2. THE RIOTER'S BOY

2 1 0
                                    

SELAMAT MEMBACA

***

Kini Dhita sedang berada didalam ruang kelasnya bersama dengan Rani, sahabatnya sejak SMP. Sebenarnya bel istirahat pertama sudah berbunyi sejak tadi, namun Dhita dan Rani memilih untuk tetap dikelas dulu karena Rani ingin menagih cerita dari Dhita soal tadi pagi. Keduanya sedang duduk berhadapan kini dan Rani akan mulai melancarkan aksinya menjadi seorang wartawan mendadak.

"Dhita!" panggil Rani.

Dhita yang merasa dipanggilpun menoleh. "Iya, kenapa Ran?"

"Lo belum cerita sama gue," tagih Rani.

Dhita mengerjapkan mata bulatnya. "Cerita apa? Timun Mas? Bawang Merah Bawang Putih? Malin Kundang? Atau Batu Menangis?" tanya Dhita dengan polosnya.

Rani berdecak. "Bukan itu."

"Terus apa?"

Rani menghela nafas pelan. "Kenapa tadi pagi lo bisa telat? Dan gimana caranya lo bisa masuk? Padahal kan gerbang udah ditutup," tanya Rani penuh selidik.

Dhita mengangguk paham. "Oh itu. Tadi aku manjat pagar belakang," jawabnya santai.

Rani membulatkan matanya tak percaya. "Apa lo bilang tadi? Manjat?"

Dhita mengangguk. "Iya aku manjat pagar belakang."

Rani menggeleng-gelengkan kepalanya masih tak percaya. "Nggak mungkin lo bisa manjat pagar belakang yang tinggi banget gitu," ucapnya tak percaya.

"Kamu nggak percaya?" Rani menggeleng cepat.

Dhita mencebikkan bibirnya kesal. "Masa kamu nggak percaya kalau aku emang manjat pagar belakang."

"Gimana gue bisa percaya. Itu pagar tinggi banget lo nggak mungkin bisa manjat sendiri dengan badan itu yang pendek."

Dhita mendengus kesal. "Nggak usah bilang aku pendek juga kali."

"Sorry kelepasan."

"Iya nggak papa."

"Lagipula aku manjat itu nggak sendiri kok, aku dibantuin Elang sama Garuda," ucap Dhita.

Rani semakin membelalakkan matanya terkejut dan tak percaya. "Kok bisa? Gimana caranya?"

Dhita menghela nafas panjang. "Jadi tadi aku telat terus datang Elang sama Garuda mereka ngajak aku manjat pagar supaya bisa masuk kelas," jelas Dhita dengan singkat karena jika diceritakan semuanya bisa-bisa jadi film ceritanya.

"Mereka juga telat?"

Dhita menggidikkan bahunya. "Iya mungkin. Aku nggak sempat nanya tadi."

"Terus?"

"Terus apa?"

Rani mendengus kesal. Lelah menghadapi sahabatnya yang sangat-sangat polos ini. "Terus gimana caranya lo bisa kenal sama mereka berdua?"

Dhita mengetuk-ngetukkan jari telunjuknya pada dagu. "Kalau sama Elang aku yang nggak kenalan, kalau Garuda dia yang nggak kenalan duluan," jawabnya.

"Oh," respon Rani malas.

Dhita mengerjapkan matanya tak percaya. Menatap kesal pada Rani. "Cuma oh? Aku udah ngomong panjang dan kamu cuma jawab oh," protesnya.

"Terus gue harus gimana?"

"Ya terserah kamu, tapi yang panjang jangan cuma oh aja."

"Panjaaaaaaang. Puas?"

Rani bangkit dari tempat duduknya. Berjalan melangkahkan kakinya menuju ke luar kelas untuk menghirup udara segar. Lelah mengobrol dengan Dhita yang sangat-sangat polos dan membuatnya darah tinggi.

ElangTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang