Prolog

196 24 1
                                    



HAPPY READING
.
.
.

Prolog

"Kehancuran dalam dunia putih biru akan terjadi kala remaja harus mengindahkan sesuatu yang tak patut diindahkan." —Rani Titania

Rintik-rintik hujan mengguyur habis area SMP Antariksa. Menampilkan kedua gadis berambut pirang tengah terduduk kaku di dalam satu ruangan. Ruangan yang sangat menyeramkan bagi anak-anak pintar. Namun, ruangan yang biasa bagi anak-anak nakal. Apalagi kalau bukan ruang bimbingan konseling, alis BK.

Mereka menundukkan kepalanya sangat dalam. Telinganya hanya mampu mendengar seorang guru galak sambil menggenggam kayu dan penggaris besi, tengah mengoceh di depan sana. Suasana yang gelap gulita makin mencekam keadaan.

"Sampai kapan kalian mau gini terus? Udah puluhan kali loh kalian datang ke sini. Apa kalian enggak bosen?" tanya Bu Rani menyorot tajam ke arah dua siswinya.

Kepala Nisya terangkat lebih awal. "Kita, kan, baik, Bu. Coba ibu bayangin, kalau kita enggak masuk ruang BK, ibu dapet gajih dari mana hayo?" selorohnya dengan asal.

Prang!

Pecutan penggaris besi itu menebas meja kayu ruang BK membuat meja tersebut meninggalkan bercak-bercak goresan kayu yang teriris. Nisya dan Kisya terkejut melihat kemarahan Bu Rani yang semakin menjadi-jadi.

"Ngelawan aja bisanya! Saya sodok pake tongkat golf mau kamu?!"

Nisya kemudian mengangkat bokong sambil berseru, "Eh sabar, Bu. Ibu enggak boleh marah-marah. Nanti jadi guru toksik loh. Mending sekarang gini aj—" Belum sempat Nisya mengakhiri kalimatnya, sebuah cubitan keras lebih dulu mencengkeram lengannya.

"Njir apaan sih Kisya?!" amuk Nisya memutar kepalanya.

"Nis, lo jangan nyari mati di sini. Kita belum shalawat, baca iqra, lo mau masuk neraka? Mingdep apa kalau mau mati. Oke?" gumam Kisya begitu pelan.

"Heh, ngobrolin ibu, ya?!!" Tiba-tiba Bu Rani kembali berkoar. Kini, ia menjambak rambut Nisya, sampai membuat gadis ini meringis kesakitan.

Udah ngejambak gue, sotoy lagi nih nenek cungkring, batin Nisya berusaha melepas rambutnya dari jenggutan Bu Rani.

"Duduk!!" perintah Bu Rani keras. Kedua siswi di depannya sontak langsung duduk tanpa bersuara. Gigi mereka bergetar, bukan karena kedinginan. Melainkan ketakutan ketika harus berinteraksi dengan guru psikopat ini.

Bu Rani berdiri tegak sambil melipat tangan di depan dada. Beliau menaruh penggaris besi di tempatnya. Membuat Nisya dan Kisya bisa bernapas sedikit lega. Alhamdulillah, nyawa mereka diperkirakan 50% aman tanpa penggaris besi.

Bu Rani menghela pelan sambil memicingkan mata. "Apa nama geng kalian?"

"Imposter."

"Victor."

Nisya dan Kisya menjawab serentak. Bu Rani menggeleng-gelengkan kepalanya, lelah ketika terus-menerus meladeni siswi nakal ini. Jangan salah kalau kalian datang ke SMP Antariksa, kalian akan melihat wajah Bu Rani berwarna putih dan kucel bagai terkena vanish.

"Geng siapa yang paling berkuasa?" tanya Bu Rani lagi.

"Imposter."

"Victor."

Lagi-lagi, Nisya dan Kisya menjawab berbarengan. Semakin membuat kepala Bu Rani mendidih di ujung tanduk. Kemudian, Bu Rani kembali mengambil penggaris besi jumbo yang terpajang di di dinding ruangan. Dia lalu mendekati Nisya dan Kisya dengan wajah yang begitu memerah.

***

NIKISYA [END] ✓Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang