaksud tadi. “Ganti pakaiannya dengan baju bersih, jangan lupa bersihkan juga wajahnya.”

“Baik, Bu Ajeng,” angguk Lyra bersiap menjalankan tugas. Ini bukan pertama kalinya ia ditugasi oleh Nyonya Rumah mengurusi Rex yang sedang mabuk.

Melangkahkan kaki menuju kamar lelaki itu, lalu membuka daun pintu perlahan. Di atas ranjang, majikannya sedang berbaring sambil memejamkan mata.

Jika Rex pulang dalam keadaan seperti ini, maka ia bertugas untuk melepas pakaian atas dan menggantinya dengan kaos bersih untuk tidur. Jika di wajah atau tangan ada kotoran, maka ia wajib menyekanya hingga bersih.

Mata bundar sang gadis mengerjap prihatin begitu melihat hem putih tipis Rex dipenuhi bercak noda kuning. Berpikir itu pasti sisa minuman yang ditenggak sampai membuatnya mabuk.

Langkah menuju lemari, sudah tahu di mana letak tumpukan baju tidur dan segera mengambil satu helai. Kemudian, ia duduk di pinggir ranjang, lalu memanggil pelan. “Tuan Rex, saya ganti dulu bajunya sebentar.”

“Hmm,” sahut Rex bergumam tidak jelas. Mata beratnya terbuka sedikit dan melihat sesosok wanita cantik polos ada di depannya. “Siapa?” racau sang pemuda.

“Saya Lyra, Tuan. Saya mau mengganti baju Anda,” jawab Lyra tersenyum dan mengangguk.

Sudah satu tahun lebih wanita itu bekerja sebagai perawat lansia. Hampir setiap pagi mereka bertemu di meja makan, tetapi Rex sama sekali tidak pernah menoleh apalagi berbicara dengannya. Kehadiran seorang perawat di meja makan utama hanyalah sebagai pekerja rendahan yang tidak perlu diperhatikan.

“Ganti baju?” racau Rex lagi. Matanya jadi lebih terbuka saat kata ganti baju berafiliasi dengan para penari telanjang yang melepas pakaian di atas panggung.

Lyra mengangguk, mulai membuka kancing baju pemuda tampan beralis tebal itu satu per satu. Jemarinya begitu telaten melepaskan butiran demi butiran.

Namun, mendadak ….

“Tuan Rex!” pekiknya mendelik saat tangan kekar Rex mencengkeram jemari dengan kasar.

Belum sempat berkata apa-apa, apalagi berteriak, tubuh sintal perawat itu sudah dijatuhkan di atas kasur. Saking kasarnya, kepala Lyra sampai menghantam jeruji besi yang menjadi sandaran ranjang.

Ia memekik tertahan, memegangi kepala yang kini terasa nyeri dan sedikit pusing. Akan tetapi, tiba-tiba tubuhnya sudah ditindih oleh Rex tanpa bisa dilawan.

“T-Tuan! Apa-apaan ini!” jerit Lyra berbarengan dengan gelegar petir mengaum di angkasa. Hujan lebat mulai sama deras seperti air mata yang mengalir di pipi putih mulus.

“Diam kamu!” bentak Rex terkekeh menyeramkan. Mata yang memerah, napas berbau alkohol tebal, dan kaki mulai meregangkan paha sang gadis.

“Ja-jangan, Tuan! Jangan!” geleng Lyra tidak mau melakukan ini.

“AKU BILANG DIAM!” tampar Rex begitu kencang hingga ada cap telapak tangannya di pipi gadis malang tersebut.

Lyra menangis, menjerit kesakitan, “Saya masih perawan, Tuan! Jangan lakukan ini!” pintanya memelas.

Mendengar kata perawan, otak Rex yang sudah kacau terendam alkohol justru semakin bergairah. Napasnya memburu dengan cepat, karena sesuatu di antara kedua kakinya juga mulai bereaksi dengan cepat.

Tak ayal, nafsu bejat Tuan Muda itu meninggi hingga ia tarik daster batik Lyra ke arah atas sampai setinggi dada. Matanya terbelalak saat melihat segitiga mungil berwarna merah muda di antara kedua paha mulus.

“Jangan! Jangan!” tangis Lyra meronta, tetapi tiada guna. Rex sudah menguncinya dengan segenap kekuatan yang ada.

Dengan beberapa kali usaha, segitiga itu berhasil diturunkan dan terpampanglah semua area pribadi seorang Lyra Kanigara. Air liur Rex serasa menetes saat melihat itu semua.

Jeritan yang membuat kepalanya kian pusing dibungkam dengan ciuman panas hingga ada saat-saat di mana Lyra merasa kesulitan bernapas.

“Tuan, jangan lakukan ini! Sadarlah, Tuan!” pinta wanita itu memelas. “Saya mohon!”

Namun, satu tamparan datang di pipi kanan, berlanjut dengan tamparan kedua di pipi kiri. Jari Rex yang besar dan kokoh kini membekap mulut Lyra. Persis seperti orang yang kerasukan setan, ia berdesis. “Diam, atau aku akan mencekikmu hingga mati!”

Lyra benar-benar tak berdaya lagi menghadapi serangan majikannya. Tenaga yang dimiliki semakin lama semakin habis dipakai untuk meronta. Wajahnya pun sudah dirasa sangat panas dan perih akibat ditampar beberapa kali.

