12. Lucu

1.1K 214 10
                                    

"Apa lo bisa belajar membuka hati lo buat gue?"

Kata-kata Davin terus terngiang, berputar-putar memenuhi isi kepalanya bagaikan radio rusak. Rena duduk termenung di tepi jendela, matanya memandangi embun di kaca setelah hujan deras mengguyur daerah rumahnya beberapa saat yang lalu.

Semenjak kepulangannya tadi siang, Rena sengaja mengurung diri di kamar dan enggan ditemui oleh siapa pun. Ia ingin menenangkan diri, selain masih syok akan perlakuan Alan. Ia juga ingin merenungi permintaan Davin, berkali-kali pria itu meminta kesempatan. Seperti waktu di jalan menuju festival musik, Davin juga mengatakan hal yang sama. Pria itu terlihat sangat bersungguh-sungguh, membuatnya dilema. Bingung harus bagaimana, ia tak ingin menyakiti perasaan Davin yang sudah baik padanya. Tapi di sisi lain, ia masih belum yakin dengan dirinya sendiri.

Mampukah Rena membuka hati untuk Davin? Sementara separuh perasaannya masih dimiliki si berengsek Alan.

Rena tersenyum kecut. Nyatanya membuang perasaan yang sudah tumbuh subur di dalam hati tak semudah saat mengucapkannya. Walau berkali-kali Alan sudah menorehkan luka dalam hatinya, kenyataannya ia tak bisa berbohong jika pria itu masih mengisi separuh kekosongan dalam dirinya.

"Rena! Keluar Rena!" Teriakan dari bawah menyentak Rena dari lamunan. Ia menoleh ke pintu kamarnya yang tertutup rapat, meski begitu suara teriakan itu masih mampu didengarnya. Suara seseorang yang memanggil-manggil namanya. Tapi siapa?

Rena yang penasaran dengan suara gaduh di luar, lantas beranjak dari tempat duduknya. Ia melangkah keluar, suara teriakan itu santer terdengar semakin jelas.

"Saya mohon, maafkan anak saya. Tolong."

"Keluar dari rumah saya!"

"Saya mohon, beri anak saya kesempatan. Kami berjanji, kami akan mendidiknya agar tidak melakukan hal itu lagi. Saya mohon."

Terdengar suara orang menangis, bersamaan dengan suara bariton yang Rena kenali. Itu suara kakaknya, tapi kakaknya sedang bertengkar dengan siapa? Rena mempercepat langkahnya, menuruni tangga. Namun saat sampai tangga terakhir ia seketika berhenti, ketika melihat siapa yang sedang memohon-mohon di kaki kakak dan orangtuanya.

"Rena." Wanita itu menoleh, menyadari kehadiran Rena. Sontak ia berlari menuju wanita itu.

"HEI!" Reyvan naik pitam, segera mengejar.

"Rena, maafkan anak tante. Tolong, jangan penjarakan Alan. Tante mohon, Rena." Wanita itu ternyata mamanya Alan, ia bersimpuh di kaki Rena. Menggosok-gosok kedua tangannya, memohon pengampunan atas nama anaknya.

Rena memalingkan wajah, matanya berkedut. Air mata yang sempat mengering kini berkumpul di pelupuk mata. Dadanya kembali bergemuruh, merasakan nyeri berkali-kali lipat lebih sakit dari sebelumnya. Ia kembali teringat kilas balik kejadian tadi pagi, kejadian yang mengkoyak perasaannya, mencabik-cabik harga dirinya.

Reyvan memang berhasil menemukan Alan, setelah memberikan bogem mentah pada pria itu. Reyvan langsung menjebloskannya ke dalam penjara atas kasus penculikan dan percobaan pemerkosaan. Hal itu diperkuat oleh pernyataan Vera yang mengajukan diri sebagai saksi.

Entahlah, Rena sediri tidak tahu kenapa wanita itu mau bersaksi. Padahal ia tahu kalau Vera sangat mencintai Alan, bahkan keduanya sudah terlalu jauh melangkah. Walaupun kini Rena tahu satu fakta dibalik semuanya, Alan hanya memanfaatkan Vera untuk memenuhi fantasi liar pria itu yang terobsesi pada dirinya.

"Sebaiknya Anda keluar atau saya panggil polisi!" Suara bariton Reyvan menarik kesadaran Rena. Ia menoleh, melihat mama Alan tengah ditarik-tarik oleh kakaknya.

"Rena, tante mohon. Maafkan Alan, maafkan kami. Tante berjanji, tante akan menebus semuanya. Tapi jangan penjarakan Alan ... Rena. Alan satu-satunya anak tante." Mama Alan berpegang pada kedua kaki Rena yang masih mematung di anak tangga terakhir. "Tante lebih baik mati daripada harus melihat Alan dipenjara."

Menikahlah  Denganku (Tamat)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang