Hari yang hampir sama seperti hari kemarin, bahkan tidak berubah sama sekali. Langit gelap dengan hujan badai datang menyerang kapal kami. Para awak dengan susah payah mengendalikan kapal dengan bantuan kapten.
Tentunya aku tidak tinggal diam. Aku ikut turun tangan, membantu mereka mengeluarkan air yang masuk ke dalam kapal. Sesekali aku menggantikan manusia kepala banteng itu menarik layar agar tetap bertahan pada arah yang sama. Sedikit sulit emang, karena aku seorang perempuan. Tenagaku berbeda jauh dengan laki-laki.
Sudah 14 hari badai ini menyerang dan tidak ada tanda timbulnya daratan sama sekali. Hal itu membuatku sedikit frustasi dan merasa putus asa. Apalagi mengingat persediaan makanan hampir habis.
Errr jangan patah semangat, Herminia! Kau pasti bisa melewati ini bersama mereka. Pasti!
"Herminia!"
Seorang lelaki datang menghampiriku, merebut ember berisikan air dari tanganku dan melempar ember itu ke sembarang arah.
"Apa yang kau lakukan?" Aku menatapnya dengan mataku yang sulit terbuka karena angin dan air hujan badai yang tak berhenti masuk ke mataku.
Bukannya menjawab, dia malah menarik tanganku dengan kasar, membawaku masuk ke dalam kapal.
"Hei! Lepaskan, Ed!"
Ya ampun.. tidak ada respon. Lelaki ini sungguh menyebalkan.
Dia berhenti ketika tiba tepat di depan pintu kamarku. Tangannya dengan pelan melepaskan genggaman tangannya. Tidak ada suara sama sekali dari kami berdua. Hanya suara guntur dan kilat yang terdengar.
Aku merasa waktuku terbuang sia-sia. Aku perlahan berjalan mundur, ingin kembali membantu mereka yang berjuang melawan badai. Aku berusaha tidak menimbulkan suara agar tidak ketahuan oleh Edmund yang berdiri membelakangiku.
Tapi percuma, kini Edmund berbalik dan menatapku dengan tajam.
Arggg kenapa sih aku ga lari aja?
Edmund berjalan menghampiri diriku yang terdiam di tempat. "Mau ke mana?"
"Emm aku mau mengambil makanan." Aku melangkah mundur sedikit demi sedikit.
"Bohong."
Edmund kembali menarik tanganku dengan kasar. Membuatku berdecak kesal.
"Apa yang kau lakukan? Lepaska--"
"Aku tak mau." Ucapnya dingin.
"Kenapa?"
"Kenapa? Kau menyakiti dirimu, bodoh. Enam hari berturut-turut berada di atas kapal, melawan badai besar, tidak makan minum tidur. Kau bisa sakit!"
Aku hanya diam mendengarkannya hingga aku kembali lagi berada di depan pintu kamarku.
"Masuk. Keringkan dirimu, ganti pakaianmu yang basah. Langsung makan. Istirahat. Jangan sampai sakit---"
"Iya iya aku tau. Bawel amat." Ucapku tersenyum kecil.
"Tapi kau suka kan?"
Ha?
"Suka apa?"
"Tidak ada."
Aku menaikkan alisku. Menatap Edmund dengan penuh selidik. Lelaki ini sungguh sulit di tebak. Kadang sifatnya hangat, membuat siapapun yang bersamanya akan merasa nyaman. Kadang juga sifatnya dingin.
"Kenapa menatapku seperti itu? Suka?" Edmund menyeringai. Membuatku salah tingkah dan membuka pintu kamar, langsung masuk ke dalam.
Namun sebelum aku benar-benar menutup rapat pintu kamarku, aku menoleh padanya, dengan kepala yang sedikit tertunduk. "Kau juga sana, jangan sampai sakit." Setelah itu aku baru menutup pintu.
KAMU SEDANG MEMBACA
Explore Your Heart【Edmund Pevensie】
FantasyHerminia Geraldine, gadis yang bercita-cita menjadi seorang penjelajah lautan hebat namun dia harus memendam cita-citanya karena di tentang oleh sang ayah yang merupakan kapten kapal terkenal di Inggris. Hingga dia tidak sengaja bertemu dengan sahab...