Maka, ketika sebuah benda tumpul dirasa meringsek ke antara dua pangkal paha ….

“AAAAKKKHHH!” jeritannya membahana, meraung di kamar Rex yang besar dan mewah. Lagi, jeritannya itu bersamaan dengan dentuman petir di angkasa penuh hujan deras.

“Uugghh!” desah Rex tak peduli jika ada rasa sakit yang menghunjam di tubuh lawan bercintanya. Dengan beringas, ia terus melesakkan kejantanannya yang sudah sedari tadi bereaksi akibat bayangan penari telanjang.

Perih! Sungguh perih, sungguh sakit! Itu yang kini dirasakan Lyra, baik di jiwa maupun di antara kedua pahanya. Ada sesuatu yang terkoyak, dan itu lebih dari sekadar harga diri!

Kesuciannya malam ini telah terenggut dengan paksa. Tidak ada lagi malam pertama yang syahdu bagi sang wanita ….


Sekian menit berlalu dari berhentinya Rex menodai Lyra. Lelaki itu telah mencapai klimaksnya dan ambruk begitu saja di atas ranjang. Bahkan, dengan mudahnya ia mendengkur seakan tidak terjadi apa-apa.

Berbeda dengan Rex yang mendengkur nyaman, Lyra justru kini merintih kesakitan dan bersimbah air mata. Seluruh tubuhnya lemas, nyeri, sangat sakit!

Tamparan di wajah, pukulan di kepala dan juga bagian tubuh lain, itu yang baru saja dilakukan oleh Rex kepadanya. Bayangan masa depan akan keluarga yang bahagia seketika runtuh di batin Lyra.

Bayangan ayah ibu yang ada di desa melintas, membuatnya merasa sangat malu dengan apa yang dialami sekarang. Dirinya tak lagi suci! Pergi ke ibu kota untuk mencari uang, ternyata justru dinodai dengan cara yang teramat keji.

Menoleh pelan ke kanan, menatap wajah tampan sedang tertidur pulas seperti bayi. Gemuruh hati Lyra menjerit luar biasa. Jemari ingin memukuli, tetapi tak ada satu pun lentik yang bergerak. Bibir ingin berteriak, tetapi tak satu patah suara pun keluar.

Membeku, demikian kondisinya sekarang yang dipenuhi oleh rasa syok teramat hebat. Saking terguncangnya fisik dan jiwa sampai tak bisa bergerak sama sekali.

Lyra memejamkan mata, membiarkan linang terus mengalir sebagai pelampiasan atas kesialan yang dialami detik ini. Ingin turun dan berlari dari ranjang, tetapi ia tak mampu bergerak.


Tiga jam berlalu dari detik yang memilukan, Lyra masih terduduk lemas di tepi ranjang. Menatap jendela, matahari mulai terbit terang. Melirik jam dinding, sudah pukul enam pagi.

Biasanya, dari jam lima ia sudah mulai bekerja mempersiapkan segala sesuatunya. Akan tetapi, bagaimana bisa berbuat itu dalam kondisi seperti ini? Barusan, ia mencoba turun ranjang dan disambut dengan rasa nyeri luar biasa di area kewanitaan.

Air mata kembali meleleh, kebingungan melanda. Daster batik berwarna biru tua miliknya sudah rusak tidak karuan. Sobek di bagian dada karena ulah tangan jahanam Rex.

Lalu, saat matanya melihat secarik celana dalam berwarna merah muda di atas lantai, rintih kehancuran mulai terdengar dari bibirnya. Bagai video yang terus terputar ulang dengan sendirinya, momen mengerikan itu kembali teringat.

Tidak hanya itu, Lyra juga berpikir bagaimana caranya bisa turun ke lantai satu, ke kamarnya, tanpa dilihat orang dalam kondisi seperti sekarang.

Tidak perlu berkaca, ia sudah tahu dari perihnya wajah kalau pasti banyak lecet-lecet di sana. Apalagi, dasternya sudah sobek tidak karuan. Ia akan jadi pusat perhatian.

Seakan belum cukup rasa kalut yang diderita, terdengarlah suara langkah mendekati pintu kamar. Lalu, suara Ajeng Adiwangsa terdengar. Dia adalah Nyonya Rumah, ibundanya Rex.

“Rex! Ayo, bangun! Papamu sudah hampir datang dari bandara! Jangan sampai kamu kelihatan mabuk!”

“Rex! Bangun! Nanti kamu diamuk lagi seperti kemarin kalau ketahuan mabuk! Bangun, bangun!”

Karena tidak ada jawaban, wanita itu kembali mengetuk dan memanggil. “Rex! Mama masuk, ya! Kamu harus cepat bangun!”

Mata Lyra terbelalak, napasnya tersengal hebat! Seseorang akan memasuki kamar dengan kondisinya masih seperti ini!

Pintu kamar terbuka dan ….

Untuk Visual boleh mampir ke IG @rein_angg atau FB Rein Angg, okay!



Untuk Visual boleh mampir ke IG @rein_angg atau FB Rein Angg, okay!

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Rexanda Adiwangsa

SIKSA BATIN ISTRI TUAN MUDATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang