Bagian empat: Senandungan

145 31 2
                                    

(peringatan: jangan membuka link yang tersedia jika kamu mudah merasa takut, parno, dan trauma)

Selamat Membaca!

November, 2015

Gun menatap layar ponselnya, sudah pukul 01.00, tapi Off belum juga kembali padahal ia sudah berjanji untuk tidak lembur hari ini.

"Sayang, belum selesai?" satu pesan pertama ia kirimkan untuk sang kekasih.

Hampir 15 menit Gun menunggu, tapi tetap saja balasan dari kekasihnya belum ia terima. Apa aku hubungi Krist saja ya?

Malam ini atmosfer di ruangannya mendadak berubah menjadi lebih mencekam, lebih dingin dari biasanya, padahal ia sudah tidak menyalakan AC. Berkali-kali Gun menengok ke kiri dan ke kanan, karena ia merasa sedang diawasi. Tapi bukan Gun namanya, jika ia tidak bisa (pura-pura) mengabaikan perasaan tersebut.

"Kak Gun" sebuah suara menginterupsi kegiatannya, (lagi) Gun menengok ke kanan dan ke kiri mencari asal suara. Tapi ia tidak menemukan apapun.

"Dingin" suaranya semakin jelas terdengar, tapi kali ini lebih lirih dari sebelumnya.

"Jangan" suara itu berbisik kemudian berteriak dengat nada tinggi.

Gun yang semula berpura-pura fokus mengerjakan tulisannya, kini mendadak berkeringat dan tremor. Ia mencoba menulikan pendengarannya, tetapi senandungan seorang anak kecil kini malah berputar di kepalanya, semakin ia menunduk, semakin keras sendandungan itu terdengar.

tok tok tok

Sebuah ketukan mulai terdengar, ada perasaan lega yang dirasakan Gun, berharap bahwa yang datang adalah kekasihnya. Tapi belum sempai ia bangkit, ketukan yang semula biasa saja, kini menjadi lebih agresif. Jangan lupakan juga suara senadungan, teriakan dan tangisan yang kini menjadi latar suara ketukan tersebut.

Tenang Gun, ayo tenangkan dirimu. Aku yakin kau hanya kelelahan. Dengan segala keberanian yang tersisa, Gun memfokuskan dirinya untuk sekedar menarik nafas penjang beberapa kali, untuk mengenyahkan segala imajinasi liar yang ada dikepalanya. Krist bilang, segala yang terjadi mungkin karena ia sedang kelelahan. Menulis cerita fiksi dengan teror, membuatnya benar-benar merasa lelah.

Tak cukup menghabiskan banyak waktu, suara yang sejak tadi mengganggunya, kini perlahan menghilang. Suara ketukan dipintu juga kini mendadak lenyap, digantikan dengan deru mobil yang memasuki garasi. Kekasihnya kembali.

---

"Itu bagian dari ceritamu?" Krist sedikit terkejut mendengar penuturan Gun, perihal kejadian yang menimpanya malam tadi.

"Bukan Krist, itu cerita nyata yang kualami malam tadi" Gun menyeruput lattenya, ia memang butuh cafein untuk tetap membuat kesadarannya penuh. Walaupun sudah beberapa hari ini ia jelas tidak tertidur dengan tenang.

"Gun, aku boleh tahu darimana kau mendapatkan ide cerita ini? Jangan bilang tidak tahu, karena yang kutahu, kau selalu bisa menemukan ide darimana saja" Krist menatap makhluk kecil dihadapannya dengan sangsi. Bohong jika ia tidak khawatir dengan keadaan temannya, mengingat kejadian malam tadi yang dialami Gun, benar-benar diluar dugaannya.

"Mimpi" satu kata yang diucapkan Gun, sukses membuat mata Krist membulat sempurna. 

"Bagaimana ya menceritakannya.." Gun menggantungkan kalimatnya, kemudian bersedekap mengingat-ngingat beberapa potongan mimpi yang akhir-akhir ini muncul dalam tidurnya.

"..aku tidak benar-benar ingat, yang pasti mimpiku mengisahkan sebuah pembunuhan, yang dilakukan oleh seseorang. Aku tidak bisa melihat dengan jelas pelakunya, karena dalam mimpiku semuanya terlihat gelap dan berbayang" Gun melanjutkan kalimatnya, sesaat setelah berpikir sejenak.

"Lalu?"

"Hanya itu saja Krist, aku bahkan belum menemukan akhir dari cerita ini. Apakah pembunuhnya akan tertangkap, atau malah kasus ini ditutup selamanya" Gun mendadak gusar, ia bahkan belum tahu, akan dibawa kemana tulisan yang akan ia buat.

"Gun, kumohon jangan terlalu dipikirkan. Kesehatanmu adalah yang paling penting diantara semuanya, aku tidak ingin kau merasa tertekan. Jika kejadian yang seperti semalam, muncul lagi. Tolong kabari aku, secepat yang kau bisa. Aku berjanji akan segera menghampirimu. Ngomong-ngomong, Off sudah tahu?" ah ya benar, Krist hampir saja melupakan eksistensi kekasih temannya ini.

" Aku belum sempat bercerita padanya Krist. Akhir-akhir ini ia lembur, aku bahkan sudah jarang makan malam bersamanya. Setelah pulang dari kantor pun, ia langsung membersihkan diri dan pergi tidur. Hubungan rumah tanggaku, bisa dibilang tidak sehangat dulu. Aku jadi ragu untuk menceritakan hal ini padanya" ada tawa renyah yang Gun berikan, ya ia tersadar bahwa beberapa minggu ini, keduanya memang sedang larut dalam pekerjaan masing-masing.

"Krist, kau tahu. Dalam tulisanku, aku malah membuat Off menjalin hubungan gelap dengan wanita lain" belum sempat Krist merespon perkataan Gun, ia sudah menyambungnya lagi.

"Oleh sebab itu, ia menjadi terlambat kembali kerumah. Aku bingung, darimana aku mendapatkan ide murahan seperti itu. Mungkin karena perselingkuhan, akhir-akhir ini mendadak populer. Apalagi biasanya mereka dengan tak tahu malu, suka menampakkan diri dan tak segan menyakiti pasangan yang sah" Krist membiarkan temannya bermonolog, mengeluarkan segala sampah yang selama ini ia pendam.

Mendengarkan adalah satu-satunya hal yang bisa Krist lakukan untuk saat ini. Karena memberikan nasihat dan motivasi, akan sama percumanya dengan memberikan penerangan kepada orang buta.

─Death of the Main CastTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang