Karakter hanya milik Tuhan, keluarga, orangtua, SMEnt, LabelV, dan dirinya sendiri.
Jalan cerita milik saya. Mohon maaf apabila ada kejadian atau nama yang serupa, bukan merupakan unsur kesengajaan.
"Have you ever been in love? Horrible isn't it? It makes you so vulnerable. It opens your chest and it opens up your heart and it means that someone can get inside you and mess you up."
― Neil Gaiman, The Kindly Ones
"Untuk apa kau ke sini?"
Itulah kalimat yang pertama kali diucapkan oleh Chittaphon Leechaiyapornkul, atau yang kerap disapa dengan Ten saat melihat Kun, sang berandalan sekolah, berdiri di depan pintu apartemennya.
"S-selamat malam, Ten!" ujar Kun terbata-bata.
Mungkin seharusnya Ten tak lagi terkejut, karena Kun yang terluka bukanlah pemandangan asing di kehidupannya sehari-hari. Tapi ini sudah hampir larut malam dan siapa yang tak akan terkejut jika teman sekolah yang menurutmu begitu menyebalkan tiba-tiba datang tanpa mengabari terlebih dahulu? Terlebih jika ia datang dengan dengan sudut bibir yang robek dan beberapa luka lebam yang menghiasi wajahnya.
"Kukira rumahmu dengan tempat tinggalku ini berlainan arah?" Ten menyilangkan kedua tangan di depan dadanya, ia benar-benar tak habis pikir dengan pemuda bermarga Qian yang satu ini.
"Memang benar, tapi aku ingin datang ke sini, bukan pulang ke rumahku and what are you gonna do about it?"
Begitu kalimat tersebut selesai diucapkan, Kun langsung masuk ke dalam apartemen Ten tanpa menunggu dipersilahkan terlebih dulu oleh sang empunya.
"Hey! Siapa bilang kau boleh masuk?!" seru Ten tak terima.
"Sudahlah, jangan banyak bicara. Aku terluka dan tak punya banyak tenaga untuk melayanimu dan segala macam gerutuanmu itu," balas Kun yang kini sudah duduk di satu-satunya ranjang yang ada di ruangan itu, "Lebih baik kau obati lukaku sekarang."
"Apa kau baru saja memerintahku?!" muncul siku-siku tak kasat mata di dahi Ten, "Memangnya kau itu siapa sampai aku harus mengobati lukamu?"
"Aku?" Kun menunjuk dirinya sendiri, "teman kesayanganmu."
"Tsk," pemuda yang berusia 18 tahun itu berdecih kesal, "talk to my hand."
Meskipun begitu, Ten tetap menghampiri Kun kemudian memperhatikan teman sekelasnya itu dari ujung kaki hingga ke ujung kepala. Sementara yang diperhatikan hanya bisa mengerjapkan matanya beberapa kali, merasa canggung karena diperhatikan sebegitunya oleh orang yang diam-diam sudah lama mengisi hatinya.
"Qian Kun, katakan padaku─" ucap Ten sembari berjalan untuk mengambil kotak P3K yang berada di sudut kamarnya, "Apa berkelahi merupakan kata lain dari hobi bagimu?"
"Aku tak akan melakukan itu jika mereka tak mulai duluan!"
"Huft," Ten menghela napas lega. Untung saja ia masih punya persediaan plaster dan juga larutan antiseptik di kotak yang bahkan sudah hampir sebulan tak pernah ia sentuh itu.
"Kau juga mengatakan hal yang sama bulan lalu. Sesekali gunakanlah otak pintarmu untuk mencari alasan yang lain."
"Siapa yang mencari alasan huh? Aku berkata jujur sesuai fakta," Kun mengurucutkan bibirnya lucu, "Atau aku perlu berbohong agar kau percaya?"
Ten mengendikkan bahunya, "Tidak perlu. Lagipula, apapun alasanmu sebenarnya aku tak peduli."
Kun menyilangkan tangan di depan dadanya lalu membuang muka. Pura-pura merajuk. Ia kesal pada Ten dan kalimat 'tak peduli' yang baru saja ia lontarkan.
KAMU SEDANG MEMBACA
Strawberries and Cigarretes
FanfictionAntara buah stroberi dan rokok, mana yang lebih menggambarkan rasa dalam hubungan yang dijalani oleh Kun dan juga Ten?