2. Club Malam

10 2 0
                                    

Satu botol alkohol habis ditenggak olehku. Biasanya aku cuma minum setengahnya saja, namun karena paksaan dari Cici, aku terpaksa meminum semuanya.

Gadis berbaju minim dengan belahan di dada  itu sudah meminum lebih dari tiga botol. Cici memang sering minum, dari SMP kelas tiga sudah mengenal dunia malam. Aku tahu karena Cici yang bercerita, sementara aku mulai mengenal dunia malam baru-baru ini. Cici yang mengenalinya.

Di meja bar yang dipenuhi cewek cowok dewasa, aku duduk di antara mereka. Aku mendengkus melihat pemandangan di depanku, seorang laki-laki dan perempuan tengah melakukan ciuman panas.

Mungkin hal itu sudah biasa, tapi bagiku cukup menjijikkan. Selain karena usiaku yang masih dibawah umur, aku juga belum lama mengenal dunia malam, baru tiga bulanan.

Aku memijat pelipisku, rasanya kepalaku pusing. Aku ingin pulang, ini pasti sudah larut malam. Kugoyangkan lengan Cici yang tengah bermanja-manja dengan pacarnya. Aku mengajaknya pulang, tapi dia tidak mau, malah meracau tidak jelas.

Keadaanku yang seperti ini tidak memungkinkanku bisa berjalan dengan benar. Tetapi aku memaksakannya, karena kalau sampai aku masih di sini, aku takut diapa-apakan oleh pria berhidung belang. Dan takut tidak bisa mengontrol diri untuk tidak minum lagi.

"Biar aku antar kau pulang." Aku melirik seorang pria dewasa yang berdiri di depanku dan hendak membantuku beranjak dari kursi. Kutatap wajahnya. Pria ini, sebelumnya sempat kutangkap dengan mata tadi dia tengah berdansa bersama seorang wanita yang dari wajahnya saja aku tahu kalau dia sudah menikah. Lalu kenapa dia tiba-tiba menghampiriku?

"Tidak, terimakasih." Aku jelas menolak, dari matanya aku tahu ada sesuatu yang tersirat di sana.

"Sudah, ayo." Dia menarik tanganku dengan paksa. Aku berusaha menghentakkan tangannya, tapi tidak bisa. Tenaganya jelas lebih kuat dari pada tenagaku.

Aku menatap teman-temanku di belakang, mereka sama sekali tidak memperhatikanku. Bahkan, mereka fokus dengan kegiatannya masing-masing, meminum beberapa botol dengan mata sayu dan terpejam. Menikmati musik DJ yang terdengar memekakkan telinga dengan gemerlap lampu yang ada di ruangan.

Mataku berkaca-kaca, katanya mereka akan menjagaku karena usiaku lebih muda dari mereka semua. Mereka tidak mau ada yang menggangguku, mereka akan berusaha melindungi dan mencegah agar tidak ada pria hidung belang yang akan menyentuhku. Tapi mana? Omongan mereka tidak terbukti.

Mereka pernah membantuku satu dua kali saja setiap kejadian seperti ini terjadi, tapi sekarang? Aku harus menarik-narik tanganku agar terlepas dari cengkeraman kuat pria itu di pergelangan tanganku yang terus menarikku untuk keluar.

Aku kadang menyesal karena selalu terpengaruh ikut ke sini, ucapan mereka selalu berhasil meyakinkanku untuk datang. Aku tidak marah ke Cici, dia pasti terpengaruh oleh minuman, makanya dia tidak membantuku.

Kulirik Alex yang pernah mengungkapkan cinta kepadaku, namun aku tolak, sempat melihatku sekilaa sebelum kembali ke aktivitasnya bermanja-manja dengan seorang gadis sexi. Aku mendengkus, dia tidak berniat menolongku.

Ada sebersit rasa kecewa kepada teman-temanku.

Tapi jujur, aku memang sangat nyaman bersama mereka. Aku bisa berbagi kisah dengan mereka, mendengarkan jalan kehidupan juga masa lalu mereka. Aku nyaman di sini, bersama mereka aku tahu apa arti pertemanan tanpa memandang latar belakang.

Mungkin mereka nakal, suka berjudi, mabuk-mabukan, ikut balapan liar, tapi dengan cara ini mereka bisa melupakan masalahnya. Termasuk aku, berada di sini dan berharap bisa melupakan kehidupanku dulu semasa kecil.

******

Aku terus meronta-ronta, berteriak meminta tolong ketika pria setengah baya ini menggendong tubuhku ala bridal style. Tapi mereka yang ada di sana seolah tidak mendengar, selain karena disebabkn oleh musik yang keras, mereka juga tampak tidak peduli.

ArrebatarTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang