Langit sudah mulai menampakkan warna jingga pekat. Diluar kastil, terlihat kabut tebal yang menyelimuti wilayah iblis. Mentari senja menampakkan sinarnya dari balik celah gelapnya awan pembawa petir.
"Irene ... temani aku yuk!" Rhea langsung menghambur ke arah Irene, mengejutkannya dari belakang.
"Astaga! Kupikir kamu siapa." Irene menghela nafas panjang. Sudut pandangnya melirik tajam ke arah Rhea yang sedikit lebih jangkung darinya.
Rhea terkekeh. Suara mereka seakan menggema di koridor yang sepi. Kaca bening yang melekat pada jendela-jendela besar. Cahaya oranye dari mentari nampak menyinari sepanjang lorong. Membuat nuansa aneh yang terkesan kuno.
"Mau mandi?" ujar Rhea sambil memegang perutnya akibat terlalu banyak tertawa. Irene menatapnya kesal.
"Ya ... " jawabnya tak acuh.
"Lah? Gitu doang marah?"
"Aku gak marah ... " Irene masih tampak tak acuh. Mengelilingi kastil dan menghafal setiap ruangan yang ada disitu, ternyata telah menguras banyak energinya. Ia merasa lelah dan juga mengantuk.
"Yaudah sih, maaf." Rhea menatap balik mata Irene.
"Santai aja." Sorot mata Irene menjadi kosong. Pupil birunya melebar dan menjadi sedikit lebih gelap.
"Baiklah. Tadi katanya kamu mau mandi kan? Kebetulan aku juga. Bareng yuk!" Rhea memancarkan senyum lebar.
"Ya, tentu saja." Irene merespons. Ia terlihat begitu lelah.
"Ok, mari." Rhea melangkahkan kakinya, melesat di depan Irene. Ia mulai menyusuri tangga yang melintang untuk bisa sampai ke lantai dasar.
Di belakang, Irene perlahan mengikuti gadis tersebut. Entah mengapa, matanya terasa begitu berat. Kabut hitam seakan melayang tepat di depan mata, menghalau penglihatannya. Ia hanya ingin cepat-cepat bisa membuat tubuhnya sedikit relax.
Irene mengikuti Rhea yang sudah tiba di lantai dasar. Aula yang cukup luas menyapa mereka berdua. Pilar-pilar berdiri kokoh, berjajar menopang langit-langit yang dihiasi oleh relief aneh.
Mereka memutar, mengambil ruangan yang ada di samping. Sebuah pintu setinggi dua meter terpasang disana. Rhea segera membuka pintu tersebut. Angin kering berhembus menerpa mereka berdua. Irene menutup kedua belah matanya, menghalau, agar partikel debu tidak masuk ke dalam matanya.
Di luar, terdapat jalan setapak yang mengarah langsung ke sebuah bangunan berbentuk kubah yang dikelilingi dengan tembok beton. Nuansa langit jingga yang dipadukan dengan coklatnya tanah, nampak umum di wilayah tersebut.
Rhea tampak bersemangat, langsung melangkahkan kakinya keluar dan menyusuri jalan setapak tersebut dengan cepat. Meninggalkan Irene yang masih terdiam di tempatnya berdiri. Irene menatap lurus kedepan, memandang jauh ke belakang bangunan kubah tersebut.
Pagar batu padat yang tingginya sekitar sepuluh meter, mengelilingi seluruh wilayah kastil tersebut. Memisahkan daerah kastil dengan hutan gersang berkabut yang kemarin ia lalui.
"Ada apa Irene? Sikapmu seperti orang linglung." Rhea yang sudah mencapai bangunan berkubah tersebut, berbalik memandang Irene yang masih diam di depan pintu kastil.
"Eh, ti-tidak ada." Irene menyadarkan dirinya. Ia bergegas cepat menyusul Rhea yang menunggunya di depan pintu kubah tersebut.
"Benarkah? Kamu benar-benar tidak apa-apa? Kamu sadar tidak sih, sejak kemarin kuperhatikan, wajahmu tampak pucat sekali." Rhea memiringkan kepalanya, menatap wajah Irene yang terlihat sendu.
"Sungguh, aku baik-baik saja." Irene berusaha tersenyum. Ia hanya merasa sedikit kelelahan dan mengantuk.
Rhea menghela nafas. Ia memejamkan kedua matanya sebentar. Kemudian kembali membukanya, menatap Irene dengan senyum lebar yang menghiasi wajah menawannya.
KAMU SEDANG MEMBACA
The Demonic Paradise ✔ [Complete]
DiversosREPUBLISH (tapi belum direvisi hehe) Scolamaginer, merupakan akademi sihir yang mana para siswanya mendapatkan kesempatan langsung diajar oleh iblis tingkat atas. Tak seperti akademi sihir lainnya, Scolamaginer hanya akan menerima sepuluh murid di s...