satu: lagu tuan putri.

36 8 7
                                    

Asmaraloka ini dimulai kala tuan putri dari Kerajaan Dalp bersenandung merdu di antara pusat masyarakat. Berbanding balik dengan wataknya yang keras, suara yang ia hasilkan sungguh lembut. Memikat para hati banyak khalayak yang menyaksikan.

Lirik terakhir ia suarakan sungguh membekas. Wajah putri yang bernama Haera berubah jadi tajam. Orang-orang yang awalnya terlena, jadi menjaga sikap mereka, perlahan ada yang membubarkan diri.

"Tidak berguna," kata Haera pelan kepada pelayan wanita pribadi, Mary. Ia membuang kertas lirik itu sembarang, "aku tidak mau mengikuti ide konyol dari jenderal busuk seperti James." Iya, konsep menyanyi untuk menarik perhatian masyarakat berasal dari jenderal kerajaan, James Loc.

Mary sudah terbiasa dengan sifat buruk putri bungsu yang mulia. Ia harus hormat, agak tidak pantas bila memberi terus nasihat untuk menjaga ucapan. "Raja akan kecewa karena Anda gagal mengambil hati masyarakat. Lantas, rencana apa yang akan Anda kerahkan lagi wahai Putri Haera?"

Haera acuh. Itu bukan urusannya, "Kenapa Ayahanda sangat repot memerintahkan aku untuk merayu semua orang?! Argh─ cepat panggilkan kereta! Rasanya aneh mengumpat di tengah warga!" Mary menuruti perintah Haera. Segera ia panggilkan kereta kencana.

Diiringi kekesalan, Haera dengan cepat masuk. Ia melepaskan benda berbentuk tusukan yang ada di rambutnya sehingga terurai.

"Aku sudah berusaha bernyanyi tapi mereka tidak menghargai aku! Dasar rakyat jelata," umpatnya.

"Hargai orang lain, maka Tuan Putri akan dihargai kembali." Haera semakin kesal karena perkataan Mary seolah berkata bahwa Haera yang salah. Tentu Haera tidak terima.

Kereta kuda yang dikendalikan seorang kusir mendarat di depan istana. Di mana sekarang sang ayahanda, Raja Gerald menunggu kelengkapan para anggota keluarganya di meja makan. Sudah dipastikan yang paling akhir ialah Haera. Kelakuan Haera memang tidak sopan, itu sudah wajar.

"Dari mana saja kau?"

Haera memutar bola matanya tanda ia tidak bersemangat menjawab pertanyaan konyol dari sang kakak alias Putra Mahkota. Sebab kesal karena tidak kunjung ada jawaban, Luis sang pangeran keluar dari tempat makan.

Orang-orang saling memandang penuh tanya. Haera tidak ada niat untuk mengejar atau minta maaf kepada kakaknya.

"Demi mempercepat waktu, kita mul─" perkataan raja terpotong saat mendengar suara alat makan dan kunyahan seseorang. Siapa lagi jika bukan Haera yang sudah makan lebih awal. Raja hanya menggeleng kepala, ia  menyuruh anggota kerajaan lain untuk segera makan bersama.

Jauh dari istana, ada sebuah tempat diisi keheningan malam yang tenang. Orang itu menatap bintang-bintang yang tampak lebih berseri daripada sebelumnya. Suara puan tadi masih setia berputar di haluannya.

Jikalau semesta ini menyiksanya dari dalam, maka obat yang ia dapat pun dari dalam. Setelah beribu keluhan ia keluarkan kepada langit, akhirnya pria itu menemukan penawar yang tepat berupa sebuah lagu.

"Kau suka sekali lagunya?" Seorang sahabat pria tadi berujar sambil duduk di sebelahnya. Tanpa disadari, pria itu terus bernyanyi walau liriknya kacau.

"Dia adalah putri bungsu raja. Sifatnya sangat busuk," lanjut si sahabat.

"Aji, terima kasih informasinya," kata si orang pertama tadi yang bernama Marllo. Ia seorang tuna daksa sejak lama. Berdiri di antara jurang keinginan untuk hidup atau mati, Marllo tidak mengharapkan sesuatu yang lebih. Apapun pilihan dunia kepada dirinya, akan dijalankan.

Namun untuk saat ini, tidak masalah bukan jika ia panjatkan satu doa?

Di hati yang suci, Marllo merintih harapan setelah sekian lama ia tak berdoa. Rembulan ikut serta mendukung. Sebuah kertas yang berisi syair-syair lagu tadi terlihat jelas di bawah sinar bulan yang sayu dalam genggamannya.

---------------------------------------
Bersambung.

Hai semua! Kalau mau feedback, ayo kirim pesan. Untuk visualisasi terserah kalian mau siapapun, itu cuman formalitas aja guys hehe.

Surat SerigalaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang