Ig: @anantapio26_
Happy reading, guys!
Handara muncul dari rumah sambil bersusah payah memutar balikkan motornya. Namun kemudian terdiam saat melihat kemunculan Nanta yang tengah berdiri di halaman rumah. Kedua matanya menatap sang adik yang begitu lusuh dengan luka di dahi dan leher yang hanya ditutupi dengan plester sekedarnya.
"Aduh, Nan. Abis kemana aja, sih, jam segini baru pulang?" oceh Handara sambil berjalan menghampiri Nanta.
"Loh, ini kenapa?" tanya Handara sambil menunjuk-nunjuk ke arah luka di dahi Nanta.
"Abis jatuh, Mas," balas Nanta tidak ingin memperumit masalah yang ada.
"Masa jatuh kayak gini?!" ujar Handara menatap Nanta tidak percaya.
"Emang jatuh, kok," sahut Nanta kemudian melanjutkan langkah kakinya tanpa memedulikan tatapan Handara.
Namun langkah Nanta kembali berhenti saat melihat Bapak yang tengah duduk di ruang tamu. Ia berusaha abai dengan tatapan Bapak yang tertuju ke arahnya dan melanjutkan ayunan kakinya menuju kamar.
"Ananta," panggil Bapak. Suaranya mampu membuat Nanta membeku.
"Duduk," lanjut Bapak seraya menggerakkan kepalanya menyuruh Nanta duduk di kursi kayu panjang depannya.
Nanta hanya menurut dengan tatapan terus menunduk.
"Kenapa ini?" tanya Bapak tangannya terulur untuk membuka plester yang menutupi luka.
"Jatuh, Pak," jawab Nanta sambil menahan rasa perih.
Tak lama kemudian Doni datang membawa kotak P3K dan memberikannya pada Bapak. "Mas Tata abis berantem, ya?" tanya Doni dengan begitu polosnya.
"Mana berani Mas Tata berantem sama orang, Don," kilah Nanta. Sejenak Doni terdiam sambil terus menatap Nanta, tapi kemudian bocah itu memilih abai dan kembali duduk di ruang tengah untuk menyaksikan tayangan favoritnya.
Bapak kemudian beringsut mendekati Nanta. "Berantem sama siapa, Nan?" tanya Bapak yang sepertinya tahu kalau Nanta berbohong.
"Jatuh, Pak. Kepentok lantai."
"Terus ini?" tanya Bapak lagi sambil menunjuk luka yang bergaris di leher Nanta.
"Kena ujung meja laboratorium. Lantainya licin."
Final! Nanta gagal berbohong saat tatapannya bertemu dengan sorot mata milik Bapak.
"Mungkin Bapak lupa untuk mengajarkan kejujuran sama kamu," ujar Bapak sambil membersihkan sisa darah yang masih menempel dan sedikit mengering.
Nanta menghela napas panjang. "Aku nggak apa-apa, Pak. Ini cuma masalahku sama anak-anak yang nggak suka sama aku di sekolah." Lalu ia menoleh sedikit ke arah Bapak yang hanya diam. Syukurlah kalau Bapak tidak marah.
"Sudah, mandi sana," ujar Bapak selesai membalut luka Nanta dengan kain perban. Kemudian bangkit dan meraih jaket yang tersampir pada sandaran kursi.
"Bu, Bapak berangkat dulu," seru Bapak membuat Ibu bergegas menghampirinya.
Nanta hanya diam. Baginya agak sungkan untuk bertanya banyak-banyak mengenai ke mana Bapak akan pergi malam ini. Lagipula Bapak selalu menjawabnya, "Sedang ada pekerjaan di luar kota. Besok sore juga Bapak pulang."
Ah, sudahlah. Setelah mencium punggung tangan Bapak ia pun berlalu masuk ke kamar.
***
Dering bel istirahat yang terdengar memanjang lantas membuat seluruh penghuni kelas berhamburan keluar kelas.
"Nan, ikut gue." Tanpa menunggu persetujuan, Jessica menarik Nanta untuk membawanya pergi ke tribun lapangan sepak bola belakang sekolah.
KAMU SEDANG MEMBACA
AXIOMATIC (END)
Genç Kurgu(HARAP FOLLOW PENULISNYA TERLEBIH DAHULU) (Prequel of Kisah Tentang Ananta'S) Ini tentang laki-laki kaku dengan perasaannya yang kelu. Juga tentang cemburu dan rindu yang memaksa untuk menyatu padu. Tentang sajak dan alunan kisah. Pun tentang perjua...