Hari pertama mahasiswa baru.
Melisa sudah rapi memakai kemeja putih dan rok hitam selutut. Topi ulang tahun berbentuk kerucut sudah dibuatnya bareng Dian dan Leony tadi malam. Petai yang disambungkan ke tali rafia sudah dipasangkannya ke leher seperti dasi. Tinggal berangkat.
"Mama ikut ya Mel?" Mama Melisa memang ikut mengantarkan Melisa ngekos di Medan, kota dimana ia melanjutkan kuliah di jurusan Fashion Design di salah satu universitas negeri.
"Jangan ah, Melisa malu Ma!"
Mama Melisa memonyongkan bibirnya, tak bisa membantah putri semata wayangnya yang sudah bukan bayi lagi ini.
"Sudah mahasiswi, sudah tau malu yaa punya Mama jelek begini." Mama memberengut sambil memonyongkan bibir bawahnya dengan gemas.
Melisa mendelik geli, "Sudah tua Ma, gak cocok ngambek lho."
Baru Mamanya membuka mulut hendak membalas, Leony dan Dian muncul di depan pintu.
"Mel...! Ayo berangkat!" suara Dian membahana ke seluruh penjuru kos.
Leony melihat Melisa dengan kaget, "Woaaahhh! Dasi petai itu ga bisa disimpan dulu Mel? Di jalan malu dong diliatin orang."
Dian dan Leony teman satu sekolahnya Melisa namun berbeda kelas. Mereka bertiga masuk ke universitas yang sama, tapi beda fakultas.
Meskipun sama-sama pelonco tapi Dian dan Leony tidak berdandan seperti Melisa.
Dian memakai kemeja putih dan celana panjang hitam dan membawa biola miliknya. Anak Ekonomi dan Bisnis melakukan perpeloncoan dengan pentas seni dan bakat.
Sedangkan Leony memakai kemeja putih dan rok hitam panjang, serta membawa karton yang sudah digambar sketsa perkenalan diri berupa family tree untuk dipresentasikan di tengah lapangan nanti. Uji mental sebagai calon guru Matematika.
Melisa membayangkan Leony bakal seperti anak TK di depan kelas. Dan ia berani membeli tiket untuk menonton pertunjukan selucu itu.
"Ini fashion!" ujar Melisa sambil melotot.
Dian dan Leony hanya bisa memutar bola matanya, "Cepetan yuk. Pamit ya Tante..." ujar keduanya sambil menggandeng lengan Melisa.
Melisa terhuyung mengikuti tanpa ingat yang seharusnya ia pakai.
Mereka memang harus buru-buru kalau tidak ingin dipermalukan karena terlambat.
*****
Melisa berlari ke barisan terakhir mahasiswa baru di fakultasnya. Nafasnya masih terengah-engah.
Sedikittttt lagi, dia bisa masuk ke kelompok mahasiwa baru yang terlambat.
Ia melirik ke belakang, anak-anak yang terlambat dijaring di gerbang kampus lalu diarak keliling lapangan dengan tangan memegang telinga.
Kakak senior mengabsen satu-satu dari depan. Melisa gelisah, rasanya ada yang ia lupakan. Tapi apa?
"Kamu!"
DEG!
Benar saja, senior menunjuk ke betis Melisa. Kaos kaki liris-liris yang jadi salah satu syarat kostum pelonconya mana?!
"Aaaahh, sial!" umpatnya dalam hati.
Senior menunjuk wajah Melisa dengan pulpen sambil menggerak-gerakkan pulpen menyuruh Melisa keluar barisan.
Dengan enggan Melisa menyatu di barisan yang 'bermasalah' sambil berdoa agar hukumannya tidak begitu memalukan untuk dikenang kelak.
Melisa sering mendengar sepupu-sepupunya menceritakan hal memalukan saat perpeloncoan sambil terbahak-bahak. Tentu saja dia merasa kasihan kepada korban-korban perpeloncoan yang kisahnya akan dikenang sampai bertahun-tahun itu.
Dan Melisa tak berencana menjadi salah satunya."Kkrruuukkkk!" Melisa meremas perutnya yang tak bisa diajak kompromi.
Rasa mulas menjalar setiap kali ia merasa panik. Diikuti keringat dingin dan rasa asam di mulut. Melisa mulai merasa mual. Dan seperti anak anjing yang tercebur ke got, Melisa telah bermandikan keringatnya sendiri.
Dan kali ini, DIA MERASA SANGAT PANIK.
KAMU SEDANG MEMBACA
MY GUARDIAN ANGEL
RomanceMelisa sudah berpacaran dengan Bentala Bumi selama 3 tahun. Namun keputusan Ben untuk melanjutkan study ke Aussie membuat Melisa patah hati. Di awal perkuliahan sebagai mahasiswi baru, Melisa bertemu Tobi Jaya Amerta, seorang dokter yang sedang meng...