Jendela kamar berderit akibat terpaan angin yang cukup kencang. Bulan penuh sesekali menampakkan dirinya dari balik gelapnya awan hitam. Lantai ubin memberikan temperatur dingin yang merayap, menyebar ke permukaan telapak kaki.
Rhea masih sibuk di depan bangkunya. Seakan tak mempedulikan badai yang sedang mengamuk diluar sana. Tangannya meremat dinginnya sebuah belati perak. Pendar matanya terbuka lebar.
"Kamu belum tidur, Rhea?" Irene kembali terjaga setelah lama tertidur seusai makan malam.
"Ah, kamu bangun di tengah malam begini. Ada apa? Kedinginan?" Nada bicara Rhea berubah, tidak ramah seperti biasanya. Terdengar seakan ia tak menyukai apabila Irene mengganggunya.
"Mungkin iya, mungkin juga tidak," jawab Irene. Ia memperhatikan gerak-gerik Rhea yang semakin aneh. Belati tajam yang berada di dalam genggamannya, tampak menari di atas sebuah bangkai makhluk aneh.
"Mengapa menatapku seperti itu?" Rhea ganti memandang Irene dengan tajam.
"Apa yang sedang kamu lakukan?" tanya Irene setelah sekian lama memikirkan kalimat tersebut di otaknya.
Tiba-tiba, raut wajah Rhea berubah. Gadis berambut hitam tersebut menarik ujung bibirnya, membentuk senyum sadis yang cukup mengerikan. Sorot mata pekatnya terlihat berkilat akibat piasan dari cahaya rembulan.
Lilin di dinding ruangan mulai meredup akibat tiupan angin yang masuk dari celah-celah batu padat. Terkadang menimbulkan suara seperti bunyi seruling tak beraturan. Jendela yang semakin berderit, seakan kenop dan kaca-kacanya akan terlepas ditelan ganasnya badai.
"Kira-kira apa? Ah, aku rasa kamu pantas mengetahuinya. Rahasia kelam, yang seharusnya tak diketahui orang lain." Entah mengapa, dimata Irene saat ini, gadis menawan tersebut kini nampak seperti sosok pembunuh yang tak memiliki perasaan.
Rhea bangkit dari tempat duduknya. Ia melangkahkan kakinya, berjalan dengan pelan menuju ranjang Irene. Derap langkah, yang perlahan membuat Irene bergidik.
"Aku ini tidak sepenuhnya manusia lho," desisnya di telinga Irene. Entah mengapa, bulu kuduk Irene berdiri ketika Rhea membisikkan kalimat tersebut.
"A-apa ... maksudmu?" Irene tergagap. Rhea tersenyum sambil mendengus pelan tubuh Irene.
"Akibat eksperimen gila yang dilakukan ayahku. Aku bukan lagi manusia biasa. Entah apa saja yang sudah dilakukannya pada tubuhku ini." Rhea ikut duduk di ranjang Irene. Kaki mulus gadis tersebut menyentuh dinginnya lantai marmer.
Rhea mengembangkan senyum aneh. Matanya menyorot tajam ke arah Irene. Tangannya mencengkram kaki Irene yang terbungkus tebalnya selimut.
"Dan mulai saat itu, entah mengapa aku jadi terobsesi dengan kematian. Bukan kematian pada diriku. Melainkan, kematian pada yang lain. Aku yakin, kalau kamu tinggal di wilayah Eropa, kamu pasti pernah mendengar istilah 'Teen Black Devil' kan?" Gadis tersebut menjilati bibir mungilnya sendiri.
"Eh, jangan-jangan ... "
"Aku orangnya. Astaga, seharusnya aku pantas berbangga diri karena berhasil menutup sempurna semua kasus yang kubuat sendiri." Tawa sadis keluar dari mulut gadis tersebut.
Irene ingin memindahkan letak kakinya yang berada di bawah tangan gadis tersebut. Aura dingin yang mencekam, merambat melalui tulang betisnya. Menjalar ke seluruh tubuhnya.
"Bu-bukankah itu adalah tindakan yang salah?" Irene mencoba berkata. Rhea menghentikan tawanya. Ia menatap tajam kedua belah mata Irene.
"Kamu pikir aku tak mengetahuinya? Yang membuatku menjadi seperti itu adalah orang tuaku sendiri. Ah, seharusnya aku berterima kasih padanya. Karena berkatnya, aku menjadi kehilangan sisi manusiaku."
KAMU SEDANG MEMBACA
The Demonic Paradise ✔ [Complete]
RandomREPUBLISH (tapi belum direvisi hehe) Scolamaginer, merupakan akademi sihir yang mana para siswanya mendapatkan kesempatan langsung diajar oleh iblis tingkat atas. Tak seperti akademi sihir lainnya, Scolamaginer hanya akan menerima sepuluh murid di s...