Bab 10

20 3 0
                                    

Eits sebelum baca chapter ini, sudah kah kalian ngevote chapter sebelumnya?

Kalo belum monggo divote dulu yaa, terima kasih :)

Sabtu kemarin menjadi hari kedua Nayla mengikuti latihan Pramuka. Kegiatan latihannya sama seperti biasanya, hanya saja sebelum pulang, pelatihnya, Bang Obby, telah menentukan tanggal kampanye dan pemungutan suara. Nayla, Ali, dan kandidat calon pradana putra-putri terkejut karena tanggalnya terlalu cepat, terutama Ali yang sangat keberatan, sebab tanggal kampanye bertepatan dengan pelantikannya OSIS. Maka dari itu, tanggal kampanye dan pengumutan suara diundur. Nayla, Ali, dan kandidat calon pradana putra-putri bernapas lega, karena mereka belum melakukan persiapan seperti visi, misi, dan program kerja untuk satu tahun ke depannya.

Hari ini seharusnya menjadi waktu "me time" untuk Nayla, tapi apalah boleh buat, ia sudah membuat janji dengan teman-temannya untuk latihan drama di rumahnya. Sambil menunggu temannya yang tak kunjung datang, ia menonton film kesukaannya di kamar.

"Dek, ada temanmu nih," Mama Ana memberitahu dari luar kamarnya.

"Iya, sebentar, Ma."

Nayla mengambil cardigan di gantungan baju sebelum keluar dari kamarnya, tidak lupa menyisir rambut dan memakai kacamata. Merasa sudah cantik, Nayla keluar dari kamarnya dan menemui temannya. Saat ia keluar dari kamar, hanya ada seorang cowok terduduk di sofa yang disediakan di ruang tamu. Nayla memutar bola matanya malas, sebab ternyata cowok yang duduk di situ adalah musuh bebuyutannya, Dikha.

"Eh, lu ternyata. Tumben ke sini sendirian, yang lain mana?" ucap Nayla sambil duduk di sofa seberangnya.

Orang yang ditanya hanya mengedikkan bahu, tanda ia tidak tahu dan fokus pada permainan yang ada di ponselnya. "Cih, gue dicuekin," Nayla mendengus kesal dengan makhluk depannya.

Nayla menanyakan posisi teman-temannya di grup, belum ada balasan, ia memutuskan untuk membaca novel terbarunya. Keadaan ruang tamu dan seisi rumah sepi; hanya terdengar Mama sedang memasak, sebab Papa Nayla sedang di luar kota, sedangkan Abangnya entah pergi kemana atau mungkin belum bangun.

"Ah, elah, Townhouse gue diserang lagi," tiba-tiba Dikha banting ponselnya ke sofa dengan kesal karena ia kalah dalam permainan itu.

Nayla sontak kaget melihat Dikha yang tiba-tiba marah tanpa alasan jelas terhadap ponselnya, "Lo bisa gak sih main itu tanpa heboh sendiri?.

Dikha, yang ditatap tajam dan dimarahi oleh Nayla, hanya menampilkan senyum gummy dan menahan rasa malu, sebab ia menjadi pusat perhatian di rumah orang lain. Rasa malu Dikha terselamatkan oleh kedatangan kawan-kawannya yang baru sampai di rumah Nayla. "Noh, bukain sono," perintah Dikha kepada teman-temannya.

"Untung ya kesabaran gue masih ada, kalo udah abis gue gorok lu," jawab Nayla dengan nada menyindir ke arah Dikha.

Nia, Theo, Joni, Fenny, Anggi, Mina, Ridho, Ario, dan Anis masuk ke ruang tamu, dan Nayla menyuruh mereka latihan di taman belakang. Sebelum latihan dimulai, Anggi membagikan naskah drama yang telah dia perbanyak dan memberikan briefing tentang pembagian tokoh. Mereka langsung membaca naskah dengan antusias yang diberikan oleh Anggi.

Anggi memulai pembagian tokoh untuk drama mereka, "Oke, gue mau bagi-bagi tokohnya. Nayla jadi Shinta, Dikha jadi Ramayana, Theo jadi Rahwana, Nia jadi hamba Rahwana, Joni jadi Lesmana, Mina jadi Jatayu, Anis jadi Hanuman, Ridho jadi Subali, Feny jadi Dewi Tara, dan Ario jadi Dewa Api. Dari sini, ada yang gak setuju sama tokohnya?"

Nayla langsung mengacungkan tangan, "Gue gak setuju, apaan nih, segala ada adegan mesra-mesraan. Gak, gak, gue gak mau, ini mah enak di dia kali."

Dikha tertawa kecil mendengarkan protesnya Nayla. Memang benar kata Nayla, di drama ini, Dikha lah yang paling untung dan merupakan suatu anugrah karena kesempatan ini membuatnya lebih dekat dengan Nayla.

MUJIGAE (무지개): Scout Love Story✅Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang