28. Belajar Dimulai

69 14 8
                                    

Satu hal yang semua orang ingin lakukan setelah menyelesaikan sesuatu yang menguras tenaga: bersantai. Itu juga yang aku lakukan dengan Tristan ketika sampai di Kamar Surga. Aku langsung menyalakan air hangat dan berendam di bathtub. Tristan tidak datang untuk menggangguku lagi, dan itu bagus. Aku sedang ingin sendiri. Dan lagi, Tristan memang tidak akan mendatangiku, karena tadi dia marah, bukan padaku, tapi pada dirinya sendiri.

Akan aku ceritakan....

Jadi saat kami pulang ke villa, kami berpapasan dengan Nova yang juga baru pulang dengan Kak Gita dari Hutan Selatan. Tristan langsung menyombongkan kepemilikannya yang keren kepada Nova, itu sebabnya dia tidak menghilangkan baju zirahnya sampai datang di villa——niatnya saja sudah buruk.

"Kau menjadi sedang menjadi badut?" tanyanya dengan nada suara mengejek dan memperhatikan kostum——maksudnya zirah yang membalut tubuhnya dari kepala sampai ujung kaki.

"Kau tidak akan pernah mendapatkan cowok yang memiliki kepemilikan seperti ini," katanya. "Karena Kakak bilang kepemilikan ini sangat langka. Jarang sekali yang bisa mendapatkannya."

Hatiku sedikit tergores.

"Kau pikir itu keren?" balas Nova tak kalah sengit. "Ini yang keren." Nova membuat gerakan mirip tiarap.

"Apa yang kau lakukan?" ejek Tristan. "Berguling-guling?"

Seketika, Nova dipenuhi oleh cahaya biru muda, lalu berubah menjadi cahaya merah muda. Dia bersinar——secara harfiah. Ketika cahaya itu menghilang, aku trauma.

Wajah Tristan langsung merenggut. Terlihat masam, kelabu, dan mendung. Dia kalah. Dan dia langsung berceloteh panjang lebar ketika di dalam kamar. "Dia kira dia keren?"

"Dia membuatku trauma," kataku.

Tapi Tristan tidak merespons kalimatku. "Berubah menjadi buaya merah muda raksasa sepanjang lima belas meter itu tidak keren!!"

Itu yang membuatku trauma. Tadi aku baru saja dikagetkan dengan buaya sepanjang delapan meter yang sedang membuka mulutnya ketika aku bangun dari tidur siang, dengan jarak yang cukup dekat. Lalu barusan aku melihat sepupuku sendiri berubah menjadi buaya merah muda sepanjang lima belas meter. Sungguh imut. 

"Kalau berubah menjadi buaya sepanjang lima belas meter itu tidak keren..." Aku sedikit bergidik karena ngeri membayangkan Nova kembali berubah menjadi buaya merah muda itu. "...lalu kenapa kau sangat marah?"

"Aku tidak marah!" balasnya. Baju zirahnya pecah dan menghilang bersama cahaya berwarna merah, jingga, dan kuning.

"Jadi?" tanyaku. Sambil berjalan menuju walk in closet.

"Aku hanya meninggikan suaraku!"

"Apalah itu namanya, yang jelas kau terlihat kesal." Sambil memutar mata.

Dia mengikutiku ke ruangan walk in closet. "Menurutmu, mana yang lebih keren?" tanyanya padaku.

Aku meliriknya sekilas, lalu kembali sibuk mencari pakaian tidur untuk aku pakai setelah mandi. Aku tidak yakin. Aku adalah laki-laki, dan baju zirah Tristan terlihat..., dan aku tidak suka buaya. Aku pikir jawabanku tidak objektif. Jadi aku jawab saja dengan angkatan bahu sekilas, sambil berkata, "Kenapa ini penting bagimu?"

Dia diam. Aku rasa aku tahu jawabannya: dia ingin menjadi pusat perhatian. Kami berdua sama.

"Aku mau mandi," katanya, sambil berjalan menuju kamar mandi dan menyabet handuknya yang tergantung di salah satu set kursi tengah ruangan, dengan kasar.

Setelah selesai membersihkan diri, kami berganti pakaian dan turun untuk makan malam. Perut kami sudah keroncongan.

Di perjalanan itu, Tristan bertanya, "Apa kau percaya jika Kakak memiliki kekuatan sebesar tadi?"

Aran Alali #1: Hujan Darah IblisTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang